Jelang akhir January 2021, saya mulai menyicil kembali menuliskan cerita perjalanan yang telah lampau tapi baru sekarang bisa ditulis karena kesibukan dan kemalasan hehe. Yup, ini cerita perjalanan di akhir tahun 2019 lalu. Masih dalam rangkaian traveling ke Bali bersama influencer lainnya.
Sudah setahun pandemi, kita masih belum bisa traveling secara bebas kecuali benar-benar ada hal yang penting. Untung sebelum pandemi, saya sempat jelajah Bali. Salah satunya ke Pura Adat Desa Batuan. Baru kali ini saya masuk ke dalam Pura, tempat ibadah umat Hindu. Berhubung tidak ada kegiatan ibadah pada saat itu, jadi tidak apa-apa dimasuki.
Baca Juga: Menonton Pertunjukan Teater di Amphitheatre Bali
Pura Desa Adat Batuan selain menjadi tempat ibadah, memang dijadikan sebagai salah satu tempat kunjungan wisatawan juga yang tentunya dilakukan di luar jam ibadah. Berlokasi di Kecamatan Sukowati, Gianyar, Bali, Pura ini adalah Pura Puseh tertua di Bali. Di masa normal, Pura ini bisa dikunjungi ribuan orang setiap harinya.
Saat saya dan rombongan sampai di Pura Batuan, sudah jam 4 sore sehingga kunjungan wisatawan sudah agak sepi meskipun masih bisa dibilang ramai. Sebelum memasuki Pura, kami diharuskan memakai kain yang disediakan di depan Pura.
Jadi, sama halnya dengan memasuki masjid, untuk masuk ke dalam Pura ini pun harus mengenakan pakaian yang sopan. Itu kenapa disediakan kain sebab banyak wisatawan yang datang hanya mengenakan pakaian minim. Apalagi wisatawan dari luar negeri. Kain itu fungsinya untuk menutup aurat.
Nah, kan makanya saya heran waktu ada orang yang protes karena diwajibkan memakai jilbab saat memasuki masjid di Aceh. Lah wong di Pura saja harus memakai kain. Namanya juga memasuki tempat ibadah. Wajar saja pakaiannya harus sopan sesuai standar tempat ibadah tersebut.
Kalau sesuai standar kita, bisa jadi berbeda-beda standarnya. Ada yang merasa memakai bikini pun sudah sopan karena setiap hari biasa memakai bikini. Di mata orang lain, belum tentu sopan. Jadi kita harus pakai standar dari suatu tempat atau wilayah yang kita masuki.
Selain mengenakan pakaian yang sopan, wanita yang sedang haid juga dilarang masuk. Lho kenapa? Ya karena itu tempat ibadah hanya untuk orang yang sedang suci. Di dalam agama Islam pun, wanita haid tidak boleh masuk masjid. Tapi kemudian ada kelonggaran-kelonggaran seperti boleh masuk masjid tapi darahnya jangan sampai mengotori masjid. Akan lebih baik sih kalau benar-benar menjaga kesucian masjid.
Oya, untuk masuk ke dalam Pura dikenakan tiket masuk ya. Dan kalau tidak membawa kain sendiri, maka harus menyewa kain yang disediakan di depan pintu masuk Pura.
Setelah melilitkan kain seperti memakai sarung, saya dan teman-teman mulai memasuki Pura yang sudah teduh karena disinari matahari senja. Pura ini mengingatkan saya pada setting drama kolosal Majapahit. Kami berfoto di beberapa bangunan Pura dengan berlatarkan sinar matahari senja yang eksotis.
Pemandu wisata menjelaskan tentang fungsi dan sejarah Pura, tapi saya tidak begitu mendengarkan nih karena asyik berfoto. Kalau sedang ada ibadah, wisatawan dilarang masuk. Apalagi yang beragama Non Hindu. Di Pura ini juga sering diadakan rapat-rapat warga di sekitar wilayah Pura, karena memang Pura ini juga berfungsi sebagai tempat kegiatan masyarakat.
Baca Juga: Banyak Spot Foto di Taman Budaya GWK Bali
Di dalamnya ada Candi Bentar, Bale Agung, Bale Kulkul, dan Kori Agung sebagai tempat keluar masuk para dewa. Dijaga oleh dua patung penjaga. Bangunan-bangunannya sudah tua, meskipun sudah direnovasi.
Selama pandemi corona, Pura Adat Desa Batuan ditutup untuk wisatawan demi menghindari penyebaran virus corona. Sedangkan untuk masyarakat desa, masih diperbolehkan masuk untuk mengadakan peribadatan. Jadi kalau mau berkunjung ke sini, tunggu sampai penyebaran virusnya mereda. Semoga secepatnya ya.
No comments:
Post a Comment
Terima kasih atas komentarnya.
Mohon gunakan kata-kata yang sopan dan santun yaaa.....