Bagi penyuka film fantasi gore, Alice in The Borderland dan Sweet Home bisa menjadi pilihan tontonan. Diproduksi oleh dua negara berbeda, keduanya punya kelebihan masing-masing. Mau nonton yang mana duluan? Baca dulu reviewnya di artikel ini.
Alice in The Borderland
Film seri dari Jepang ini awalnya tidak menarik perhatian saya, karena saya kurang suka film dari Jepang. Menurut saya, aktor-aktor Jepang kurang ganteng dan aktingnya juga kaku. Kalau artisnya sih cantik-cantik, meskipun aktingnya kaku. Makanya saya selalu underestimate melihat film Jepang.
Awalnya saya melihat suami menonton film seri ini. Saya ikut menonton dan langsung disuguhkan pemandangan mayat-mayat ditumpuk di tong sampah. Para pemain wanita mengenakan bikini meskipun tidak sedang berenang. Saya belum tertarik lanjut nonton.
Sampai kemudian saya membaca cuitan-cuitan di twitter yang memperbincangkan film ini, karena katanga seru banget. Akhirnya saya putuskan untuk menontonnya juga. Saya suka dengan film yang mengandung teka-teki sehingga memancing rasa penasaran.
Film ini diadaptasi dari Manga atau komik Jepang. Kalau baca manga sih saya suka sejak masih SD. Berkisah tentang Arisu, seorang pemuda pemalas dan pengangguran yang suka bermain game, sedang diomeli oleh ayah dan kakaknya. Arisu pun keluar dari rumah dan bertemu dengan dua temannya yang juga sedang mengalami masalah.
Mereka tiba di stasiun kereta api yang ramai, lalu pergi ke toilet. Tiba-tiba sesuatu terjadi, seperti ada gempa dan mati lampu. Begitu mereka keluar dari toilet, semua orang sudah menghilang. Mereka berlarian ke seantero kota dan tidak menemukan seorang pun. Sampai malam tiba, ada petunjuk untuk mengikuti permainan.
Rupanya mereka masuk ke dunia game yang mempertaruhkan nyawa. Mereka harus berhasil menyelesaikan tantangan di dalam game itu kalau mau selamat. Satu per satu teman Arisu pun tewas. Hingga tersisa Usagi, teman perempuan yang diselamatkannya. Bagaimana cara mereka keluar dari dunia game itu?
Baca juga: Review Film Zombie Terbaru 2020
Sweet Home
Saya sudah baca duluan webtoonnya, karena drakor ini diangkat dari komik di webtoon. Keren sekali memang komik-komik di webtoon sudah banyak yang diangkat jadi drakor. Di Indonesia juga mulai ada sih drama seri yang diangkat dari novel di aplikasi.
Ceritanya persis sama dengan di webtoonnya. Berkisah tentang Hyun Su, pemuda pemalas yang lebih suka main game, tiba-tiba kehilangan orangtua dan adiknya dalam kecelakaan mobil. Untuk menyambung hidup, Hyun Su menjual rumah orangtua dan pindah ke apartemen kecil.
Ada untungnya juga dia malah keluar rumah, karena dunia sedang berubah. Semua orang menjadi monster menakutkan. Monster itupun menyerang apartemen dan menginfeksi penghuninya. Hyun Su dan beberapa orang lainnya harus bertahan menghadapi serangan monster. Bahkan, Hyun Su juga terinfeksi, tetapi tubuhnya tidak langsung menjadi monster.
Kedua drama ini sukses membuat saya menonton sampai akhir karena memang seru dan menegangkan. Kalau ditanya mending nonton yang mana duluan? Maka pilihan saya sudah benar, yaitu Alice in the Borderland karena tensi ketegangannya tidak berhenti sampai akhir dan tidak terlalu banyak drama melankolisnya.
Kedua film seri ini sebaiknya ditonton untuk orang yang sudah berusia di atas 18 tahun karena adegan kekerasannya sangat nyata (gore dan disturbing), meskipun tidak terlalu mengerikan. Tapi buat orang yang jantungnya lemah, lebih baik tidak menonton.
Alice in the Borderland juga tidak nyaman di mata untuk orang yang tidak suka melihat adegan seksual (meskipun hanya samar-samar) dan wanita-wanita berpakaian bikini. Setelah sampai di pantai, tempat yang dipercaya bisa memberikan kebebasan dari dunia game, semua wanita harus memakai bikini agar tidak menyembunyikan senjata apa pun. Kebayang kan jadinya menonton film yang isinya wanita berbikini semua?
Saya malah mikir, apa pemain wanitanya nggak risih ya syuting memakai bikini terus? Soalnya pakai bikini itu bukan cuma di pantai, tapi di semua tempat pun harus berbikini. Jepang memang lebih bebas daripada Korsel. Kalau di Korsel, tayangan televisi harus aman, bahkan disensor untuk adegan-adegan kekerasan. Pakaian wanita juga relatif aman.
Itu kenapa di Sweet Home masih relatif aman dari adegan seksual dan wanita berpakaian seksi. Sudah banyak kasus tayangan televisi di Korsel yang mendapatkan protes karena adegan melewati batas aman seperti adegan seksual dan tubuh telanjang. Kecuali adegan gorenya, Sweet Home masih bisa ditonton oleh penonton usia 13+.
Baca Juga: 5 Film Korea Berkualitas
Hanya saja di Sweet Home, adegan dramanya juga banyak. Jadi terkesan sedikit bertele-tele karena diniatkan mengumbar kesedihan. Jadi jangan berharap pada tokoh-tokoh di sini kecuali tokoh utamanya ya, karena semuanya bisa mati. Yang ada nanti kecewa kenapa tokoh yang kita suka kok mati.
Akhir kisah kedua seri ini juga menggantung, sehingga bisa dibuat sekuelnya. Yang pasti sih, nikmati saja keseruan dan ketegangannya. Nggak akan berhenti menontonnya deh! Terutama untuk penggemar film thriller fantasi.
alice in borderland aja bun, bagus cerita di komikna . endingnya ngejutin
ReplyDeleteDari dulu paling gak bisa menikmati film2 horror termasuk zombie-zombie-an. Penakut kalik ya, haha.
ReplyDeleteNah, iya. Kita punya persepsi yang sama akan film Jepang. Utk film Jepang, Favoritku sampe sekarang adalah animasi Ikkyu San. Besssstt!!!
baru ngintip 5 menit pertama dua2nya... soalnya takut pas nonton ketahuan anaku.
ReplyDeletekudu super ngumpet nih nontonnya.
etapi jantungku lemah, gampang kagetan tapi penasaran :D
Aku LBH tertarik sweet home sih mba. Banyak temen2 yg rekomenin hahahaha. Aku sbnrnya sama kayak mba, kurang suka drama dan film Jepang . Ntahlaaah, kurang menggigit kalo buatku :D.
ReplyDeleteNtr deh, aku baca LBH banyak dulu review ttg si Alice ini, supaya bisa tertarik hahahaha