Minggu lalu di lini media sosial saya ramai dengan berita tentang BPJS Kesehatan yang mengurangi pelayanan JKN KIS seperti Katarak, Fisioterapi, dan Persalinan Bayi Sehat. Beritanya masif sekali sehingga menimbulkan kecemasan para peserta JKN KIS.
Berita yang beredar menyebutkan bahwa BPJS Kesehatan akan bangkrut karena defisit keuangan. Demi mencari kebenarannya, saya mengikuti acara Ngopi Bareng BPJS Kesehatan bersama media dan blogger. Tanggal 2 Agustus 2018 lalu di Jakarta Timur.
Tak tanggung-tanggung narasumber yang dihadirkan adalah para pakar di bidangnya yang akan memberikan kita penjelasan mengenai efektivitas BPJS Kesehatan dalam melayani peserta JKN KIS. Mereka adalah:
1. Nopi Hidayat - Kepala Humas BPJS Kesehatan
2. Agus Pambagio - Pengamat Kebijakan Publik
3. Chazali Situmorang - Pengamat Asuransi Kesehatan
4. Budi Mohammad Arief - Deputi Direksi Bidang Jaminan Pembiayaan Kesehatan Rujukan.
Ribut-ribut mengenai berkurangnya penjaminan JKN KIS dipicu oleh terbitnya peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan yang menyebutkan akan mengatur penjaminan pelayanan operasi katarak, bayi baru lahir, dan rehabilitasi medik. Peraturan ini untuk memastikan agar para peserta mendapatkan pelayanan yang bermutu, efektif, dan efisien dengan tetap memperhatikan keberlangsungan program BPJS Kesehatan.
Budi Mohammad Arief selaku Deputi Direksi Bidang Jaminan Pembiayaan Kesehatan Rujukan menyebutkan bahwa jumlah peserta BPJS Kesehatan di Indonesia selama 4,5 tahun ini per Agustus 2018 sudah di angka 200 jutaan. Pertambahannya sangat signifikan dibandingkan dengan di negara lain. Seperti Korea Selatan yang butuh puluhan tahun untuk mendapatkan 40 jutaan peserta.
Masyarakat kita sangat bersemangat menjadi peserta BPJS Kesehatan karena memang sudah terbukti manfaatnya. Masalahnya, ternyata dari 200 jutaan itu, banyak peserta yang tidak aktif lagi dan tidak membayar iuran JKN KIS setelah mendapatkan manfaat atau penjaminan.
Contohnya nih, si A sakit dan biaya RS dijamin oleh JKN KIS. Setelah sembuh, eh dia tidak membayar iuran BPJS lagi. Nah, peserta yang seperti itu yang membuat BPJS Kesehatan mengalami defisit. Sekitar 13 jutaan peserta ini berhenti membayar iuran JKN KIS setelah merasa dirinya sehat.
Ada 10 jenis penyakit yang memakan biaya besar, salah satunya operasi katarak yang telah memakan dana 10 trilyunan. Tahun 2017 saja, keluar dana 2,65 Trilyun Rupiah untuk biaya operasi Katarak. Ironisnya, setelah dioperasi dan bisa melihat lagi, eh peserta berhenti membayar. Gimana nggak defisit?
Sedangkan penjaminan persalinan bayi sehat telah memakan dana 1,17 Trilyun Rupiah dan Rehabilitasi Medik (Fisioterapi) 965 Miliar. Bukan nominal yang kecil ya. Belum lagi biaya pengobatan penyakit Katastropik yang sebenarnya bisa dicegah dengan pola hidup sehat, seperti Diabetes, Stroke, Gagal Ginjal, dll.
Baca Juga: Senam Sehat BPJS Cegah Penyakit Katastropik.
Dulu peserta belum diatur mengenai batas maksimal berobat..Contohnya Rehabilitasi Medik. Ada satu orang peserta yang melakukan Rehabilitasi Medik hingga 29 kali dalam sebulan padahal 3 kali sebulan juga sudah cukup. Kenapa? Ya karena dijamin BPJS jadi semena-mena. Lupa kalau di dalam biaya pengobatan itu ada uang patungan dari peserta lain.
Itu mengapa akhirnya sebagai tindak lanjut dari Rapat Tingkat Menteri di awal tahun 2018, tentang sustainibilitas program JKN KIS, ditetapkan bahwa BPJS Kesehatan harus fokus pada mutu layanan dan efektivitas pembiayaan.
Catat nih kata kuncinya: Efektivitas Pembiayaan dan Mutu Layanan.
Banyak yang bilang kalau BPJS telah menurunkan standar pelayanan. Kenyataannya, BPJS justru belum memiliki standar pelayanan. Makanya sekarang dibuat standarnya. Aturannya. Biaya persalinan, operasi katarak, dan rehabilitasi medik tetap ditanggung tapi disempurnakan sistemnya agar efektif dan efisien, serta seimbang dengan kemampuan finansial BPJS Kesehatan..
Beberapa penyakit berbiaya tinggi seperti jantung, kanker, cuci darah, persalinan bayi sehat, katarak, dan rehabilitasi medik telah dianalisa sehingga diputuskan untuk melakukan efektivitas pembiayaan sesuai dana yaitu pada 3 layanan: persalinan bayi sehat, katarak, dan rehabilitasi medis.
Untuk biaya persalinan, jika bayi lahir sehat maka hanya biaya persalinan Ibu yang ditanggung. Perawatan bayi sehat, tidak ditanggung BPJS. Lain halnya jika terjadi persalinan dengan kondisi membahayakan sehingga harus operasi ceasar, maka biaya operasi dan perawatan bayi yang sakit akan ditanggung oleh BPJS Kesehatan.
Untuk operasi katarak, PERDAMI (Persatuan Dokter Mata seluruh Indonesia) pun dikumpulkan untuk mendiskusikan apakah semua penderita katarak perlu dioperasi? Ternyata hanya kasus katarak dengan visus penglihatan 6/18 yang dioperasi. Kasus katarak yang ringan belum perlu untuk dioperasi.
BPJS pun menentukan batas visus yang bisa dioperasi. Jika penderita katarak terancam mengalami kebutaan, maka diperbolehkan dioperasi. Tapi jika masih bisa melihat dengan baik, ya nanti saja operasinya.
Efisiensi ini perlu dilakukan agar program BPJS dapat terus berjalan. Kalau defisit terus, bisa-bisa banyak faskes dan rumah sakit yang tak bisa dibayar. Akhirnya, pelayanan kesehatan pun terkendala. Jadi, setiap rupiah yang dikeluarkan disesuaikan dengan prioritas pasien yang paling membutuhkan.
Untuk Rehabilitasi Medik, pasien mendapatkan jatah 4 kali sebulan. Bukan dihilangkan ya tapi dikurangi jatahnya agar bisa berbagi dananya dengan peserta JKN KIS yang lain. Tentunya ini baru akan sukses kalau fasilitas kesehatan dan rumah sakit juga mau bekerjasama dengan memprioritaskan kondisi peserta yang memang membutuhkan penjaminan BPJS.
Agus Pambagio, Pengamat Kebijakan Publik menyebutkan bahwa kehadiran BPJS Kesehatan sudah sesuai dengan Undang-undang. Pembiayaannya berasal dari APBN dan Iuran Masyarakat sehingga penggunaannya harus dikontrol. Bijaklah dalam mengklaim biaya layanan kesehatan dengan menggunakan BPJS, karena itu adalah uang kita bersama.
Jangan ada pihak lain yang tidak berhubungan dengan BPJS, memggunakan uang BPJS karena itu akan menyebabkan kebangkrutan. Siapa sajakah mereka? Ya bisa saja kalangan internal BPJS yang menggunakan dana untuk pribadi (korupsi) atau Rumah Sakit yang bermain curang dengan menjual obat mahal untuk pasien padahal ada obat generik dengan kualitas yang sama.
Atau, ada teknologi pengobatan berbiaya tinggi, sementara masih bisa menggunakan cara lama yang biayanya lebih murah dan hasilnya tidak jauh berbeda. Intinya mah, hati-hati menggunakan uang BPJS Kesehatan. Efisiensi biayalah, apalagi BPJS sedang defisit.
Dewan Pertimbangan Medik berkuasa penuh untuk melihat semua peraturan yang diputuskan oleh BPJS..Jadi jangan khawatir, efektivitas layanan ini sudah dikonsultasikan dengan Dewan Pertimbangan Medik sehingga tidak akan membahayakan pasien.
Chazali Situmorang, Pengamat Asuransi Kesehatan mengkritisi kehadiran BPJS Kesehatan yang terkesan dipaksakan karena aturannya baru dibuat sehari sebelumnya. Sehingga standar pelayanannya belum ada dan akhirnya mengalami defisit. Pada tahun 2018 saja, pembiayaan 87 Trilyun sedangkan pemasukan hanya 80 Trilyun..Wow, defisit 7 Trilyun bukan main-main lho.
BPJS tidak bisa cost sharing dan bukan BUMN. Jadi, bagaimana mengatasi masalah defisit ini? Ya bayar iuran BPJS tepat waktu dan kalau sudah dapat manfaatnya, jangan mangkir bayar. Yang utama sih, semoga kita semua selalu dikaruniai kesehatan. Ibarat sebuah mobil, BPJS Kesehatan itu hanya ban serep yang baru dipakai kalau ban utamanya bocor..Tapi kita tetap harus berjaga-jaga supaya ban utamanya nggak bocor yaitu berhati-hati dan selalu periksa kondisi ban.
Jadi, tidak benar ya kalau efisiensi BPJS Kesehatan akan merugikan peserta JKN KIS? Justru dengan efisiensi ini maka kesinambungan program BPJS Kesehatan dapat terus berjalan.
Aku bukan tim medis jadi ga ngerti juga berapa kali kebutuhan terapi sampai sembuh. Semoga aturan ini memudahkan peserta JKN KIS mengakses pelayanan kesehatan yang memadai.
ReplyDeleteAgak kelewatan juga sih kalau seharusnya cukup 3x, tapi malah sampai 29x. Ya mungkin harus bikin peraturan yang win win solution buat semuanya
ReplyDeleteBPJS dibuat untuk membantu warga,cuma mungkin harus ada peraturan yang saling menguntungkan. Apalagi sekrang BPJS diwajibkan ya. Cmiiw.
ReplyDeleteWew, defisitnya besar juga yaa... Semoga ada jalan keluar terbaik untuk sistem kesehatan di Indonesia ya...
ReplyDeleteYah, orang yg gak mau bayar iuran setelah sehat itu namanya gak tau terima kasih & membebani negara. Banyak yg model gini...
ReplyDeleteMungkin BPJS juga sistemnya masih belum sempurna. Tetapi, juga dari masayarakatnya harus paham tentang prosedur BPJS dan gak bisa seenaknya.
ReplyDeleteSemoga kedepan BPJS adalah program pemerintah yg berhasil ke dpn nya. Krn saat ini BPJS sangat membantu kita masyarakat Indonesia
ReplyDeleteOh iya mba yang kemarin marak itu ya di media sosial bahwa bpjs itu merugikan. Kalau ada isu yang negatif saya suka ga ikut komentar soalnya takut salah karena belum tahu yang sebenernya. Sekarang seneng ya kalau ada isu negatif, pihak bpjsnya bsa mngdakan acara kyak gini
ReplyDeleteBPJS marak banget tersebar isu miring, bahkan beberapa bulan lalu adik saya bilang kl BPJS akan menghapus beberapa program pelayanannya mbak. Entahlah, siapa ini oknum di belakang semua isu
ReplyDeleteSatu sisi rakyat butuh pengobatan, tapi disisi lain jangankan utk bayar iuran bpjs utk makan sehari2 saja kadang mereka nggak cukup.
ReplyDeleteKalau yg dibayarkan oleh kantor mgkn nggak terlalu pusing ya. Tapi kalau yg pribadi. Sementara rakyat kita lebih banyak swasta atau bekerja dengan upah minim.
Semoga ada win win solution utk masalah kesehatan ini ya.
bagusss y mbk acaranya kenalan sama bpjs. jd dpt sumber lgsg nya
ReplyDeleteacaranya keren, jadi tahu banyak tentang bpjs. semoga masyarakat mau lebih disiplin membayar, jd bisa untuk subsidi silang. makasih artikelnya
ReplyDeleteMbaa, kemarin aku pakai BPJS untuk mengobatin suami. Alhamdulillah membantu banget dan nggak keluar biaya. Teryata rehabilitasi medis itu tetap di cover BPJS tapi hanya 8 kali sebulan ya mba
ReplyDeleteJadi tahu yg sbenarnyay mba smoga bpjs smkin baik pelayananya
ReplyDeleteSyukurlah saya sekeluarga termasuk warga negara yang tepat waktu membayar BPJS dan sudah merasakan manfaatnya.
ReplyDeleteMungkin ini alasannya kenapa lahiran normal yang ditanggung yang di faskes ya, klo di dokter bisa semua yang lahiran normal pada ke spesialis...bpjs bangkrut. Biayanya berlipat-lipat, periksa aja 600an ribu. Aku baru paham, tadinya sempet ih kok gitu ya
ReplyDeleteYah gmn yah... di satu sisi meringankan, tapi kalau misal kontrol sekian puluh kali ya bikin bpjs jebol jg, moga2 ada solusi terbaik...
ReplyDeleteSangat membantu sekali yah.. Bahkan smp lahiran & bayi yg membutuhkan penanganan khusus pun masih dicover BPJS
ReplyDeleteSetiap peraturan pastilah udah dipertimbangkan dengan baik ya, Mbak, dan BPJS pastilah mementingkan peningkatan kesehatan masyarakat juga dengan perbaikan layanan dan fasilitas. Seharusnya, masyarakatnya pun dukung kerja dan program2 BPJS, salah satunya dengan rajin bayar iuran.
ReplyDelete