Wednesday, February 21, 2018

Tinggalkan Dia karena Dia adalah Suami Orang



Di usia 22 tahun, saat aku sedang mengikuti kursus bahasa Inggris agar bisa meningkatkan nilai TOEFL sehingga lekas mendapatkan pekerjaan, aku berkenalan dengannya. Seorang gadis yang rumahnya satu daerah denganku tapi kami baru berkenalan di tempat kursus. 


"Aku dari Lampung dan sekarang tinggal bersama tanteku," ceritanya. 

Oh pantas aku tidak kenal karena dia pendatang. Dia mirip denganku yang saat itu masih gemar memakai baju gamis dan jilbab panjang. Bahkan jilbabnya lebih panjang dariku. Usianya 24 tahun. Selain ikut kursus bahasa Inggris, dia juga sudah bekerja sebagai guru honorer di sebuah SD dengan gaji Rp 200.000/bulan. 

"Gajinya kecil tapi pekerjaanku lebih banyak daripada guru tetap," curhatnya. 

Selama beberapa bulan kami berteman dan berbincang dalam perjalanan pulang dari tempat kursus, rasanya dia yang paling banyak bercerita tentang kehidupannya. Sampai kisah paling rahasia pun diceritakannya kepadaku. 

"Aku sedang jatuh cinta pada pria beristri," ceritanya. 

"Yang benar?" aku malah tertawa mendengarnya. Jatuh cinta itu hal biasa, apalagi di usia kami. Kami sudah lulus kuliah..Bahkan banyak teman yang sudah menikah. Aku pun sering jatuh cinta saat kuliah. Aku juga pernah jatuh cinta pada pria beristri yaitu dosenku. Dosen muda. Kukira belum menikah. Setelah tahu beliau sudah menikah, aku tak jadi jatuh cinta. Jatuh cinta pada pria beristri itu berat. Lagipula bagiku jatuh cinta itu mudah. Tinggal cari sosok lain untuk dijatuhi cinta. Buat apa memaksa diri jatuh cinta pada pria beristri? Tapi tentu kisahku dan kisahnya berbeda. 
"Benar. Dia dosen di sebuah universitas Islam." Temanku dari Lampung meneruskan ceritanya. "Dia banyak membantuku selama aku di sini." 

Raut wajah temanku terlihat serius. Seperti memendam kesedihan mendalam. 

"Kamu tahu dia sudah punya istri?" tanyaku. 

"Ya tahu. Justru aku sering ke rumahnya, bertemu dengan istrinya. Istrinya juga baik dan sering membantuku." 

Aku diam. Menyimak ceritanya. 

"Perasaanku sebenarnya hanya kagum karena beliau orang cerdas. Kehidupannya sudah mapan. Dan dia banyak menolongku. Tapi...." temanku menggantung ceritanya. 

Oh ya, saat itu kami berjalan kaki dari turun angkot lalu masuk ke dalam perumahan tempat tinggal kami. Lumayan mengirit ongkos ojek. Aku pengangguran dan temanku hanya berhonor 200 ribu per bulan. Tak heran jika betisku besar. Aku selalu berharap ada pangeran tampan dan kaya yang melamarku supaya terlepas dari semua penderitaanku ini tapi sayangnya semua lelaki yang dikenalkan kepadaku itu tak memenuhi kriteria. Ada yang suaranya terlalu ngebass. Ada yang usianya terpaut 10 tahun denganku. 

"Suatu hari dia bilang kalau dia mencintaiku....." 

Alamaak... Aku ternganga. Salah satu momen mengharukan bagi seorang wanita adalah saat seorang lelaki menyatakan cinta kepadanya. Serius. Mengapa? Itu mengangkat harga diri wanita tersebut. Seorang lelaki jatuh cinta kepada wanita itu pasti ada alasannya. Dan wanita selalu berpikir dirinya cantik dan menarik sehinga dicintai. Merasa diri cantik dan menarik adalah kebanggaan. 

Aku sendiri menunggu saat seorang lelaki menyatakan cinta kepadaku sejak terakhir kali dilakukan teman SMA di akhir masa belajar kami. Sayangnya, dia belum kuliah dan bekerja jadi kutinggalkan dia demi seorang lelaki yang lebih mapan. Maaf, sebab aku bukan Milea yang bisa menjalani cinta hanya dengan kalimat gombal. Aku selalu berpikir bahwa kehadiran lelaki adalah untuk membayariku makan, membelikan pakaian, bla bla bla. 

"Terus gimana?" aku tak sabar mendengar ceritanya. 

"Aku bingung. Kukira aku hanya kagum. Tapi setelah dia menyatakan cinta, kenapa rasanya aku juga jatuh cinta kepadanya?" 

Aku meliriknya, gemas. "Pastinya kamu tidak akan menerima cintanya kan?" Aku yakin temanku tidak akan karena dia terlihat solehah dengan gamis dan jilbab panjangnya itu. 

"Itulah yang membuatku bingung. Dia sesuai kriteriaku. Dia cerdas dan sudah mapan." 

"Tapi dia sudah punya istri...." 

"Dan 3 anak yang masih kecil. Dia menawarkan poligami tapi istrinya menolak. Istrinya seketika membenciku. Jadi sekarang aku sudah tak pernah ke rumahnya tapi Pak Dosen masih sering menemuiku. Aku harus bagaimana? Katanya, poligami itu boleh tanpa sepengetahuan istri pertama." 

Aku menatapnya gamang. Kenapa jadi aku yang gamang? Aku punya banyak nasihat untuknya tapi tak ada yang keluar karena dia lebih banyak bicara. Aku hanya bilang, 

"Tinggalkan dia karena dia suami orang." 

Lalu cepat dibantah, 

"Aku sudah coba tinggalkan tapi dia mengancam akan main perempuan dan mabuk-mabukan." 

Aku terkejut. Dosen di sebuah universitas Islam tapi mabuk dan main perempuan?! Kalau aku sih sudah pasti akan kutinggalkan tapi berbeda dengan temanku yang sudah kesengsem berat. 

"Kamu pasti dapat yang lebih baik dari dia karena kamu cantik dan berpendidikan. Tinggalkan dia karena dia suami orang dan punya 3 anak kecil." 

"Dia bilang dia sudah tidak nyaman dengan istrinya. Istrinya itu tidak menyenangkan."

"Tinggalkan dia karena dia suami orang. Aku hanya bisa menyarankan itu. Kalau aku, lebih baik menunggu lelaki lain yang masih lajang. Toh, usia kita masih muda. Masih banyak waktu untuk menunggu." 

"Tanteku sampai hari ini belum menikah padahal dia cantik dan sudah bekerja. Usianya 40 tahun." 

Wuih, cerita yang lain lagi. Tapi dari cerita tantenya aku semakin tahu mengapa temanku sulit melepaskan Pak Dosen. Dia khawatir tidak ada jodoh seperti tantenya. Dia khawatir bila meninggalkan Pak Dosen, dirinya tidak akan menemukan jodoh yang lebih baik. Dia adalah potret seorang wanita yang bergantung kepada sosok seorang lelaki. Wanita di usia jelang 25, sangat ingin menikah tapi belum ada lelaki lajang yang melamarnya, bekerja dengan gaji kecil, dan galau akan masa depan. 

Wanita-wanita itu sangat banyak. Aku pun salah satunya tapi aku punya prinsip hanya akan menikah dengan lelaki lajang, keren, cerdas, dan berpenghasilan. Bukan pria beristri. Dan walaupun suamiku nantinya lelaki mapan, aku tidak boleh 100% bergantung kepadanya karena hanya Allah tempat bergantung. Sebab, suami hanya titipan. Dia bisa pergi dipanggil Allah atau disambar pelakor (naudzubillah). Prinsip itu menjadi sugesti yang akhirnya berhasil kuwujudkan di usia 25 tahun dengan doa dan usaha.  Bagaimana dengan wanita-wanita lain?
Dia mengirimiku sms setelah kami menyelesaikan kursus bahasa Inggris dan tak lagi bertemu. 

"Aku sekarang di Lampung. Aku akan mencari pekerjaan di sini. Doakan aku semoga dapat pekerjaan yang bagus dan jodoh yang lebih baik. Kalau aku tetap di Jakarta, aku tidak akan bisa menjauhi Pak Dosen. Aku kangen saat kita jalan bersama. Semoga kita bisa bertemu lagi di masa depan." 

Aku tersenyum membaca pesannya. Syukurlah kalau begitu. Setidaknya dengan keputusan itu, kau tidak menjadi penyebab wanita lain menangis di tengah malam setiap hari, stress, dan frustasi sehingga terkena penyakit berat seperti yang dialami oleh mamaku saat usiaku 17 tahun. Ceritamu telah kutulis dalam sebuah novel dengan banyak tambahan fiksi. Kemarin aku mendapatkan surat dari seorang wanita dengan usia yang sama dengan kita dulu. Dia sangat ingin membeli novel itu karena dia juga sedang menjadi seorang wanita kedua. 

Novel yang terinspirasi kisahnya 


Pesanku, tinggalkan dia karena dia adalah suami orang (dan ayah dari anak-anak yang pasti bersedih bila ayahnya nikah lagi terlebih bila harus bercerai dengan ibunya). 

Menjadi wanita kedua pun tidak mudah. Apalagi di zaman sekarang ketika media sosial mampu membuat semua berita menjadi viral. Berita para pelakor (perebut laki orang) akan dengan cepat tersebar dan itu lebih berat daripada sekadar melangkahkan kaki untuk pergi menjauh dari seorang lelaki beristri. 

@LeylaHana


21 comments:

  1. Terharu, Mbak. :'D

    Jatuh cinta bukan kesalahan, tapi memang sebaiknya bijak ketika jatuh cinta pada suami orang lain. Kalau kita mau, pasti bisa mengalihkan perasaan itu untuk mencintai orang lain yang masih sendiri. :D

    ReplyDelete
  2. Jadi pengen baca bukunya, Mbak. Pasti ceritanya cewek banget. Apalagi tema tentang perempuan mencintai suami orang lagi jadi pembicaraan hangat sekarang.

    ReplyDelete
  3. Janganlah kita jatuh cinta pada suami orang. Kasian sekali jika anak-anak yang kemudian juga harus menanggung masalah di kemudian hari :(

    ReplyDelete
  4. Ceritanya dalem banget mbak. Kok aku jadi penasaran baca novelnya ya? Hehehe

    ReplyDelete
  5. Soal wanita kedua ini saya jadi ingat dialog di film. Intinya seorang pria takkan begitu saja meninggalkan istri pertamanya demi wanita lain. Apalagi kalau sudah punya anak. Kecuali mungkin untuk kasus-kasus tertentu

    ReplyDelete
  6. Ceritanya bagus bgt mbak...akhirnya temannya itu sudah dapat jodohkah mba?

    ReplyDelete
  7. Aku mau nangis sesungguhnya saat baca ini. Aku bukan mencintai suami orang. Tapi posisiku adalah yg kedua dalam pilihan seseorang. Aku tak pernah bisa mengerti kenapa pria bisa semudah itu jatuh hati.

    ReplyDelete
  8. Wahh tulisan nya keren mbak..sukaa

    ReplyDelete
  9. Keren ih mbak, kisah nyata jadi satu bukuuuu

    I wish i could

    ReplyDelete
  10. Serem ya jatuh cinta sama suami orang, banyak nih kasus2 dosen muda gini, punya istri dan anak tapi masih nyari mahasiswinya, duhh. Udah gitu mahasiswinya juga ada yg centil dan keras kepala gak mau ninggalin suami orang, deuh.

    ReplyDelete
  11. Temanku juga tuh, guru ngaji, tiap.hari dateng ke rumah muridnya eh dilamar bapaknya muridnya

    ReplyDelete
  12. Aku rasany deg baca ini mba. Ternyata dalam kisah nyata hal hal kaya gini beneran ada..hiks

    ReplyDelete
  13. Judulnya move on, syukuri ada yg dimiliki y.mba,,, karena udah ada campur tangan Allah d sana,pinjm bukunya boleehh

    ReplyDelete
  14. aku mau bukunya pake ttd dong.. hehehe..

    ini ga dijual ebook lagi?? hehehe..

    ReplyDelete
  15. duh tersentuh, pernah jumpa lagi kah? semoga temannya bahagia ya mba..

    ReplyDelete
  16. Wah..jatuh cinta yang salah sasaran ya. Mengerikan. Mesti cari pria lain aja yang belum ada pemiliknya.

    ReplyDelete
  17. Sekarang temennya Mba El itu gimana mba? Yah, kan aku jadi kepo.. :D Tapi memang akan ngaruh banget ke anak ya.. Udah ada sebutan fatherless country pun saat peran ayah mulai pudar. Poligami pun menurutku peran ayah jadi gak bisa total ke anak, apalagi kalau anaknya dari istri2nya banyak dan masih kecil pula.. Sedih jadinya..

    ReplyDelete
  18. Hiks, terharu bacanya mbak. Moga kita dan keluarga kita terhindar dari pelakor ya

    ReplyDelete
  19. Terharu baca cerita Mbak Leyla. Dan keren dari kisah seseorang bisa mnjadi sebuah buku yg inspiratif

    ReplyDelete
  20. Punya pengalaman teman yang jatuh cinta ma suami org. Lha emang dorongan itu ada sampai akhirnya mau jadi yang kedua. Pdhl orgnya pinter, berpindidikan, dan semua yg dilakukan selalu pakai perhitungan tapi utk hal yg satu itu enggak :(
    Mungkin nafsu kali ya... Tau deh

    ReplyDelete
  21. serem y mba jangan sampe keluarga kita terjerat sama nafsu sesaat doang lupa semuanya, beruntung teman mba bisa mabil keputusan sehat menjauh dari dosen itu. ceritanya bagus mba

    ReplyDelete

Terima kasih atas komentarnya.
Mohon gunakan kata-kata yang sopan dan santun yaaa.....