Cetakan kedua |
Assalamualaikum. Menghadapi pagi dengan setumpuk cucian piring di wastafel dan cucian baju di dalam mesin, aku menyantap sepiring nasi goreng sisa sarapan anak-anak dan suamiku yang tidak habis. Sementara itu, anakku yang bungsu sedang main game di handphoneku. Dia akan pergi bimbel nanti siang selama satu jam saja karena umurnya baru 4 tahun.
Tubuhku pegal-pegal. Setiap hari rasanya begitu. Orang bilang, jangan sok berlaku pahlawan dengan mengambil alih semua pekerjaan. Phiuh. Seandainya ada asisten rumah tangga, siapa yang menolak. Setahun lalu, aku punya asisten. Dia berhenti karena hamil. Kemudian aku memilih untuk tidak punya asisten karena aku malas beradaptasi lagi. Tidak mudah mendapatkan asisten yang cocok. Setelah gonta-ganti asisten, hanya si Bibi itu yang cocok denganku. Aku coba melakukan semuanya sendiri.
Mengapa tak minta bantuan suami? Suamiku membantu juga, tapi aku pun tahu bahwa dia menghadapi tanggung jawab nya sendiri. Setelah mengantar anak-anak ke sekolah, dia akan bergelantungan di dalam kereta listrik jabodetabek selama 45 menit karena tidak akan mungkin mendapatkan tempat duduk pada jam padat. Aku tahu rasanya berada di dalam KRL pada pukul 7-9 pagi. Bukan hanya bergelantungan, tapi kau akan merasa seperti ikan sarden yang dijejalkan ke dalam kaleng sempit. Bernapas pun sulit. Kau akan bermandikan peluh, meskipun sejam sebelumnya kau sudah mandi dengan parfum satu botol. Terkadang kau khawatir kulitmu tertular penyakit kulit dari orang berkulit loreng-loreng yang berimpitan denganmu.
Suamiku sampai di rumah sekitar jam 8-9 malam. Saat itu aku juga baru selesai menyapu dan mengepel lantai, lalu mandi. Aku sengaja membersihkan rumah menjelang tidur, karena percuma saja kubersihkan pagi-pagi jika akan berantakan lagi saat anak-anak pulang. Kulihat suamiku dengan rambut yang telah dipenuhi uban dan kemeja yang basah oleh keringat atau air hujan, duduk di atas meja dan baru makan malam. Dia sering terkena magh akibat terlambat makan. Dalam kondisi seperti itu, mana mungkin aku tega menyuruhnya membantu pekerjaan rumah tangga?
Kami sama-sama memikul tanggung jawab sejak ijab Kabul. Tanggal 18 November 2006, hampir 10 tahun yang lalu. Konsekuensi dari sebuah pernikahan. Rasa manis, asam, pedas, dan pahitnya pernikahan itu sungguh-sungguh kami rasakan. Apa bedanya dengan memakan sepiring nasi pecel bersama teh manis? Lalu ditutup dengan sepiring mangga yang asam karena ternyata belum matang benar. Ketika sudah masuk ke dalam perut, tetap akan mengenyangkan. Kau tahu, dalam hidup ini, kita tidak hanya merasakan yang manis saja. Terlalu banyak makan manis justru akan menimbulkan diabetes.
Menikah adalah pilihanmu sendiri, kecuali kau dijodohkan saat masih kanak-kanak dan belum bisa memilih. Ketika kau menikah tanpa paksaan, baik itu dengan lelaki yang masih lajang maupun yang sudah punya istri, kau tahu bahwa akan ada konsekuensi di belakangnya. Kau pikir pernikahan itu Surga? Bukan. Tetapi jika kau yakin, dia bisa menjadi salah satu jalan ke Surga.
Sebab hidup sesungguhnya adalah rentetan ujian. Kau sudah diuji sejak masih di dalam Kandungan. Ibumu diuji. Ayahmu diuji. Semua pilihanmu akan diuji. Kau sendiri yang menentukan apakah dapat lulus dari ujian ataukah tidak. Dan Surga adalah tempat untuk semua orang yang lulus ujian. Setiap orang memilih jalannya sendiri untuk masuk Surga. Ada yang menjadi pekerja sosial, relawan kemanusiaan, guru anak-anak miskin, pemimpin negara yang adil, dan sebagainya. Aku memilih jalan ke Surga dengan menjadi istri dan ibu.
Kita sering mendoakan orang lain yang baru menikah, "semoga langgeng sampai akhir hayat." Namun, tahukah kita bahwa ada doa yang lebih indah? "Semoga Allah memberkahi pernikahan kalian dan mempertemukan kalian kembali di Surga." Sebagaimana Muhammad dan istri-istrinya. Bahkan ketika Allah menyuruh Nabi Muhammad agar menikahi Aisyah, disebutkan bahwa "Aisyah adalah istrimu di Surga." Tidakkah kita berharap dapat terus bersama suami atau istri kita sampai di Surga, seperti junjungan kita, Rasulullah Saw dan istri-istrinya?
Maka, rasa ikhlas itu harus terus dijaga. Ikhlas menjalani pilihan yang sudah kita ambil. Alangkah indahnya jika suami dan istri berlomba-lomba melakukan kebaikan agar bisa masuk Surga melalui jalan pernikahan. Maka tidak akan ada salah satu pihak yang merasa dizalimi. Alangkah indahnya bila kita sama-sama bertekad, "suamiku (istriku), aku ingin masuk Surga bersamamu....."
so sweet...meski penuh peluh.
ReplyDeletembak, 'baca juga'-nya kok di bawah sendiri. jadi antiklimaks hehe...
Buru-buru nulisnya sambil nungguin mesin cuci, Mbak :D
Deleteaaa, blm direview nih , bentar yaa
ReplyDeleteAih selamat y mba uda cetak yang ke-2 saya belum pny juga xixixi..makin sukses y mb
ReplyDeletesaya sm suami abis nikah langsung LDRan dulu, dan SMS suami pertamakali tuh katanya pengen ketemu sampai di surga nanti, aaaaaah sweet banged, dalem memang ya mbak hihihi bukunyaaaa cocok jg ya dijadiin hadiah pernikahan
ReplyDeleteBuku yang bagus nih untuk panduan berumah tangga.. Pas banget dimiliki oleh setiap pasangan dalam mengarungi rumahtangga yang sakinah..
ReplyDeleteRomantisnya... Iya..pekerjaan emak2 selalu ada dan ada...btw, selamat mbak atas cetak ulang bukunya..
ReplyDeleteYg ditulis ini cuplikan isi bukunya ya?
ReplyDeleteSeneng ya bisa bikin buku, nggak kebayang waktu ngerjainnya, pasti butuh waktu dan energi banyak.
ReplyDelete