Selama sembilan tahun menikah, kami belum pernah merayakan lebaran di rumah sendiri. Selalu mudik, baik itu ke rumah orangtua dan mertua. Alhamdulillah, mudiknya dekat jadi bisa selalu diusahakan. Orangtua saya di Tangerang (kami tinggal di Bogor), sedangkan orangtua suami di Garut. Paling jauh perjalanan mudik itu ya ke Garut. Sebenarnya saya punya keluarga besar dari almarhumah Ibu di Solo, tapi sudah lama saya tidak mudik ke sana.
Tahun ini akhirnya saya bisa bertemu dengan keluarga besar Solo, karena kami mengadakan halal bi halal di Pekalongan. Setelah bertahun-tahun, saya bisa bertemu keluarga besar almarhumah ibu saya. Rasanya luar biasa. Cerita lengkapnya, baca di bawah ya. Semoga kamu masih mau meneruskan membacanya.
Persiapan Lebaran
Berhubung kami mudik, jadi persiapan lebarannya ya persiapan mudik. Baju lebaran dibeli dadakan, sama seperti tahun-tahun sebelumnya, menunggu THR turun. Alhamdulillah, hanya beli baju lebaran untuk suami dan anak-anak, karena saya mendapatkan hadiah baju dari sebuah lomba, dua minggu sebelum lebaran. Kami juga membeli hadiah lebaran untuk orangtua, mertua, dan keponakan. Uang lebaran (seperti angpau) untuk anak-anak baru disiapkan menjelang lebaran. Kue lebaran? Sebetulnya tidak perlu, karena kami akan meninggalkan rumah dan tidak ada tamu. Entah kenapa kemarin itu saya ingin sekali membuat kue lebaran. Saya sudah mencari resep-resepnya. Beberapa hari menjelang lebaran, saya mulai menyicil membuat kue.
Namanya juga sudah lama tidak membuat kue lebaran, jadi ada gagalnya huhuhu.... Saya membuat kue nastar, lidah kucing, Putri salju, dan sagu keju. Yang di foto ini adalah kue nastar dan Putri salju. Lidah kucing dan sagu kejunya... GAGAL! Lidah kucingnya gosong karena waktu memanggangnya terlalu lama. Sedangkan sagu kejunya tidak renyah karena memakai santan cair. Pelajaran buat saya, lebih baik tanya resep ke teman atau saudara saja daripada mengikuti resep di internet, hehehe..... Bukannya resep di internet itu salah semua, tapi kita tidak tahu juga yang benar yang mana. Dari sekian resep yang saya pilih, lah kok gagal semua. Setelah saya tanya ke saudara yang berhasil membuat sagu keju, ternyata memang ada resep yang berbeda dan akibatnya fatal. Kegagalan itu adalah pelajaran. Saya tidak kapok untuk membuat kue lebaran lagi, karena memang mengasyikkan. Bisa untuk ngabuburit juga kan. Siapa tahu nanti lama-lama jadi ahli.
Mudik ke Selatan
Perjalanan mudik yang pertama adalah ke Selatan, atau ke Garut, Jawa Barat. Kami berangkat hari Minggu pagi, tanggal 3 Juli 2016. Alhamdulillah, perjalanannya lancar, belum macet. Ah, bahagianya belum bertemu kemacetan. Beruntung sekali, berhubung tahun-tahun sebelumnya selalu kena macet. Apalagi setelah mendengar berita bahwa tahun ini arus mudik terparah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Yang perlu disyukuri pula, kami masih diberi kekuatan berpuasa meskipun sedang mudik.
Sampai di Garut, kami langsung diserang kesibukan membantu persiapan lebaran. Jalan raya Kota Garut sudah macet, jadi agak malas ke mana-mana. Di rumah ibu mertua juga sudah ada keluarga adik ipar. Rumah jadi ramai. Kebahagiaan tersendiri untuk ibu & bapak mertua yang biasanya di rumah hanya bertiga dengan adik ipar yang masih tinggal di rumah. Itulah salah satu manfaat mudik, memberikan kebahagiaan kepada orangtua yang selama ini jauh dari kita karena kita sudah tinggal di tempat baru. Si Kakek asyik bermain dengan cucu-cucu.
Allah Akbar... Allahu Akbar... Lebaran pun tiba. Senang rasa hati telah berhasil berpuasa sebulan penuh. Semoga ibadah puasa kita diterima Allah Swt. Kami salat di lapangan masjid depan rumah, hanya 100 meter dari rumah. Malamnya, baju-baju lebaran dipersiapkan. Zakat fitrah juga ditunaikan, supaya orang-orang yang tidak mampu juga bisa merayakan lebaran. Sayangnya, nafsu berfoto saya sedang lenyap. Jadi kami tidak punya foto saat mengenakan baju lebaran. Pulang salat Ied, bersalaman, lalu langsung makan ketupat. Selesai makan, langsung pergi bersilaturahim ke rumah-rumah saudara bapak mertua. Maklum, keluarga besar dan banyak anak kecil. Suami saya juga malas foto-foto. Cuma ada foto kami berdua di mobil saat menunggu penumpang, hehehe...
Seperti tahun-tahun sebelumnya, hari pertama lebaran kami mengunjungi rumah kakak-kakak bapak mertua yang sudah sepuh. Hari kedua, kami mengikuti silaturahim keluarga besar ibu mertua. Anak-anak banyak mendapatkan uang lebaran. Saya juga membagikan uang lebaran. Jika memiliki kelebihan rejeki, tak ada salahnya berbagi kebahagiaan dengan anak-anak setiap lebaran. Toh kalau ditotal jumlahnya tak sampai Rp 500.000 jika setiap anak mendapatkan Rp 10.000- Rp 25.000. Sebagai hiburan karena mereka sudah belajar berpuasa. Kapan lagi bisa memberikan uang kepada anak-anak yang setiap hari tidak kita temui? Adik-adik yang masih kecil dan keponakan-keponakan.
Acara silaturahim keluarga besar ibu mertua terlihat semarak karena anak-anak diajak mau ke depan dan mengikuti permainan-permainan menarik. Siapa yang berani maju, akan mendapatkan uang lebaran Rp 50.000/ anak. Sayangnya, dua anak saya yang besar tidak mau maju. Malah adiknya yang maju, meskipun tidak melakukan apa-apa. Hanya berdiri saja di depan, dapat deh 50 ribu. Pulangnya, anak-anak minta naik delman Garut. Ongkosnya hanya Rp 10.000 lho. Bukan per orang, tapi satu delman itu kami sewa sampai ke rumah. Anak-anak senang sekali naik di belakang kuda sungguhan. Lebaran memang menggembirakan hehe....
Hari terakhir di rumah mertua, belum cukup jalan-jalannya. Kami pergi lagi ke Kota Garut dan wisata kuliner di pinggir jalan. Makan siomay dan Es Goyobod bersama kakek, nenek, dan keluarga adik ipar. Kapan lagi kan bisa jalan-jalan bersama kalau bukan saat lebaran? Karena kami tinggal berjauhan, jadi tidak bisa bertemu setiap hari. Setelah satu minggu di rumah mertua, saya dan keluarga pulang dan melanjutkan mudik ke rumah orangtua saya di Ciputat. Sebelum lebaran, kami sudah mampir sebentar. Kali ini saya akan menginap selama seminggu karena anak-anak masih libur sekolah. Suami kembali ke Bogor, karena hari Senin sudah bekerja lagi.
Lebaran di rumah orangtua saya tidak ramai, karena keluarga dan saudara jauh semua. Orangtua almarhumah ibu sebagian besar di Solo. Yang tersisa hanya keluarga Ayah di Jakarta. Jadi, hari minggunya, kami ke rumah keluarga besar Ayah di Jakarta. Hanya 2 jam perjalanan. Anak-anak ribut minta beli kura-kura dari uang lebarannya. Kami mampir dulu ke Pasar Burung di Jatinegara. Selain menjual burung, juga banyak hewan lain. Harga kura-kura per ekor Rp 40.000, kandangnya Rp 25.000, dan makannya Rp 15.000.
Mudik ke Utara
Jumat, 15 Juli 2016, akhirnya yang ditunggu-tunggu pun tiba. Kami berangkat ke Pekalongan untuk silaturahim keluarga besar dari Solo. Setelah bertahun-tahun tidak bertemu, kami bisa kembali bertatap muka dengan keluarga dari almarhumah Mama. Kenapa di Pekalongan? Tempatnya memang berganti-ganti setiap tahun, keliling ke rumah saudara. Kali ini di rumah saudara yang ada di Pekalongan.
Berangkat ke Pekalongan |
Kami, empat keluarga dalam satu mobil: 7 orang dewasa dan 6 anak kecil. Wow, banyak ya hahaha... Maklum, ngirit ongkos. Memang sempit tapi senang, karena kami bisa tetap ngobrol. Coba kalau dipisah mobil, tidak bisa mengobrol. Untungnya, anak-anak tidak ribut dan tidak mengeluh. Perjalanan 9 jam dapat dilalui tanpa rusuh. Sesekali mereka mengeluh sempit, tapi tidak merepotkan. Resepnya:
- Bawa makanan dan camilan yang banyak.
- Bawa air minum: air putih, susu anak-anak, dan minuman manis.
- Bawa gadget/ tablet untuk main game atau dengar musik dan nonton You Tube. Percaya deh, ini obat yang manjur sekali.
- Dua kali berhenti dan beristirahat, sehingga anak-anak bisa melemaskan kaki sejenak. Orangtua juga bisa penyegaran setelah bersempit-sempit di Mobil.
- Mobil diservis dulu sebelum dibawa untuk menghindari masalah di jalan.
- Berdoa, tentu saja. Semoga Allah memberikan kelancaran dan keselamatan selama di perjalanan.
Kami pun sampai di Pekalongan menjelang tengah malam. Berbincang sejenak dengan keluarga di Pekalongan, sebelum akhirnya menutup mata alias tidur, untuk menyambut acara besar esok hari. Udara di Pekalongan sangat panas, sementara rumah yang kami tempat tidak ada AC. Phiuuh... Benar-benar ujian untuk anak-anak. Mereka susah tidur pada mulanya. Pintu depan pun dibuka lebar supaya angin masuk. Alhamdulillah, tidak ada maling masuk hehe.. Tidak terbayangkan kalau tiap hari di Pekalongan. Harus beli AC. Pekalongan memang terletak di pinggir pantai, jadi maklum kalau udaranya lebih panas.
Acara yang ditunggu pun tiba. Pagi hari kami sudah mandi semua. Di depan rumah saudara saya sudah dipasang tenda sejak semalam. Keluarga yang lain pun sudah berdatangan. Kami sarapan sambil berbincang. Jam 9, acara di mulai berapa perkenalan keluarga dan wejangan dari sesepuh. Keluarga yang saya bawa pun ikut maju ke depan. Karena saya anak pertama, jadi saya yang mewakili berbicara.
Jam 2 siang, acaranya selesai dan kami bersiap kembali ke Jakarta. Tidak menginap lagi, karena tidak kuat juga dengan udara panasnya dan esok Senin sudah harus kembali bekerja. Lebaran sudah usai, tetapi silaturahim tetap harus terjaga. Setidaknya melalui media sosial, sms, dan telepon. Insya Allah kami bertemu lagi tahun depan.
Sekarang saya kembali ke aktivitas rutin. Mengurus keperluan anak-anak, mengurus rumah, menulis buku dan blog, serta sesekali mengikuti keliatan positif bersama teman-teman blogger dan hijaber. Bergaul dengan teman-teman hijaber insya Allah dapat memantapkan hati untuk istuqomah berhijab karena berhijab itu untuk selamanya dan tidak buka tutup (kecuali di depan nonmahram). Saya sudah berhijab sejak usia 17 tahun, tapi bukan berarti hidayah ini dapat terus saya nikmati. Saya harus senantiasa mawas diri dan berdoa agar Allah terus menjaga hidayah berhijab ini. Berat lho berhijab di tengah gempuran mode busana mini dan keinginan eksis dengan menampakkan aurat. Di bulan Ramadan kemarin juga saya bersama teman-teman hijaber melakukan kegiatan positif dengan membagikan makanan buka puasa gratis di pinggir jalan raya. Kami juga tetap mengisi bulan Ramadan dengan mengaji bersama. Menyelami ayat-ayat Allah dan mengamalkannya setiap hari.
Iya, Mbak sekarang berhijab juga harus hati-hati di tengah gempuran mode di sana-sini T.T
ReplyDeleteAnyway, lebaran dan liburan adalah kenangan dan tentu saja menyenangkan :)
saya suka es goyobod hehe... itu kue mayit, serem amat ya namanya, belum pernag nyoba :)
ReplyDeleteLebaran nya seru ya dari Utara ampe Selata , hehe..senang semobil rame2 bener banget mbak/:)
ReplyDeleteTerbayang deh keseruan acara mudiknya.. Btw, ngomongin soal Garut identik dengan dodol Garut-nya yang enak banget..
ReplyDeleteSeru mbaaaa,es goyobod apaan tuh,trusckue mayit gmn rasanya???btw Pekalongan panas ya?
ReplyDeleteLebarannya sibuk tapi seru ya, Mbak. :)
ReplyDeleteStaminanya luar biasa... serunya mudik bisa menyambangi ke sanak keluarga dan...makanan daerah.
ReplyDeleteasyiik bangetyg mudik :).. tahun ini aku ga bisa mudik, pdhl harusnya sih giliran ke Solo tempat mertua.. tp krn baru abis melahirkan, jd deh sesekali lebaran di jkt :).. tapi memang mudik itu slalu dinanti ya mbak... kalo lg mudik ke medan tempat ortuku, biasanya kita naik pesawat, jd ga ada momen2 spesialnya ;p.. tapi kalo ke solo selalu naik mobil.. nah, banyak deh tuh nemuin hal2 yg bikin sbel, kayak macetnya ;p, ato juga hal2 yg bikin happy, kyk kulineran sepanjang jalannya :D itu yg slalu aku nanti2
ReplyDelete