Assalamu’alaikum. Tak terasa kita
sudah masuk minggu kedua bulan Ramadhan. Semoga kita masih dikuatkan berjuang
untuk menyambut hari kemenangan. Eit, hanya orang yang berpuasa yang boleh
berlebaran lho. Kecuali kalau ada uzur seperti sakit, hamil, menyusui, sudah
tua, dan belum baligh (masih anak-anak). Puasa itu wajib bagi orang yang
beriman, bukan? Tidak ada paksaan dalam beragama, tetapi untuk menjadi orang
yang beriman itu memang harus dipaksa. Dari sejak kita kecil, yang namanya
melakukan ibadah itu memang harus memaksakan diri. Ibadah salat, puasa, zakat,
sampai haji, semua membutuhkan pemaksaan, perjuangan, dan pengorbanan. Tidak
ada jalan yang mulus menuju surga. Surga itu mahal, kawan!
Pemaksaan dalam beriman itu bukan
hanya di dalam agama Islam. Di Bali, ketika hari raya Nyepi, semua orang harus
berhenti beraktivitas dan menyalakan listrik sehari semalam, termasuk non
Hindu. Dulu sewaktu saya mau ke Bali, ada
yang menyarankan agar jangan pergi pas hari raya Nyepi. Nanti jadi tidak
bisa ke mana-mana, semua orang sedang nyepi. Di hotel pun tidak bisa menyalakan
listrik. Bagaimana dengan bulan Ramadhan yang mulia ini? Bulan yang suci bagi
umat Islam di mana seluruh umat Islam yang beriman diwajibkan berpuasa di siang
hari? Tentunya, jika kita memuliakan bulan suci ini, kita akan memperlakukannya
dengan baik.
Di media sosial sedang heboh
tentang razia Satpol PP kepada para pedagang makanan yang buka di siang hari
bulan Ramadhan di wilayah Serang. Sebenarnya apa yang dilakukan Satpol PP itu
sudah sesuai Peraturan Daerah Serang dan di sana memang warung-warung makan
sudah diberi peringatan. Banyak komentar yang bertebaran, dari mulai “mengapa
warung makan harus tutup di siang hari Ramadhan?”, “mengapa orang berpuasa
minta dihormati?”, “bagaimana dengan yang di mall? Apakah ada razia juga?”
Sebagai orang yang berpuasa, saya tidak meminta dihormati. Alhamdulillah, kalau
di wilayah saya, banyak warung yang tutup dan baru buka saat menjelang berbuka
puasa. Ada juga warung yang buka, tapi memasang tirai di depannya. Susah?
Sejauh ini, saya enjoy saja, karena
saya memang jarang makan di warung. Kalau kelaparan di siang hari saat sedang
ada uzur di mana saya boleh tidak berpuasa (misal haid) dan tidak bisa masak,
ya tinggal bikin mie instan pakai air panas, atau makan roti dan makanan lain
yang tidak perlu dimasak.
Bagaimana dengan ibu menyusui dan
hamil, lalu kelaparan? Saya juga pernah hamil dan menyusui di bulan puasa.
Alhamdulillah, saya bisa berpuasa sebulan penuh, kecuali saat anak ketiga. Saya
batal 12 hari karena pendarahan. Selama 12 hari itu, apakah pada siang hari
saya makan di warung? Tidak juga. Saya makan di rumah, sisa sahur. Lalu
nyemil-nyemil yang bisa dimakan apa saja, tidak perlu beli di warung juga. Ya
itu pengalaman saya, barangkali ada pengalaman lain dari ibu-ibu yang juga
menyusui dan hamil serta tidak berpuasa. Apakah sebulan itu beli di warung
sehingga warung harus tetap buka? Bukannya apa-apa. Saya membayangkan
jika pemilik warung makan dan pedagang makanan apa saja tidak memiliki rasa
ingin menghormati kesucian bulan Ramadhan, terlebih di negara yang mayoritas
penduduknya beragama Islam ini, mereka akan tetap membuka warung makan secara
terang-terangan. Ya, sebagaimana biasanya saja.
Bila di negara mayoritas muslim
itu kita menyaksikan jalan-jalan di sisi kanan kirinya dipenuhi pedagang bakso,
es kelapa, gorengan, dan sebagainya, yang tetap berjualan di bulan Ramadhan. Para
pembeli juga makan secara terbuka. Penjual dan pembeli adalah muslim. Apa bedanya dengan bulan-bulan lain? Di mana
penghormatannya terhadap bulan Ramadhan yang suci? Akan terlihat bahwa umat Islam
tidak lebih menghargai ritual agamanya sendiri dibandingkan umat Hindu. Jika
umat Hindu saja bisa melakukan nyepi yang benar-benar nyepi, mengapa umat Islam
santai saja memperlakukan bulan Ramadhan? Saya pernah diceritakan oleh adik
saya ketika dia berbelanja ke Tanah Abang di siang hari Ramadhan. Di sana,
orang-orang makan seperti biasa, seolah-olah bulan itu bukanlah bulan Ramadhan.
Masa sih semua orang itu nonmuslim dan punya uzur? Kalau punya uzur, ngapain
coba jalan-jalan ke Tanah Abang yang padat dan panas? Adik saya, yang juga
tengah kehausan karena jalan jauh dan sedang berpuasa, terpaksa harus menelan
ludah. Untung dia masih kuat berpuasa.
Namun, pengalaman itu membuatnya
tidak mau balik lagi ke Tanah Abang saat siang bulan Ramadhan. Beli baju
lebaran di toko atau mall biasa saja deh. Mesti kuat iman kalau ke Tanah Abang!
Aroma makanan nasi Padang menguar dengan bebasnya. Belum lagi buliran-buliran
air dingin yang menetes di gelas es teh manis pengunjung yang sedang makan
dengan leluasa. Pengalaman yang sama juga saya alami dua kali! Pertama, sewaktu
saya sedang berjalan di sebelah masjid Istiqlal. Ada sebuah warung tenda yang
ramai. Di dalamnya penuh dengan bapak-bapak berseragam kantor sedang makan
siang di bulan Ramadhan. Apakah semuanya nonmuslim? Entahlah, saya tidak
bertanya.
Kemudian, yang berikutnya, di
sebuah warung bakso di Garut. Anak saya yang masih balita ingin makan, terpaksa
kami mampir ke warung bakso yang tertutup itu. Begitu pintunya dibuka,
whuaaaaah! Di dalamnya bukan hanya ada ibu-ibu dan anak-anak yang punya uzur,
tapi banyak juga bapak-bapak dan pemuda-pemuda sedang makan bakso dengan
enaknya. Apakah semuanya nonmuslim? Bapak yang duduk di sebelah saya, setelah
makan bakso, melanjutkan merokok. Istrinya, perempuan berjilbab. Enak banget
ya, Pak, siang bolong bulan Ramadhan, ngebakso euyy….. Sebagai pemilik warung, mampukah
Anda melarang seorang muslim yang tidak punya uzur untuk makan di warung Anda
di siang hari Ramadhan?
Apakah itu berarti bulan Ramadhan
menghentikan rezeki para pedagang makanan? Widih, siapa bilang? Justru di bulan
Ramadhan ini banyak orang yang tiba-tiba menjadi pedagang makanan, alias
makanan untuk berbuka puasa. Di jalan-jalan, saya menyaksikan banyak ibu-ibu
yang menggelar lapaknya menjelang waktu berbuka. Jualannya rata-rata sama:
kolak, es campur, risol, lontong, dan sebagainya. Di luar bulan Ramadhan, mereka tidak berjualan. Saat saya masih kuliah dan ngekos,
warung-warung buka pula di waktu sahur dan mereka laris manis. Kalau saya tidak
cepat datang, bisa kehabisan. Waktu sahur, jalan-jalan di sekitar kos-kosan
sudah ramai oleh mahasiswa-mahasiswi yang mencari makanan untuk sahur. Di hari
biasa, para pedagang itu tentu tidak berjualan di waktu sahur. Jadi,
sebenarnya, Ramadhan itu hanya menggeser waktu. Waktu makan yang tadinya siang
hari, jadi petang hari. Waktu berjualan pun digeser sedikit. Dimulai dari jam 3
sore sudah boleh berjualan.
Apa bedanya jualan pagi hari
dengan sore hari? Saya kira ada pada niatnya. Pedagang yang berdagang di sore
hari, mereka berniat menjual makanannya untuk orang yang akan berbuka puasa. Mereka
juga menghormati bulan puasa, sehingga
tidak mau buka dari pagi. Sedangkan pedagang yang buka sejak pagi, silakan
ditanya apa niatnya. Apakah kalau ada pembeli muslim yang tidak punya uzur,
lalu makan di siang hari, mereka berani menolaknya? Apakah kalau ada pembeli, mereka akan bertanya dulu "mana KTP'nya?" untuk mengecek agamanya? Berpuasa di bulan Ramadhan
itu wajib bagi muslim beriman dan tidak punya uzur. Memberi makan muslim yang tidak
punya uzur di siang hari bulan Ramadhan adalah dosa, karena sama dengan tolong menolong dalam kemaksiatan. Ibadah puasa di bulan Ramadhan ini bagi seorang muslim adalah ibadah yang benar-benar penting, wajib, dan kalau tidak dilaksanakan berdosa besar. Berbuka dengan sengaja tanpa alasan yang diperbolehkan (seperti sakit, sedang bepergian jauh, haid, hamil, menyusui, dsb) sama dengan bermaksiat.
"Dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya." (QS: Al Maidah 2).
Sekarang saya ingin menceritakan
tukang nasi uduk di dekat rumah saya. Di luar bulan Ramadhan, beliau berdagang
pada pagi hari untuk sarapan orang-orang. Saat bulan Ramadhan, beliau berdagang
di sore hari, untuk berbuka puasa. Apa yang dijual sama saja dengan sebelum bulan
Ramadhan, malah menunya bertambah dengan kolak dan es campur. Ternyata
keuntungan yang diperolehnya jauh lebih banyak, karena dia juga sering mendapat
pesanan makanan untuk berbuka puasa bersama di masjid-masjid. Subhanallah….
Bukan orang yang berpuasa itu
yang minta dihormati, tetapi bulan Ramadhanlah yang semestinya kita hormati
sebagai bulan yang suci. Sebagaimana orang Hindu yang sedang merayakan nyepi,
mereka rela meniadakan semuanya demi mencapai kesempurnaan beribadah. Mengapakah
kita hanya sekadar “menunda” sampai sore, membuat beraneka alasan bahkan sampai
mencemooh orang yang berpuasa, “Idiih… situ minta dihormati ya? Masa manja sih,
situ puasa, kita gak boleh makan di depan situ….”
Bagaimana jika warung makan tidak buka di siang hari bulan Ramadhan?
- Orang sakit pasti tetap di rumah. Tidak mungkin jalan-jalan dan makan di warung makan. Kalau sakitnya berat, dia akan dirawat di rumah sakit dan di sana sudah tersedia makanan.
- Ibu menyusui dan hamil yang tidak kuat berpuasa juga tidak kuat memasak, bisa berlangganan katering selama sebulan, jadi tidak perlu juga ke warung makan. Katering itu beda ya dengan warung makan, karena katering itu tidak terbuka seperti bentuk warung pada umumnya.
- Wanita haid yang sedang jalan-jalan, lalu kelaparan di tengah jalan. Dari rumah, bawa bekal saja. Atau beli cemilan dan makanan di minimarket yang pastinya tidak tutup. Kan yang ditutup hanya warung makan.
- Anak-anak yang sedang dibawa jalan-jalan lalu kelaparan? Nah ini berbekal pengalaman saya juga. Daripada mampir ke tukang bakso yang buka dan melihat orang-orang laki-laki sedang makan, maka saya mending sebelum berangkat menyuapi anak-anak makan dulu supaya mereka tidak kelaparan. Lalu, saya bawa bekal juga dari rumah. Anak-anak saya sih selama masih ada cemilan-cemilan, tidak akan minta makan makanan berat di warung makan.
Bukan orang berpuasa yang harus
kita hormati. Bukan orang berpuasa yang manja dan dilarang makan di depan
mereka. Bukan, sungguh. Pahamilah dengan hati yang dekat dengan tuhannya. Bahwa
ini adalah bulan yang suci bagi seluruh umat Islam. Bagi Anda yang muslim,
jagalah kesucian bulan ini. Rezeki Allah Maha Luas. Warung makan bisa buka
menjelang berbuka dan menjelang sahur. Warung makan tetap bisa memperoleh
rezeki di bulan Ramadhan tanpa harus membantu orang yang tidak berpuasa (muslim
dan tidak punya uzur) untuk bermaksiat kepada-Nya.
Untuk warung makan yang pemiliknya adalah nonmuslim, selama belum ada Perda yang melarang ya boleh buka, karena tidak wajib mengikuti aturan Islam. Yang menjadi masalah adalah jika pemilik warung makan itu seorang muslim yang dilarang memberikan makanan kepada orang yang seharusnya berpuasa. Dan tentu saja apa yang saya tulis ini tidak berlaku di negara mayoritas nonmuslim, karena di sana tidak banyak orang yang berpuasa dan tidak harus menghormati bulan Ramadhan. Untuk Pak Satpol PP yang merazia, lain kali tidak perlu membawa semua makanan yang dirazia. Cukup ditutup, agar pedagang itu bisa menjual kembali makanannya di sore hari menjelang berbuka puasa. Warung makan tetap bisa buka di bulan Ramadhan, hanya waktunya yang menyesuaikan. Apa susahnya? Hanya sebulan, lho.
Dan bagi Anda yang ingin
meninggalkan komentar di blog ini,
ingatlah bahwa ini bulan Ramadhan. Tahan emosi, yaa…. Semoga Allah memaafkan
kesalahan saya dalam menuliskan kalimat-kalimat di artikel ini.
Betul mbak. Sy miris kalo liat komentar yang bilang orang puasa kok minta dihormatin -_-
ReplyDeleteSetuju mbak. Kadang miris juga baca komen tentang kok ga kuat iman banget lihat warung buka. Bukan di situ masalahnya... Kita masak juga ga tergoda dan bisa nunggu sampai buka kan? Masalahnya adalah itu warung yang makan siapaaaa? Apa memfasilitasi orang2 yang tidak uzur syar'i tidak berpuasa?
ReplyDeleteDi daerah saya juga ada Perda seperti di Serang. Udah lamaa... Bertahun2. Tempat makan di mall juga pada tutup. Pernah kakak saya mau beli di salah satu tempat makan di mall. Emang ada pelayannya bersih2. Mereka bilang buka kalau udah mau buka puasa. Jadi komen yg bilang 'Kok itu yg di mall ga dirazia?' cek ricek dulu. Ada ga perdanya? Trus yakin di Mall yang ada perdanya ga dirazia.
Kalau saya lagi haid, makan pagi biasanya sisa sahur. Disisain orang rumah lah jatah saya. Kalau makan siang, biasanya udah banyak warung2 yang jual buat buka puasa pada buka. Tinggal beli, bungkus, dan makan di rumah.
Males ngikuti debatnya. Dari mulai digusur smp dapat duit sumbangan tetep pada beranteman di medsos. Terlepas dari itu, warung liar memang harus ditertibkan. Jadi pejabat publik harus bisa mengelaborasi maksud kebijakannya dengan cerdas supaya nggak jadi makanan para pengamat layar.
ReplyDeletesuka banget sama kalimat ini Mba "Bukan orang berpuasa yang harus kita hormati. Bukan orang berpuasa yang manja dan dilarang makan di depan mereka. Bukan, sungguh. Pahamilah dengan hati yang dekat dengan tuhannya. Bahwa ini adalah bulan yang suci bagi seluruh umat Islam. Bagi Anda yang muslim, jagalah kesucian bulan ini"
ReplyDeleteawalnya saya juga sempat terbawa arus dan ikut sebel sama satpol pp yang menggusur warung nenek penjual makanan itu tapi membaca kumulan dana yang sudah mencapai 200jt utk nenek itu dan membaca tulisan ini saya jadi membenarkan tindakan satpol pp itu. mereka bertindak berdasar perda.
kalo kita sebagai muslim saja nggak menghormati bulan suci bagi agama kita, jangan berharap agama lain mau menghormati bulan suci ini :)
betul mba, saya pun kalo ada org yg ngejogrog makan di depan saya, saya gak akan tergiur, gak akan kabita kalo kata org sunda. Jangankan saya, Farras anak saya pun gak akan kabita kalo di depannya ada org yg makan. Tapi bukan itu esensinya. Intinya adalah ini bulan suci lho... tolong dong hormati bulan Ramadhan yg penuh berkah ini. Gak perlu menghormati org yg puasanya deh kalo gak mau, tapi hormati bulan sucinya. *greget saya*. Tanah Abang, Grogol dll daerah jakarta, bln suci udah kayak bukan bulan suci lagi. saya gak mau kota saya serang seperti itu.
ReplyDeleteberita nenek yg digusur itu memang jadi rame yah...
ReplyDeletekadang ya yang malah banyak g toleransi ama bulan suci malah dari kalangan muslim sendiri,
stuju jg sm pendapat mbak di lain sisi satpol pp nya walaupun bertindak sesuai perda yo jgn dbungkusin smua makanannya, kesan yg ditangkap malah makanannya buat anggota satpp nya hehe
wahah warung makan sampek bisa jadi ironi gini *_*
Deleteaku lg nifas dan menyusui, kalo makanan titip suami beli pas pulang kerja, kalau ga bisa paling masak mie atau telor, mwaa kadang emang jd susah, tapi mau beli juga segan sih, hawanya bedaaa. Kecuali kalau udah sore, sambil ngabuburit, beli gorengan atau lontong soalnya udh mau buka puasa jd pede mau beli makanan.
ReplyDeleteSuka Mbk, males ikut debat. Masa diminta keringanan kalau gak sakit ya jangan deh
ReplyDeleteBeritanya terlalu di blow up ya mba, itu yang kasih komen "puasa ko minta dihormati" keterlaluan harusnya jangan sperti itu, Toleransi mana toleransi ???
ReplyDeleteAlhamdulilah ditempatku semua warung tutup hingga menjelang berbuka, bada ashar tepatnya mereka baru buka.
Tapi masalah ini bikin geleng-geleng kepala terlalu banyak perspektif malah dari kalangan muslim yang rada tanda kutip deh *engga mau esmosi saya, nti pahalanya berkurang lagi ... padahal aslinya germa liat berita jaman sekarang ... anehnya negeriku ini .. Yang salah malah dianggap benar dan yang benar selalu disalahkan *tepokjidat akumah
Sama mba, komentar mereka itu loh. Alangkah baiknya kita bisa saling menghormati. Kalau tempat tinggalku alhamdulillah, mereka tutup, dan baru buka menjelang sore mba.
ReplyDeleteada juga sih alasan lain kalau dr segi agama, khusus untuk sesama muslim, ya...membuat sesama muslim menggoda org lain katanya juga tdk baik..solusinya mungkin seperti resto di Malaysia, jadi ada yang bertanya ke pengunjung pria Muslim bukan? Kalau muslim ditanya knp ngga puasa, kalau nggak ada alasan syari spt sakit atau cuma nemenin org, ngga boleh masuk...kalau perempuan ngga perlu ditanya kan mereka bisa jadi mens...non muslim juga silahkan masuk...
ReplyDeleteSaling menghoramti sih sebenarnya yang paling bijak.. semoag semuanya dapat hidayah
ReplyDelete