Thursday, April 7, 2016

Manajemen Waktu ala Eni Martini

Mbak Eni Martini dan Pendar
Assalamu'alaikum. Apa kabar semua? Dalam hidup ini, tidak bisa dipungkiri bahwa kita membutuhkan kehadiran seorang teman atau sahabat sebagai tempat berbagi cerita dan saling mendukung serta mengingatkan manakala ada hal-hal menyenangkan dan tidak menyenangkan yang kita alami. Satu dari beberapa teman dan sahabat saya adalah Mbak Eni Martini. Ada yang sudah mengenalnya? Kalau belum, saya mau ceritakan profilnya di sini. Terus terang, Mbak Eni ini salah satu sosok yang menginspirasi saya. Perjuangan hidupnya telah membuat saya lebih kuat dan bersyukur. Tak terasa sudah dari tahun 2010 kami bersahabat, itu artinya sudah enam tahun! Alhamdulillah....


Awal mula perkenalan kami saat asyik berbincang di sebuah grup Ibu Rumah Tangga, karena kami sama-sama IRT full di rumah. Berkenalan dengan Mbak Eni Martini memang suatu keberuntungan, karena beliau adalah salah seorang penulis di sebuah penerbit besar yang sampai hari ini masih belum bisa saya tembusi: Gagas Media. Novelnya di Gagas Media berjudul Kontrasepsi. Saya ingin belajar bagaimana menembus Gagas Media. Walaupun ternyata kami lebih banyak berbincang mengenai kegiatan sehari-hari sebagai ibu dari anak-anak dengan usia berdekatan. Kalau saya hanya punya pekerjaan sampingan sebagai penulis, Mbak Eni punya pekerjaan lain, yaitu berbisnis toko buku online! Wow! Bagaimana cara membagi waktunya, ya? 

Saat ini, Mbak Eni memiliki tiga orang anak (yang satu sudah almarhum), dengan usia berdekatan dan masih kecil-kecil. Yang paling kecil, Pendar (16 bulan). Di tengah kerepotannya mengasuh anak, Mbak Eni masih sempat menulis di blognya www.duniaeni.com, serta melayani para pelanggan OL Shopnya. Saya saja yang hanya menulis sudah kelimpungan. Mbak Eni ini tidak memiliki asisten rumah tangga. Manajemen waktunya bagaimana supaya bisa urusan RT beres, ngeblog jalan, dan jualan buku juga, Mbak Eni mengakui bahwa sebenarnya dia tidak memiliki manajemen atau jadwal model gaya kerja seorang profesional. Kondisi dan situasi di rumah naik-turun, terutama karena tidak ada ART (Asisten Rumah Tangga). Semua pekerjaan domestik dan usaha sebagai mata pencarian keluarga: Online Shop dan Distibutor Buku, dilakukan oleh Mbak Eni dan suaminya. 

Suaminya lebih banyak berada di lapangan, sehingga otomatis Mbak Eni lebih banyak berkutat dengan anak-anak, terutama yang batita (Pendar) dan rumah. Lalu, bagaimana masih bisa menulis, baik itu menulis novel dan ngeblog? Biasanya Mbak Eni terbangun menjelang Subuh, lalu bersama suami menyiapkan Lintang dan Pijar yang akan berangkat ke sekolah. Ketika suami Mbak Eni mengantar anak-anaknya ke sekolah, Pendar masih tertidur, Mbak Eni ikut tidur lagi (kalau Mbak Eni tidurnya terlalu malam) dan terbangun jam delapan pagi, membuat sarapan untuk Pendar, menyuapi sambil menangani Online Shop. Untuk sarapan Mbak Eni dan suami lebih sering beli (mirip deh dengan saya, seringnya beli nasi uduk hehe). Siang hari, baru deh Mbak Eni bisa masak. Sesekali beli kalau kepepet, tapi tidak sering karena menu di luar terlalu banyak memakai MSG. 

Jadi, seharian otomatis Mbak Eni berjibaku dengan urusan domestik dan Online Shop. Sibuk? Dibawa santai saja. Emosi-capek sesekali wajarlah, manusiawi. Namanya juga manusia, bukan dewa yang sempurna bisa jadi ibu dan pekerja dengan gembira ria setiap waktu. Yang penting masih stabil dan anak-anak masih nyaman sama ibunya. Kapan dong menulisnya? Untuk menulis di blog, karena  minimal 500 karakter, kalau sedang ada ide hanya butuh waktu kurang dari  satu jam dan  bisa dilakukan sambil menyuapi Pendar, memberi ASI,  ataupun melayani pelanggan Online Shopnya. Hanya saja, dapat idenya ini tidak setiap saat, jadilah tulisan untuk blog maksimal seminggu tiga artikel. Kecuali menggarap job review atau tulisan yang sifatnya wajib dan berhubungan dengan klien. 

Untuk foto-foto pendukung blog, karena Mbak Eni penyuka keindahan foto, meski baru belajar, beliau menggunakan edit foto seperti photoshop di malam hari ketika anak-anak sudah tertidur. Aktivitas Mbak Eni di malam hari: edit foto dulu (mengambil momen fotonya bisa kapan saja, nanti foto-foto tersebut beliau pandangi untuk dibuat ide tulisan), foto selesai baru curi-curi waktu menulis artikelnya. Untuk ngeblog, hanya kalau lomba atau job review beliau akan begadang, kebetulan ritme tidurnya di atas jam dua belas malam. Wuidiih.... kalau saya tidak kuat begadang. Lalu, bagaimana dengan menulis novel? Mbak Eni mengakui bahwa beliau masih libur menulis novel sejak hamil dan melahirkan Pendar. Eit, tapi mulai empat bulan lalu, Mbak Eni kembali serius menulis novel. Buat penggemar novel Mbak Eni, siap-siap menunggu terbitnya ya.... Memang, menulis novel harus pelan-pelan, sebab beda rasa dan kosentrasi dibandingkan dengan menulis artikel (di blog). Alhasil, selama empat bulan baru jadi seratus halaman, masih panjang PR-nya, karena Mbak Eni biasa menulis novel rata-rata 150 halaman HVS. 

Kapan waktu menulis potongan-potongan novel ini? Jeda di saat-saat Mbak Eni terbangun pagi dan tidak kembali tidur sampai Pendar terbangun, kira-kira jam 6 pagi sampai jam 8 atau 9 pagi. Dan malam di saat Pendar sudah tidur sampai kantuk datang.  Paling jadi beberapa lembar dan itu tidak setiap malam, karena ada kalanya malam adalah jam mendata pesanan pelanggan Online Shop, apalagi kalau musim ulangan anak-anak. Libur deh nulis, fokus menemani belajar. Lalu, bagaimana kalau kebetulan sedang ada jadwal ngeblog: review dan DeadLine lomba atau reportase wajib karena sudah menghadiri acaranya, jadwalnya bersamaan atau mepet waktunya? 

Kuncinya: KERJAKAN! Sudah, begitu saja, tidak perlu memikirkan apa-apa lagi. KERJAKAN saja. Bisa sambil menemani Pendar bermain-ASI-makan, atau menemani kakak-kakaknya mengobrol-menonton televisi. Laptop ada di ruang tamu, kerja bisa sambil apa saja. Yang penting di dalam kepala saya tertulis: KERJAKAN, MINIMAL 500 karakter, lebih itu bonus. Alhamdullilah, rata-rata lebih dari 500 karakter, biasanya buat reportase bisa 1000 karakter lebih, lengkap dengan foto-foto yang sudah diolah. Foto digarap jauh-jauh hari sebelum DL. Jadi sebenarnya: BUKAN TIDAK ADA WAKTU, TAPI KITA YANG MENGAMBIL WAKTU.

Di beberapa event blogger, saya sering bertemu dengan Mbak Eni.  Mbak Eni hampir mirip dengan saya, lebih sering menghadiri event yang diadakan pada akhir pekan, karena hari kerja jadwalnya sudah padat dengan pekerjaan  domestik maupun perbukuan. Mbak Eni datang ke undangan hanya di hari Sabtu atau Minggunya, dengan memilih undangan yang temanya penting dan beliau suka. Jadi, tidak buang-buang waktu untuk datang ke undangan.  Biasanya Mbak Eni datang membawa anak, kecuali memang harus sendiri. Itupun baru satu kali beliau datang ke undangan sendirian, karena anak-anak di rumah bersama ayahnya. Mbak Eni harus menjaga arti kebebasan ke luar rumah, kecuali kelak anak-anak sudah lebih besar dan mandiri. Kalau ada acara mendesak di hari kerja? Bisa, dengan syarat di atas jam dua siang dan kegiatannya sangat penting. 
 
Saya dan Mbak Eni Martini
Nah, belajar dari padatnya aktivitas Mbak Eni sebagai ibu rumah tangga, pebisnis, novelis, dan blogger, ternyata bukan hal yang susah bukan mengerjakan semuanya tanpa mengabaikan keluarga? Yang penting proporsional, tidak berat sebelah. Buat Anda yang menggemari novel Mbak Eni atau ingin membaca novel Mbak Eni, yuk ikut giveaway ini. Ada dua hadiah cantik dari Mbak Eni, lho....

Pemenang Pertama
 
Pemenang Kedua

Caranya mudah saja:
  1. Jawab pertanyaan ini di kolom komentar: pernahkah Anda membaca salah satu novel Mbak Eni Martini? Jika sudah, sebutkan judulnya dan apa pendapatmu tentang novel tersebut (jika belum punya atau baca ya tidak apa-apa, jawab saja belum). Seperti apakah kamu belajar mencintai (buat yang jomblo mencintai diri sendiri dan buat yang punya pasangan ya mencintai pasangannya).
  2. Ikuti akun twitter dan instagram @duniaeni dan @leylahana, bagikan postingan ini di twitter dengan memention kedua akun tersebut. 
  3. Komentar disertai identitas berupa akun twitter, supaya mudah saat pengumuman pemenangnya nanti.
  4. Peserta memiliki alamat di Indonesia. 
  5. Ditunggu sampai tanggal 30 April 2016.


39 comments:

  1. Belum pernah baca novel mba eni martii, jadi pengen baca dan meresensikannya. karena tahun 2015 saya lebih fokus meresensi buku dari penerbit-penerbit. rata2 nonfiksi.
    Cara mencintai pasangan adalah dengan saling setia, saling memahami, saling mengisi dan saling bercermin. Namanya pasangan artinya sepasang bukan sendiri-sendiri jadi semakin indah lewati kebersamaan. Karena membangun cinta dalam rumah tangga artinya selamanya kalau bisa sampai ke SyurgaNya. amin.

    Nama : Ernawati Lilys
    Twitter : @nenglisojung

    ReplyDelete
  2. Belum pernah baca novel Mb Eni Martini, padahal tahu Mb Eni udah lama (dikasi tahu Mb Ratna Dks) walau Mbak Eni belum kenal saya #eh

    Cara saya belajar mencintai pasangan : wuaa ini pe er saya seumur hidup, gak akan pernah berhenti belajar mencintai si Aa', #eaak, secara kita bakal hidup dengan orang yang sama bertahun-tahun otomatis nyala api cinta pasti kadang ada redup dan terang cetar membahana.

    Caranya dengan terus saling berkomunikasi, komunikasi yang sehat didukung dengan cara saling menyediakan waktu untuk "ada" demi dan mendengarkan pasangan setelah itu akan terbit sikap saling memahami, saling perhatian, lalu saling melengkapi serta berujung pada saling kompak hehe, bahwa kamu dan aku itu satu #eaaklagi

    Nurul Fauziah
    Twitter : @nufazee
    IG : @nufaz3e

    ReplyDelete
  3. udah pernah baca mba sek ah aku jadi penasaran tu buku kemana..soalnya udah lama banget..nanti aku balik lagi ikutan GA hehehe

    ReplyDelete
  4. Belum pernah baca novel mbak Eni. Jadi pengen baca dan review. Semoga menang dan dapat bukunya.Aamiin. Hehe.

    Belajar mencintai itu bisa dimulai dengan memahami. Mengerti bagaimana dia. Awal nikah, "memahami" ini terasa agak sulit. Kaget juga pas tahu beberapa sifat dan sikap suami yang sebelumnya tak pernah terbayang. Misalnya, oh ternyata orangnya asli "tegas". Awalnya kaget, sedikit tertekan karena saya, dulunya, punya pola yang asli "bebas". Mau makan ya makan. Terserah jam berapa. Mau mandi ya mandi, nggak ya nggak. Pokoknya "mau-mau gue". Setelah nikah, semua ini harus berubah. Yang awalnya berat, lama-lama terbiasa dan akhirnya saya nyadar juga kalau semua itu ya untuk kebaikan. Saya berusaha memahami suami dan aturan-aturannya. Dan, ternyata, berusaha memahami ini menumbuhkan cinta.
    Saya juga berusaha menumbuhkan cinta dengan menyusun visi misi dan komitmen hidup bersama. Ke depan, kita berencana begini. Cita-cita kita seperti ini. Jadi, kalau pas "cinta" kadarnya agak nurun atau lagi jengkel karena suatu hal, saya ingat-ingat lagi visi-misi dan komitmen itu. Saya terbayang lagi bagaimana antusias dan semangatnya kami pas nyusun itu.
    Cara lainnya lagi, ya dengan melakukan hal-hal kecil yang mesra. Hehe. Nggak apa-apa kan, ya, suami sendiri ini. Jadi, mesra bagi sepasang kekasih yang nggak halal itu pokoknya jauh dari mesra sesungguhnya setelah menikah. Alhamdulillah dulu kami nggak pacaran. Jadi, ya itu, rada kaget dengan beberapa hal. Balik lagi, hal-hal kecil yang mesra itu ya semisal, sekali-kali makan sepiring berdua, suap-suapan. Ritual bangun dan sebelum tidur, misal kecup kening dan pipi. Atau ... ritual selepas shalat. Bermanja-manja di pangkuannya. Kalau nanti nambah anak lagi (sekarang, alhamdulillah, anak saya baru satu), beban si Abi juga bakal nambah. Xixi. Hmm ... lebay kah? Ah, nggak apa-apa. Tapi, jujur, kemesraan seperti itu benar-benar menumbuhkan cinta.

    Yang lainnya lagi; saling membuatkan kopi saat menulis. Siapa yang nggak jatuh cinta kalau didukung dan diperhatiin saat melakukan apa yang kita suka. Hoho.

    Masih banyak agi, Mbak, cara lain. Tapi cukup ini saja. Mohon maaf komentarnya panjang sekali. Hehe.

    Terima Kasih.

    Twitter: @dikpalathifah
    IG: @dikpalathifah

    ReplyDelete
  5. Masya Allah, luar biasa Mba Eni ya..jadi malu. Saya yang hanya momong balita dua udah merasa jadi orang tersibuk di dunia T_T. Nulis masih sering keteter. Huhuu..

    ReplyDelete
  6. Rindang Yuliani / @Ryu_keren

    Saya belum pernah membaca novelnya mbak Eni. Saya sangat terinspirasi dari tulisan mbak Leyla Hana tentang mbak Eni, sehingga kalau boleh sebenarnya saya lebih ingin membaca buku non-fiksi tentang manajemen waktu ala mbak Eni. Semoga bisa nyuri ilmu dari beliau.

    Cara saya mencintai suami saya adalah melalui tindakan nyata. Karena kalau secara lisan saya tidak pandai mengutarakannya. Tindakan nyata yang saya maksud adalah dengan melakukan apa yang disukainya dan terkadang cara saya mencintainya adalah dengan cara menjahilinya di kala senggang. Hehe.

    ReplyDelete
  7. Pernah, judulnya sunyi. bercerita tentang 3 perempuan, ada bumbu poligami dan kopi di novel ini.
    Cara mencintai pasangan, yang pertama ingat bahwa apa yg dilakuakn istri untuk suami adalah ibadah. minta sama Allah untuk dikuatkan mencintai pasangan kita. dan ingat kebaikan pasangan kita, kalau yg diingat jeleknya aja pasti susah untuk jatuh cinta

    ReplyDelete
  8. Mau ikutan GA-nya y mba ini akun twiiter saya : @hervayulyanti
    Jujur saya belum pernah baca novel mba Eni.

    Cara saya belajar mencintai suami dengan memahami bahwa setiap individu itu unik dan tentunya tidak ada yang sempurna, ikhlas menerima kekurangan maupun kelebihannya menjadi modal saya mampu bertahan ditengah kondisi kami yang berbeda. Dulu ketika awal pernikahan saya ga suka dengan kebiasannya kurang rapih, semborono dalam meletakkan barang dan hal-hal yang sepele seperti itu akan menjadi rumit jika saya tak mampu memahami dan mengerti. Bagi saya kebahagiaan itu kita yang ciptakan sendiri, memilih untuk mengerti atau memilih untuk egois. Alhamdulilah cara ini ampuh membuat saya selalu jatuh cinta kepada suami dan terus belajar memakluminya.

    ReplyDelete
  9. Salut sama para super mom yang jago atur waktu :)

    ReplyDelete
  10. Pernah baca novel mbak Eni yang judulnya rainbow dan pernah nulis reviewnya (ww.khairiah.com/2013/09/rainbow-akan-selalu-ada-kesempatan-kedua.html, sengaja nggak beri link hidup)cerita pasangan muda Akna dan Kesha yang hidupnya berubah 180 derajat ketika akna sang suami kecelakaan, nggak bisa berhenti baca sebelum selesai karena pandainya mbak eni bikin penasaran pembaca, sampai-sampai novel ini aku bawa juga dan langsung tancap baca lagi pas ke pesta perkawinan sodara karena sedang tanggung bacanya.
    Cara saya mencintai suami dengan adaptasi, sampai sekarang pun saya terus beradaptasi dengan suami, kalau ada yang nggak sesuai yaa kalau nggak diabaikan yaa dibicarakan baik-baik,dan berdoa juga supaya nggak berpaling ke lain hati (hati suami selalu untukku, dan hatiku selalu dijaga untuk suamiku)
    twiter; @HarieKhairiah
    Btw tips bagi waktunya bermanfaat sekali

    ReplyDelete
  11. @APradianita

    Saya belum pernah membaca salah satu novel Mbak Eni Martini, makanya saya penasaran dan mengikuti giveaway ini.. ^_^

    Sebagai orang yang belum punya pasangan, saya memiliki cara-cara tertentu untuk mencintai diri saya sendiri:

    1. Melepaskan beban saya.
    Lepaskan kesedihan saya, keinginan yang tidak dapat saya raih, dan harapan yang tidak tercapai dari masa lalu. Saya layak memulai sebuah awal baru. Berhenti meratapi masa lalu, atau bagaimana berbagai hal seharusnya terjadi. Ingat pepatah lama, ”apa yang ditakdirkan untuk mencapaimu akan mencapaimu meski berada di bawah pegunungan, dan apa yang tidak ditakdirkan untuk mencapaimu tidak akan mencapaimu meski sudah berada di antara dua bibirmu.”

    2. Jangan khawatir.
    Jika saya menghadapi kesulitan atau kemalangan dalam hidup, ubah sudut pandang saya. Alih-alih menganggap kesulitan-kesulitan ini sebagai masalah, cobalah melihat mereka sebagai “kesempatan yang tersembunyi”. Pada akhir hari, tidak ada dalam hidup ini yang tidak dapat diatasi.

    3. Jangan Membandingkan; Bersyukurlah.
    Membandingkan hidup saya dengan orang lain merupakan racun bagi jiwa saya dalam berbagai tingkatan. Ia melahirkan penilaian negatif, rasa frustasi, dan putus asa bagi saya. Terima kenyataan bahwa setiap orang ditakdirkan untuk menjadi berbeda. Bersyukur atas semua yang saya miliki akan membuat hati saya damai. Tidak ada yang bisa menjadi diri saya lebih baik — kecuali saya sendiri!

    4. Lakukan kebaikan secara spontan.
    Sebarkan sukacita dan kebahagiaan kepada orang lain. Ada banyak cara sederhana untuk melakukan hal ini. Berikan senyum kepada seseorang. Sumbangkan sesuatu untuk amal. Jadilah sukarelawan untuk menjadi pengajar bagi anak-anak yang kurang beruntung. Jadilah pendonor darah. Bantu orang tua menyeberang jalan. Dalam segala sesuatu, biasakan untuk melakukan hal-hal yang baik, bahkan ketika tidak ada orang lain yang melihat. Hidup dengan cara sedemikian rupa sehingga ketika anak-anak saya kelak memikirkan tentang cinta, keadilan, kepedulian dan integritas, mereka akan mengenang saya.

    5. Menjaga citra tubuh sehat.
    Bagaimana saya memandang diri sendiri adalah sangat penting untuk mengukur berapa banyak cinta yang tumbuh dalam diri saya. Cobalah untuk tidak mendefinisikan diri sendiri dengan berfokus terlalu banyak pada atribut tubuh saya. Belajarlah untuk menghargai esensi diri sejati saya — inti dari diri saya. Selalu berpakaian untuk mendapatkan rasa hormat, bukan perhatian. Pada akhirnya, keindahan adalah tentang apa yang saya rasakan di dalam hati, dan hal ini tercermin dalam segala hal yang saya lakukan.

    6. Berwisata.
    Beberapa orang berkata, “Bertualanglah dan saya akan menemukan diri saya sendiri.” Jika saya sulit mengingat kapan terakhir kali saya pergi ke suatu tempat yang jauh, saatnya membereskan tas saya dan bepergian. Saya akan terkejut mengetahui seberapa banyak saya akan belajar mengenai diri saya saat saya berada di suatu tempat yang jauh dari rumah. Saksikan keindahan alam, nikmati ritme hidup yang lebih lambat, berinteraksilah dengan orang asing, makan makanan yang menyenangkan dan nikmatilah menjadi diri saya sendiri.. ^_^

    ReplyDelete
  12. Aku tahu mbak eni tapi belum pernah baca novelnya dan blm pernah ketemu ih sedih:(

    ReplyDelete
    Replies
    1. Waktu itu ada di event pampers juga bareng Uni :-)

      Delete
  13. Saya penikmat novel Mbak Eni Martini. Novel pertama yang saya baca adalah Learning to Love. Bercerita tentang pernikahan yang diawali dengan perjodohan. Perkenalan yang singkat membuat keduanya belum bisa memahami karakter masing-masing. Ceritanya mengharukan yang bisa membuat saya mewek.
    Belajar mencintai menurut saya adalah berusaha untuk menerima kekurangan dan kelebihan pasangan hidup kita. Mengucapkan maaf bila bersalah dan berterimakasih jika diberikan hadiah sekecil apapun itu.
    (Linda Handayani)

    ReplyDelete
  14. Waw.. Masya Allah yaaa Mbak Eni. Saya baru punya anak 1 aja udah sering kelimpungan ngatur waktu. Harus banyak belajar nih sama mbak Eni..

    ReplyDelete
  15. Saya belum pernah membaca novel Mbak Eni. Hanya lihat covernya aaja di IG. Jadi penasaran. Semoga ada rejekinya untuk bisa membaca buku-buku inspriratif dari mbak Eni.

    Cara mencintai pasangan hidup saya adalah:

    Memahaminya dalam setiap keadaan, menghargai atas kerja kerasnya memperjuangan keluarga kecil ini. Walaupun pasangan saya tidak sempurna fisiknya, namun ia punya kesempurnaan cinta yang luar biasa. Membuat saya tidak berhenti untuk mencintainya. Selalu berpikir positif dan berkomunikasi dengan baik jika ada konflik menghadang. Karena cinta memang harus disemai setiap hari, agar selalu tumbuh dan berbuah kebahagiaan. Cinta tumbuh dari Sang Khaliq yang memiliki Cinta luar biasa. Insya Allah kami ingin selalu bersama hingga ke JannahNya. AMIN.

    Twitter: @kataella
    IG: @kataella13

    ReplyDelete
  16. sampe sekarang masih kesusahan ngatur keuangan, apalagi masih bujang gini. biasanya duit abis tp gak tau tuh kemana duitnya :)

    ReplyDelete
  17. Terpana dengan polanya Mba Eni Martini di atas deh. Terus ... saya belum pernah membaca novelnya Mba Eni. Jujur, sempat mengira kalau Mba Eni ini adalah Mba Shabrina Ws. Kok bisa? Hehe, iya, itu tebak-tebak buah nangka ala detektif uji coba. Ingatnya karena Mba Shabrina suka dipanggil 'Eni' oleh beberapa yang sudah akrab, jadi pas baca 'dunia eni' mengira kalau itu semacam second account/brand dan sejenisnya. Tapi, setelah selidik lebih selidik, oow, ternyata beda sosok. Ssst, aslinya saya malu bikin "pengakuan" ini, Mba Leyla Hana, :D

    Berikutnya, tentang belajar mencintai pasangan. Hmmm, ini tampaknya masih akan terus berlangsung, pembelajaran sepanjang hayat tampaknya. Saya dan si Mas (tanpa margarine ^^) berkenalan via jalur ta'aruf. Jadi, yang diketahui sebatas unsur ekstrinsik, (istilahnya maksa, bingung soalnya). Baru setelah melalui sekian bulan pernikahan tahu, kalau ybs begini-begitu. Dan di masa-masa awal tersebut, saya cenderung 'memaksa' kalau semestinya dia begitu-begini. Lama kelamaan, dari keseharian, dan baca 'serba-serbi ttg lelaki' (hee) saya belajar membiarkan si Mas, 'meneliti'nya. Semisal soal gaya komunikasinya yang super diam-susah 'curhat', saya yang cerewet lebih suka menceritakan semua hal yang mengganjal hati, sementara dia tidak sama sekali. Prinsip ybs, tidak semua masalah yang menggelayuti pikiran harus diutarakan. Termasuk masalah mengungkapkan cinta atau sayang (aih, malu nih), sekian kali dia bilang: cintanya tidak akan pernah 100%, tentu membuat jengkel. Namun, kali lain baru dia lanjutkan, 'sebab memang tidak boleh begitu, prosentase terbesar itu hanya untuk Sang Pencipta', dan konon dia pun dalam masa pembelajaran untuk tidak belok dari prinsip itu. Kecuali ttg finansial, masih sering saya ingatkan, berhubung dia malah lebih 'kalap' jika honornya baru turun, efek jaman bujangan masih nempel, sebab benar-benar dari-untuk diri sendiri saat itu. Jadi, kesimpulannya, sekarang ini, saya masih belajar mencintai si Mas, segala pola-paradigma pikirnya yang jauh berbeda dan semua tentangnya dengan membiarkan dia apa adanya, menjadi diri sendiri; memahami sifat-karakter dasarnya, karena bahkan sifat-karakter dasar saya sendiri pun tak bisa punah begitu saja; lalu dengan berdoa. Tetap dalam hal apapun saya sampaikan isi kepala saya. Bahwa dalam menjalin keharmonisan, mesti saling. Dan kalau di masa awal, saya (merasa) banyak mengalah, kini dia yang berusaha sebaliknya. Insya Allah. Allohu'alam.

    ReplyDelete
  18. Maaf, ketinggalan ...

    Twitter: @ChanDinu

    ReplyDelete
  19. @rinicipta

    Aku belum pernah baca karyanya mbak Eni dalam bentuk buku nih. Tapi aku mengenal beliau sebagai blogger dan sebagai bundaminnya BAW. Kebetulan aku follow dan ikut join di grup juga hehe..
    Cara mencintai diri sendiri itu sebenernya simpel. Kalau aku sih dengan mengenali diriku. Ketika kita mengenal diri sendiri, kita akan memahami potensi apa yang kita miliki dan bagaimana kita memanfaatkan potensi itu untuk mencapai sesuatu yang kita inginkan atau menjadi apa yang kita impikan.
    Cara lainnya dengan menghargai diri kita. Setiap manusia diciptakan dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Kita adalah pribadi yang unik, yang special dan pastinya berbeda dengan orang lain. Jadi ketika memahami hal ini, kita akan lebih berbahagia dan bisa menikmati hidup. Banyak orang merasa kehilangan jati dirinya dan menjadi pengikut orang lain. Justru yang perlu kita lakukan adalah menemukan jati diri kita dan jadi role model (setidaknya untuk diri kita sendiri). Tidak memaksakan sesuatu yang bukan kita, tidak menetapkan target yang kita sendiri ragu apakah kita bisa. Pokoknya jangan membuat diri sendiri tertekan oleh hal-hal yang 'bukan kita' apalagi itu karena pengaruh dari lingkungan. Kepribadian kita harus kuat, kita harus yakin dengan diri sendiri agar tidak mudah goyah dengan berbagai godaan di dunia.

    ReplyDelete
  20. penayakit bujang itu susah ngatur uang, ini realiata. hehe

    ReplyDelete
  21. perlu di contek nihtips managemen waktunya

    ReplyDelete
  22. Wah keren manajemen waktunya,saya belum punya buku mbak eni
    Nama : Vita Pusvitasari
    Twitter : @VPusvitasari2
    IG : Pusvitasarivita

    Cara saya mencintai suami saya, masakin makanan kesukaannya, saling merawat ketika sakit, belanja dan ke swalayan bersama terutama belanja bulanan, ke pasar pun berdua belanjanya, pas masak yang ngulek bumbu suami, suami suka bantu cuci piring, aku bantu suami cari uang juga, nonton bioskop atau ngemall atau wisata baerdua, suamiku juga suka anter jemput ke kantor atau mesjid ketika pengajian, beberes rumah pun berdua aku nyapu suami yang ngepel, kalau nyuci, jemur dan nyetrika berdua, pokoknya aktivitas di rumah dan cari uang kita patner team work, sehingga jadi ringan, suami juga sangat sabar kalau saya pas PMS, pokoknya saya sama suami soulmate, kemana2 dan ngerjain sesuatu pasti berdua, jadi gak bisa marahan lama atau jauhan lama2 pasti kangen deh

    Ikutan GAnya ya mbak ☺

    ReplyDelete
  23. aku jadi malu, lalu apalah aku ini, sudah mengeluh gak ada waktu buat leha leha. Pingin belajar memanej waktu a la Mbak Eni,

    ReplyDelete
  24. penting juga ya manajemen waktu itu,
    aku suka ngdadak kalo apa2 :(

    ReplyDelete
  25. Hmm hebat sekali mbak memang ibu yang muantappp banget deh.

    ReplyDelete
  26. Nama :Titim Nuraini
    Twitter : @titim_nuraini

    Aku belum pernah baca karya Mbak Eni Martini, dan aku pengen banget baca.
    Menulis dan jalan-jalan adalah caraku mencintai diri sendiri karena 2 hal inilah yang aku suka. Aku bersyukur Allah masih memberi kesempatan untuk menikmati masa-masa sendiri sehingga aku bebas melakukan apa yang aku suka. Bebas mengeksplore tempat-tempat indah yang Allah ciptakan untuk aku jelajahi. Belajar memaknai setiap perjalanan, menulis dan membagikannya di blog. Aku menikmati banget kombinasi 2 kegiatan ini.

    ReplyDelete
  27. membagi waktu harus benar, biar gak terbuang sia-sia gitu ya mbak.

    ReplyDelete
  28. Pengen banget ketemu ela dan mba enii..kapan yaa aku dah bisa naik komuter nii

    ReplyDelete
  29. 1. Aku udah baca 3 novel mbak Eni : Kontrasepsi, Rainbow, Kunti Cemen, dan 1 nonfiksi : Soul Travel in Baduy. Dari hasil baca keempat buku mbak Eni ini, menurutku mbak Eni ini penulis serba bisa. Bisa nulis lincah gaya metropop seperti di Kontrasepsi, bisa nulis yang emosional seperti di Rainbow, bisa nulis lucu seperti di Kunti Cemen, juga bisa nulis nonfiksi seperti Soul Travel in Baduy. Diantara keempat buku ini, favoritku Soul Travel in Baduy. Karena isinya lengkap banget menggambarkan tentang pengalaman jalan2 penulisnya ke Baduy, berinteraksi dengan penduduk setempat, kehidupan sosial mereka dan tips2 buat yang belum pernah kesana. Bikin mupeng jalan2 ke Baduy :)

    2. Belajar mencintai pasangan itu dengan : a) sering2 'bercermin', ketika si dia punya salah, or berbuat sesuatu yang mengecewakan kita, or berbuat tidak sesuai harapan kita, segera 'bertanya pada cermin', apa kita juga pernah berbuat salah sama dia? pernah mengecewakan dia? or kita udah jadi pasangan yang benar2 baik dan sempurna buat dia? nyatanya belum. b) mendaftar semua kebaikan2nya c) sering2 berkomunikasi, dan punya me time berdua minimal seminggu sekali. Karena meski udah menikah, nggak berarti proses belajar mencintai pasangan udah selesai. Justru harus dipertahankan dan ditingkatkan terus, antara lain ya dengan cara2 itu.

    Twitter : @RiawaniElyta

    ReplyDelete
  30. Blom pernah baca novelnya mba eni nih..

    Cara belajar mencintai pasangan yg saya lakukan dengan mengingat dan menanamkan dalam diri bahwa dalam segala kekurangannya ia juga memiliki kelebihan. Hal yg sama dengan saya.
    Selama dia belajar utk memperbaiki kekurangan yg memang harus diperbaiki rasanya sy jg bs belajar berkompromi.
    Satu hal yg paling penting...dia mencintai saya.

    Akun twitter: @ophiziadah

    ReplyDelete
  31. Salam maks :) gimana kabarnya? moga sehat ya bersama keluarganya, bisnisnya lancar, dan makin produktif yaa. Titip salam kenal juga sama mak Eni... luar biasa perjuangannya, penasaran mau baca novelnya.

    Berarti jawabanku udah jelas dong mak ya, saya belum pernah baca novelnya.

    Jawaban yang kedua bagaimana saya mencintai diri saya sendiri (berhubung karena belum berkeluarga)saya jadi teringat pesan nasehat dari ibu saya, bahwa sebesar atau setinggi apapun cita-cita yang saya raih, atau seberapa besar gaji yang saya dapatkan dari pekerjaan saya atau sekeren apapun karir saya saat ini jika saya sendiri sakit-sakitan, semuanya itu tak berguna, malah akan habis hanya untuk berobat saja misalnya. hemm, saya sampe mikir dan merenungi perkataan ibu saya tersebut, dan memang ada benarnya. Hingga saya tak lagi memaksakan diri untuk begadang demi ngejar materi. Mak Leyla pasti tahu maksud saya hehe. deadliner gitu. Sejak saat itu, saya mulai berbenah diri, mengubah pola hidup saya, mulai meminimalisir atau mengatur kembali manajemen waktu saya antara dunia maya dan dunia nyata walaupun dua dunia tersebut saling mendukung saya dalam mencari sesuap nasi. Tapi kembali lagi, saya sangat sayang ibu dan juga diri saya sendiri, saya tidak mau lagi yang namanya virus penyakit menyerang tubuh saya. Saya harus sehat, kuat, dan semangat. pun saya tidak mau menyakiti diri saya sendiri dengan beragam kekecewaan dan prasangka buruk sekecil apapun itu. Sekarang, saya melangkah dari nol, bagaimana supaya separuh hidup saya juga dapat dirasakan manfaatnya oleh orang lain, saya mencoba melawan rasa egois dan amarah yang biasanya menguasai hati dan pikiran saya dengan cara berbagi ilmu, tenaga dan harta kepada orang membutuhkan. Bagaimana mungkin orang lain akan mencintai diri kita jika kita sendiri tidak mencintai diri sendiri, walau itu bermula dari hal-hal yang paling kecil tapi maknanya luar biasa. :)

    Twitter @AidhaZhuki

    nggak punya IG



    ReplyDelete
  32. Perkenalan saya dengan Mba Eni Martini berawal dari FB, dimana beliau dan suami sebagai owner olshop Omah Buku dan saya menjadi salah satu pelanggan setianya.
    Saya sempat kehilangan kontak karena akun FB tersebut ternyata sudah tidak aktif lagi, entah kenapa.
    Kemudian tanpa sengaja kami bertemu lagi di twitter. Dari twitter lah saya baru tahu kalau ternyata Mba Eni Martini adalah seorang penulis. Dan kebetulan saya juga suka menulis 
    Tapi jujur, saya belum pernah baca novel beliau. Penasaran, seperti apa ya? 
    Makanya coba ikutan GA ini, siapa tahu beruntung bisa dapat novel karya Mba Eni Martini dan dapat lebih mengenal beliau melalui karyanya.

    Kalau untuk belajar mencintai pasangan, sy tergolong masih hijau, krn baru sepuluh tahun belajarnya :) dalam hal ini sy mengambil motivasi dari quote: Jangan berhenti belajar karena hidup tak pernah berhenti mengajarimu. maka sy berkesimpulan bahwa belajar mencintai pasangan membutuhkan waktu seumur hidup. selama Allah menakdirkan kita mendampinginya, selama itu pula kita harus terus belajar mencintai pasangan hidup kita.
    sy juga mengambil pelajaran dari cintanya Fatimah kepada Ali, Khadijah kepada Rasulullah, Asiyah kepada Fir'aun, dan masih banyak lagi. smg Allah senantiasa membimbing saya dalam proses belajar ini sehingga sy dpt dengan benar dan tepat mencintai pasangan hidup saya sesuai sunnah nabi-Nya. aamiin.

    Sukses terus untuk Mba Eni dan salam kenal untuk Mba Leyla Hana 

    twitter : @sw_ningsih

    Ga pny IG :)

    ReplyDelete
  33. Hallo mbak, ikutan ya..

    @noormafmz

    Belajar mencintai pasangan ya?
    Jujur saya sangat berjuanh keras untuk mencintai dan menerima suami saya dulu itu, ijab qobul yang saya dengar dari suami saat hari H membuat saya menangis pilu, saya sedih. Karena saya masih mencintai orang lain. Suami, memang sudah lama saya kenal, orang tua saya hanya menyukai dan menyetujui saya dengan suami saat itu! Bukan dengan orang yang saya cintai. Pilu! Sedih!

    Malam pertama kami pun setelah beberapa hari setelah kami menjadi suami istri.

    Suami memahami, tetapi saya yang pernah ngaji dan tahu hukumnya bagaimana sebaiknya isti bersikap, akhirnya terjadilah.

    Hati masih terpaksa. Saya masih terbayang orang yang saya cintai.

    Suami saya baiik sekali,sabar, menyayangi saya sepenuh hati, dia memuliakan saya sebagai istrinya, dia sangat menghormati saya. Di situlah saya sadar! Bahwa orang yang di samping saya adalah orang yang seharusnya saya hormati pula. Bukan orang lain yang hanya ada di bayangan saya. Bahkan! Mungkin orang lain itu sudah tidak mengingat saya.

    Perlahan, pelan-pelan, saya berusaha terus menerima suami. Mulai mau memasakkan masakan untuk suami, mulai punya rasa khawatir yang mendalam bila suami pergi jauh, mulai mau hamil demi suami. 6 bulan pasca menikah, saya baru program. Awalnya hanya rasa kasian, tapi lama-lama sayang ini benar-benar tumbuh. Di mana saya punya rasa cemburu dengan teman perempuan di facebook suami yang komen status suami. Mulai protektif dengan mengganti pasword akun fb suami, dan membaca inbok2 di fb suami. Begitu pun sms dan panggilan di HP. Saya protektif. Suami tidak pernah macam2, hanya saya yang berlebihan merasakan cemburu. Karena saya sudah sayang dan cinta suami. Apalagi saat Noofa lahir, suami benar2 menjadi suami yang siaga, ayah yang baik untuk anak saya. Makin hari, rasa sayang itu makin tumbuh. Dan saya meyakini bahwa benar adanya TUHAN TIDAK MEMBERIKAN APA YANG KITA MINTA TETAPI MEMBERIKAN APA YANG KITA BUTUHKAN DAN YANG TERBAIK UNTUK KITA. nyatanya, saya sekarang bahagia, meskipun saat pernikahan saya punya senyum palsu di hadapan para tamu.

    ReplyDelete
  34. hallo kak, ikutan ya..semoga masih belum terlambat.

    setelah baca artikel dari awal, sungguh luar biasa kalian mba, begitu banyak aktivitas dan dapat mengaturnya dengan sangat baik. Sangat menginspirasi dan semoga saya bisa mencontoh juga hehe...

    sayangnya saya belum pernah membaca novel mba eni dan semoga saya diijinkan untuk berkesempatan membacanya.

    Bagaimana saya mencintai ?
    ya.. saya akan memberikan gambaran bagaimana saya mencintai suami saya setelah saya dikhianati.

    lalu bagaimana caranya ya? bukannkah hati yang telah disakiti pasti sangat sulit untuk mencintai lagi.? tidak bagi saya.
    Menurut saya cara yang paling indah saat mencintai adalah dengan selalu mengingat pencipta cinta. tidak lain tidak bukan adalah Allah. Saya pikir kalo kita bisa mencintai makhluknya kita juga harus mencintai penciptanya.

    Kemudian untuk menyembuhkan rasa sakit yaitu dengan tetap tersenyum. Saya berprinsip bahwa Allah akan selalu menciptakan senyum untuk menghapus tangisan. itulah yang saya lakukan untuk kembali mencintai suami saya setiap hari, bahkan sakit hati atau rasa dikhianati akan selalu hilang jika saya senyum ikhlas untuk taat dan berbakti pada suami saya demi mencari ridho Allah.

    IG: @Nduk_ike
    Teitter : @ike_yulia90

    follback ya kak.
    thanks

    ReplyDelete
  35. Saya belum pernah baca novel mbak eni, semoga diberi kesempatan

    Cara saya mencintai pasangan dengan
    1. Sabar dengan segala kekurangannya , saya tidak menuntut dia untuk menambal kekurangannya. Karena menurut saya itu memaksa biarlah dia berubah ketika masanya tiba
    2. Menjaga kesehatan kami berdua
    3. Memberikan waktu me time untuk dia dan saya berusaha ada saat dia butuh
    4.rajin meminta maaf dan mengakui kesalahan sendii

    Itu saja menurut saya maklum baru hitungan hari jadi istri he... Hee

    Twitter: @sheieka
    Ig: unni riska

    ReplyDelete
  36. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  37. Jiah @jiahjava

    Mencintai diri sendiri dg menghargai apa yg kita punya. Kita sehat ya hrs menjaganya dg makanan yg baik. Agar otak waras, ya kasih makan dg membaca.

    Saat kita sdh bs menghargai diri sendiri, itu artinya kita sdh siap mencintai org lain

    ReplyDelete

Terima kasih atas komentarnya.
Mohon gunakan kata-kata yang sopan dan santun yaaa.....