“Aku nggak bisa pakai tas
begituan.”
“Emang kenapa?”
“Nggak tahu, nggak bisa aja.
Minimal aku pakai tas yang harga 5 juta merk impor. Ini saja sudah di bawah
standar banget.”
Mulut saya membulat “ooo…,”
meskipun masih tak mengerti mengapa teman bicara saya siang itu tak mau membeli
tas seharga ratusan ribu seperti yang saya pakai? Apakah tubuhnya akan
gatal-gatal kalau pakai tas lokal? Sementara dia meneruskan cerita mengenai
kesukaannya membeli tas jutaan rupiah per buahnya, tas branded impor yang digemari ibu-ibu sosialita, saya hanya
mengangguk-angguk saja.
Kalau melihat tas yang
dipakainya, yang katanya dibeli di luar negeri seharga jutaan rupiah itu,
sepertinya biasa saja. Agak berat sedikit daripada tas saya, memang hehehe…. Saya
sendiri lebih tertarik membeli tas di pusat kerajinan kulit Garut. Pengamatan
saya, harganya antara Rp 500.000 sampai jutaan rupiah, tapi masih di bawah 5
jutalah. Kualitasnya tidak kalah dengan tas impor, karena terbuat dari kulit
sapi atau domba asli dengan model-model yang tak kalah menarik. Bedanya, tak
ada merk. Atau bermerk tapi belum terkenal. Seringkali orang membeli produk itu karena merknya, bukan bahan baku
pembuatannya. Kalau merknya terkenal, walaupun ternyata biaya bahan baku tak
sebanding dengan harga jualnya, ya dibeli juga demi gengsi.
Mengapa kita lebih suka membuang
uang untuk produk-produk buatan impor daripada buatan lokal? Kualitasnya bisa
jadi lebih bagus buatan dalam negeri. Hanya karena promosi yang gencar dengan
menggunakan selebritis terkenal, kita pun lebih memilih produk impor. Bukan
berarti tidak boleh membeli produk impor. Untuk produk-produk yang memang belum
bisa diproduksi di dalam negeri, sudah pasti kita harus menggunakan buatan
impor. Namun, jika ada produk buatan dalam negeri dengan kualitas sama dengan
produk impor, mengapa memilih yang impor?
Kita pasti mengetahui dengan
jelas, jika kita membeli produk lokal, itu berarti kita membantu pengusaha dan
petani dalam negeri untuk meningkatkan daya saing, taraf hidup, dan pada
akhirnya menguatkan stabilitas ekonomi bangsa. Contohnya saja sayur mayur.
Memang kelihatannya sayur-sayuran impor itu cantik-cantik dan besar-besar. Dijual
di supermarket-supermarket besar dengan pendingin udara maksimal sehingga kita
nyaman berbelanja di sana. Sedangkan sayur mayur lokal dijual di pasar yang
becek atau tukang-tukang sayur dekat rumah. Tak perlu jauh-jauh. Bapak mertua
saya seorang petani. Sewaktu harga tomat jatuh, beliau ikut merasakan imbasnya.
Bukan hanya tomat. Sayur mayur lain juga sering merugi, seperti mentimun dan
cabai karena sedang kelebihan produksi. Harga tomat pernah
hanya Rp 200/ Kg sehingga petani Garut membuangi tomatnya ke selokan. Bapak
mertua saya tidak sampai membuang tomatnya ke selokan, karena beliau lebih
memilih membagi-bagikan ke keluarga besar dan tetangga.
Alangkah gawatnya kalau kita
lebih mengutamakan membeli produk impor daripada lokal, terlebih tahun 2015
lalu telah diberlakukan sistem ekonomi terbuka Masyarakat ASEAN. Dari sisi
Indonesia, para pengusaha dan petani dalam negeri memang bisa memperluas
pasarnya ke ASEAN. Yang tidak boleh terlupa, kita pun harus siap dengan
serangan produk-produk impor ke pasar dalam negeri. Jangan kecele. Belum tentu
semua buatan impor itu berkualitas. Kehati-hatian tetap diperlukan dalam
membeli dan memilih barang. Semakin banyak barang yang diperdagangkan, semakin
ketatlah persaingan dalam pemasaran. Bisa jadi para produsen membanting harga
demi meraup konsumen sebanyak-banyaknya, padahal harga sebanding dengan
kualitas. Kita pun kecewa dengan kualitas barang yang tak sesuai dengan promosinya.
Jadilah konsumen yang cerdas dalam membeli dan utamakan produk dalam negeri.
Sudah tahu
belum kalau tanggal 20 April diperingati sebagai Hari Konsumen Nasional
berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 13 Tahun 2012 dengan mengacu kepada
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen? Tujuannya untuk
meningkatkan pemahaman konsumen akan hak dan kewajibannya sehingga menempatkan
konsumen sebagai subyek penentu kegiatan ekonomi serta cinta produk dalam
negeri. Pelaku usaha pun termotivasi untuk mengingkatkan kualitas produk dan
layanannya sehingga dapat bertahta di negeri sendiri dan mampu bersaing di
pasar global. Konsumen yang dapat menegakkan hak-haknya itulah yang disebut
Konsumen Cerdas.
Penjelasan
mudahnya seperti ini. Dengan menjadi konsumen cerdas, kita akan mampu memilih
barang yang berkualitas, sehingga para pelaku usaha pun terpacu untuk
meningkatkan kualitas produksinya agar tidak kalah bersaing. Tentunya kita
harus mengutamakan membeli produk dalam negeri untuk meningkatkan perekonomian
bangsa. Yang untung ya kita juga dong. Bila para pengusaha dalam negeri berjaya
di negeri sendiri dan sukses di pasar global, peluang kerja pun meningkat.
Jadi, jangan selalu menyalahkan pemerintah kalau pengangguran meningkat. Bisa
jadi kita sendiri pemicunya, karena lebih memilih produk impor sehingga
pengusaha dalam negeri sulit maju. Kalau buku-buku impor, bagaimana? Ehm, beli
juga dong buku karya penulis lokal supaya taraf hidup para penulis lokal juga
meningkat dan mereka dapat meningkatkan kualitas tulisannya dengan modal
fasilitas menulis yang lebih canggih, hehehe…..
Pemerintah
sendiri sudah memberikan perlindungan terhadap para konsumen cerdas, yaitu
dengan hadirnya standar mutu K3L (Kesehatan, Keamanan, Keselamatan, dan
Lingkungan), berupa label SNI (Standar Nasional Indonesia). Nah,
sebelum membeli barang, perhatikan baik-baik apakah ada standar SNI-nya? Kalau
ada, insya Allah jaminan produk tersebut telah memenuhi standar mutu K3L. Jika
para konsumen mengutamakan membeli produk berlabel SNI, para produsen
berbondong-bondong memenuhi standar mutu K3L itu agar bisa melabeli produknya
dengan stempel SNI dan memiliki etika dalam berusaha. Pernah mengalami kerugian
saat membeli barang? Saya pernah. Makanya saya bertekad ingin benar-benar
menjadi konsumen cerdas. Dengan demikian, tidak akan ada pihak yang dirugikan,
bukan? Sampai saat ini, pemerintah telah mengenakan kebijakan SNI wajib pada
108 jenis barang. Informasi lebih lengkap bisa dilihat di http://ditjenpktn.kemendag.go.id/.
Kemudian, jika ternyata kita
kecewa dengan barang yang kita beli yang tidak sesuai dengan promosinya, kita
bisa mengadukannya ke siswaspk.kemendag.go.id. Info mengenai layanan pengaduan
konsumen via email dapat dikirim ke pengaduan.konsumen@kemendag.go.id.
Berikut ini kiat-kiat khusus untuk menjadi konsumen cerdas via kementerian
dalam negeri:
Tegakkan Hak dan Kewajiban Konsumen, yaitu:
Hak atas kenyamanan, keamanan,
dan keselamatan dalam mengonsumsi barang dan jasa.
Hak untuk memilih barang dan jasa
serta mendapatkannya sesuai nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang
dijanjikan.
Hak atas informasi yang benar,
jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan jasa.
Hak untuk didengar pendapat dan
keluhannya atas barang dan jasa yang digunakan.
Hak untuk mendapat advokasi,
perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara
patut.
Hak untuk mendapat pendidikan dan
pembinaan konsumen.
Hak untuk diperlakukan atau
dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.
Hak untuk mendapatkan kompensasi,
ganti rugi, atau penggantian apabila barang dan jasa yang diterima tidak sesuai
dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.
Teliti Sebelum Membeli
Diperlukan ketelitian ketika kita
membeli barang, entah itu bahan makanan atau bukan makanan. Mama saya dulu
kalau beli pakaian diperhatikan betul jahitannya, bagus atau tidak. Sampai
lamaaa sekali dan bikin bosan yang menunggu, hehehe…. Tapi memang benar, saya
yang sering lalai memperhatikan jahitan pakaian ini, begitu sampai di rumah eh
kecewa karena ternyata ada jahitan yang tidak bagus dan kurang kuat. Jadilah
itu baju yang baru dibeli cepat robek. Begitu juga dengan bahan makanan seperti
ikan dan sayuran. Saya dulu beli ya beli saja, yang penting ada yang dimasak.
Sampai dinasihatin asisten rumah tangga saya supaya pilih-pilih bahan makanan.
Saya pernah beli ceker ayam untuk tambahan sayur sop anak-anak, eh belum
dimasak sudah bau. Akhirnya ceker itu tidak jadi dimasak karena sudah tidak
layak dimakan. Sayang, kan, uangnya terbuang percuma.
Pastikan Produk Sesuai dengan Standar Mutu K3L
Standar mutu K3L ini ditentukan
dari label SNI yang tertera pada produk, terutama produk elektronik, mainan,
furniture, dan lain-lain. Kita pasti tidak mau barang yang sudah dibeli
ternyata hanya bertahan sebulan gara-gara tidak memenuhi Standar Nasional
Indonesia. Saya pernah membeli penanak nasi yang hanya bertahan sebulan. Entah
mengapa, nasinya cepat kuning dan bau. Saya merasa rugi sekali membelinya, mana
harganya tidak murah juga. Saya bertanya-tanya, apakah itu barang aspal (asli
tapi palsu) atau memang kualitasnya tidak bagus? Saya lupa memperhatikan label
SNI-nya. Lain halnya ketika saya membeli kipas angin dengan label SNI, sudah
lima tahun dipakai pun masih awet.
Perhatikan Label, Kartu Garansi, dan Masa Kadaluarsa
Penting sekali memperhatikan
label, kartu garansi, dan masa kadaluarsa. Untuk masa kadaluarsa, terutama
berlaku pada bahan-bahan makanan dan obat-obatan yang dimasukkan ke dalam
tubuh. Sering sekali kita kecolongan kalau membeli jajanan anak-anak di
warung-warung, kita tidak memperhatikan masa kadaluarsanya. Tahu-tahu sudah
lewat tanggal layak dikonsumsi. Bisa menyebabkan keracunan kalau tetap
dikonsumsi. Apalagi jika itu adalah obat-obatan yang sedianya untuk mengobati
penyakit ternyata malah membawa penyakit.
Beli Sesuai Kebutuhan, Bukan Keinginan
Pesan ini terutama ditujukan
kepada ibu-ibu yang sering “besar pasak daripada tiang.” Kita memang sering
kesulitan membedakan mana barang yang dibutuhkan, mana yang sekadar keinginan. Kalau
mengikuti keinginan ibu-ibu, satu tas saja tidak akan cukup. Contohnya saya,
ya. Kalau tidak bisa mengerem, saya inginnya beli tas warna-warni biar bisa
digunakan sesuai dengan warna sepatu dan baju hehehe…. Padahal, kalau melihat
suami saya, dia hanya punya satu tas untuk ke kantor dan baru beli lagi kalau
yang satu itu sudah rusak.
Beli tas lebih dari satu adalah
keinginan.
Beli tas karena tasnya sudah
rusak adalah kebutuhan.
Itu contoh mudahnya. Belilah
karena butuh, bukan karena ingin.
Sudah siap belanja cerdas ala konsumen cerdas?
Pastinya, dong….
makasih diingatkan Ela. pengennya sellau memperhatikan ingrediet suatu produk biar aman tp kadang ga ngerti bahasa kimianya
ReplyDeleteskr gak cukup cek label halal ya mbak tapi SNI juga penting
ReplyDeleteHmm iya nih yang paling penting lihat gambang lambang SNI nya biar muantapppp.
ReplyDeletesya sempat lalai dalam membeli barang jenis makanan. ini dampaknya bhaya ya kan mbak.
ReplyDeletemakasih dah diingtkan
Aku kalo belanja ke mini market suka kepo sama barang2nya.. aku kepoin tanggal kadaluarsanya dan kepoin harga2nya.. Kadang harganya beda jauh kalo kita beli barang yang sama di sebuah wartung..
ReplyDeleteAsyiik ada tas Garut. Saya malah kalau pulang kampung nggak inget beli tas kulit ini baru deh nyampe Batam nyesel.
ReplyDeleteDaripada beli tas hrg 5 jt mah, aku mendingan beli tiket pesawat utk traveling mbak :D.. Biar ga kurang piknik ;p
ReplyDeleteuntungnya walo hobi belanja, tapi aku bukan tipe yg tergila2 merk.. asalkan bagus, dan sesuai budget udh cukuplah :).. Tapi pengecualian untuk makanan ya mbak.. aku justru ga segan ngeluarin uang bnyk utk nyoba makanan yg unik ato happening :D..
Beli sesuai kebutuhan itu yg rada sulit apalagi pas belanja nggak bareng suami
ReplyDelete