Tanggal 4 Februari lalu adalah
Hari Kanker Sedunia. Setiap kali
mengenang kanker, saya pasti teringat kenangan pahit sembilan tahun lalu,
ketika ibu saya meninggal dunia karena kanker. Kanker telah menjadi momok
menakutkan bagi semua orang. Seolah-olah mereka yang terkena kanker, hanya
tinggal menghitung hari untuk menyambut kematian.
Ibu saya berjuang selama tiga tahun demi melenyapkan penyakit itu dari dalam tubuhnya. Tak sedikit biaya yang sudah dikeluarkan, tetapi pada akhirnya beliau harus menyerah. Kondisi ekonomi kami tak lagi bisa membiayai pengobatan kanker ibu saya. Tanah warisan, rumah tabungan, sampai simpanan perhiasan ibu saya sudah terjual semua untuk pengobatan. Hanya tinggal rumah yang kami tempati saja yang tersisa. Ibu saya tak mau rumah itu dijual juga untuk biaya pengobatan, sehingga beliau pasrah meregang nyawa karena pengobatan yang tak tuntas.
Ibu saya berjuang selama tiga tahun demi melenyapkan penyakit itu dari dalam tubuhnya. Tak sedikit biaya yang sudah dikeluarkan, tetapi pada akhirnya beliau harus menyerah. Kondisi ekonomi kami tak lagi bisa membiayai pengobatan kanker ibu saya. Tanah warisan, rumah tabungan, sampai simpanan perhiasan ibu saya sudah terjual semua untuk pengobatan. Hanya tinggal rumah yang kami tempati saja yang tersisa. Ibu saya tak mau rumah itu dijual juga untuk biaya pengobatan, sehingga beliau pasrah meregang nyawa karena pengobatan yang tak tuntas.
Kanker bukan penyakit yang
sepele. Kanker merenggut impian, bukan hanya impian orang yang terkena kanker,
tetapi juga impian keluarganya. Ibu saya bermimpi melihat pernikahan putri
sulungnya, pernikahan pertama di dalam keluarga kami, pernikahan saya.
Pernikahan yang akan diselenggarakan dua bulan lagi. Apa daya, ibu saya tak
sanggup lagi menunggu. Kanker itu memutus impian ibu saya untuk melihat kebaya
jahitannya melekat di tubuh saya saat akad nikah. Kanker juga merenggut impian
saya. Impian bersanding di pelaminan dengan ditemani oleh ibunda tercinta. Impian
mendapatkan wejangan-wejangan selama menjalani pernikahan. Impian ditemani
ibunda menjalani hari-hari yang sulit saat akan menjadi ibu: hamil dan
melahirkan. Impian memperlihatkan cucu-cucu laki-laki, karena ibu saya tidak
punya seorang pun anak laki-laki.
Bila kanker menyerang seorang
wanita yang sudah memasuki usia lima puluh tahun saja sudah memutus sekian
banyak impian, bagaimana bila menyerang wanita yang baru berusia dua puluhan
dengan deretan impian yang jauh lebih banyak? Tentu rasanya jauh lebih pahit. Sebagaimana
yang dialami oleh Mia, tokoh utama dalam film I am The Hope, yang disutradari
oleh Adilla Dimitri berdasarkan skenario yang juga ditulis oleh Adilla Dimitri dan
Renaldo Samsara. Film ini diproduksi oleh Alkimia Production. Teasernya dapat dilihat
pada video di bawah ini.
Mia, usianya baru 23 tahun. Usia
yang sangat muda dan produktif. Saat seusia Mia, saya baru lulus kuliah dan
akan memasuki dunia kerja demi mewujudkan cita-cita. Begitu pula halnya dengan
Mia, yang bercita-cita membuat pertunjukan teater. Penyakit kanker yang
diidapnya, menjadi batu halangan. Membuatnya harus berhenti sejenak menjalani
pengobatan kanker yang menyita waktu, tenaga, dan uang. Semula Mia berasal dari
keluarga yang berkecukupan, tetapi harta benda keluarga mereka terus berkurang
untuk mengobati penyakit kanker ibunda Mia yang akhirnya meninggal juga. Kini,
Mia juga divonis kanker. Biaya pengobatan sudah tentu akan kembali menggerogoti
perekonomian mereka yang sudah terpuruk. Dan yang paling menyesakkan dada, Mia
harus menghentikan mimpinya.
Memang, seperti itulah yang
terjadi kepada semua pasien kanker. Mereka harus menyediakan dana yang tak
sedikit untuk membiayai pengobatan. Sampai-sampai menjual tanah warisan, rumah
investasi, dan sebagainya. Ketika sudah dirasa tak mampu membayar biaya
berobat, mereka memasrahkan diri kepada malaikat pencabut nyawa. Dalam kondisi
sakit, pasien kanker biasanya sudah kehilangan semangat untuk melakukan sesuatu
kecuali orang-orang di sekitarnya terus memberi harapan bahwa mereka pasti
sembuh. Sama seperti almarhumah ibu saya yang semula sudah menyerah akan
penyakitnya. Lalu, ketika kondisi fisiknya sedikit membaik setelah kami
membawanya berobat, semangat ibu saya bangkit lagi. Beliau bahkan menyempatkan
membuat kebaya pengantin untuk saya. Sayang, kami tak sanggup lagi membiayai
pengobatan ibunda, sehingga penyakit kanker itu belum tuntas dan kembali
menggerogoti tubuh ibu saya.
Mia, mendapatkan semangat dari
seorang perempuan bernuansa pelangi (siapa perempuan ini? itu akan terjawab di
dalam filmnya), yang terus mendampingi Mia menjalani pengobatan sembari mempersiapkan
pertunjukan teater. Dalam sebuah pertunjukan teater, Mia berkenalan dengan
seorang pemuda, David, yang sempat menyita perhatiannya sebagai aktor dalam
pertunjukan tersebut. David pulalah yang mendukung Mia mewujudkan mimpinya,
menawarkan naskah kepada seorang produser. Namun, kanker kembali menghalangi
cita-cita Mia. Ia kembali terpuruk di atas tempat tidur rumah sakit, demi
menjalani pengobatan untuk memusnahkan sel-sel kanker yang telah menggerogoti
tubuhnya. Apakah Mia berhasil meraih impiannya? Atau dia mengikuti jejak
ibundanya yang menyerah pada penyakit mematikan tersebut?
Jawabannya ada di dalam I am The Hope The Movie yang akan mulai
ditayangkan di bioskop tanggal 18 Februari 2016. Saya sendiri sebagai peserta
kompetisi blog #IAmHopeTheMovie yang saya dapatkan informasinya dari Uplek.com
diminta untuk ikut menentukan endingnya. Sebagai anak dari seorang penderita
kanker yang telah meninggal dunia, saya ingin endingnya berakhir baik. Saya
ingin ibu saya terselamatkan. Saya ingin ibu saya mewujudkan impiannya,
sesederhana apa pun itu. Terlebih lagi seorang Mia yang masih muda dan memiliki
banyak mimpi. Saya berharap Mia dapat menang melawan kanker. Apalagi dengan
keberadaan Gelang Harapan dan para pejuang dan relawan Warriors of Hope, yang
dapat membangkitkan semangat para
penderita kanker untuk terus memperjuangkan hidupnya. Gelang Harapan dibuat dari
sisa kain seorang desainer ternama Indonesia, Ghea Panggabean, berupa gelang
bernuansa pelangi, yang dapat dibeli dan hasilnya disumbangkan untuk biaya
pengobatan penderita kanker.
Gerakan Gelang Harapan atau
Baracelet of Hope digagas oleh tiga selebritis Indonesia: Wulan Guritno, Janna
Soekasah Joesoef, dan Amanda Soekasah. Ditujukan untuk misi mulia: membantu
pasien kanker yang tidak mampu beserta keluarganya di seluruh tanah air.
Gerakan Gelang Harapan percaya bahwa di setiap situasi dalam kehidupan, selalu
ada harapan. Tentunya gerakan ini sungguh-sungguh menjadi harapan bagi para
penderita kanker yang kesulitan memperoleh biaya pengobatan. Para donatur dapat
ikut menyumbang dengan membeli gelang harapan, yang hasil penjualannya akan
didonasikan untuk para penderita kanker. Semoga dengan begitu, akan lebih
banyak lagi penderita kanker yang tertolong.
Ya, ending yang saya inginkan
adalah ending yang diinginkan oleh semua penderita kanker beserta keluarganya.
Mia dapat terselamatkan dan kembali menapaki jalan untuk meraih mimpinya
bersama seorang pemuda yang telah menenangkan hatinya, David. Mari kita
wujudkan impian Mia dan para penderita kanker lainnya dengan menonton film ini
sekaligus membeli gelangnya. PRE SALE @IAmHopeTheMovie yang akan tayang di
bioskop mulai 18 Februari 2016. Dapatkan @GelangHarapan special edition
#IAmHope hanya dengan membeli pre sale ini seharga Rp 150.000 (untuk 1 gelang
dan 1 tiket menonton) di http://bit.ly/iamhoperk
dari #BraceletOfHope 100% dan sebagian dari profit film ini akan disumbangkan
untuk yayasan dan penderita kanker sekaligus membantu membangun rumah singgah.
Follow Twitter @Gelangharapan dan @Iamhopethemovie
Follow Instagram @Gelangharapan dan @iamhopethemovie
Follow Twitter @infouplek dan Instagram @Uplekpedia
#GelangHarapan #IamHOPETheMovie #BraceletofHOPE #WarriorOfHOPE #OneMillionHOPE #SpreadHope
Semoga ending film ini sama
dengan ending yang saya inginkan. Sebagaimana soundtrack film ini yang sangat
menyentuh hati.
Hidup terkadang sulit diterka
Akan ke mana membawa kita
Bila saja segala rencana
Berjalan apa adanya
Walau tak mudah untuk bertahan
Kumenolak kalah oleh keadaan
Meski tiada yang jamin ku di sini
Esok masih melihat mentari
Harapan tak kan mati
Kutak sendiri
Kupercaya dalam gelap
Sinar kan menyala, harapan kan ada
Berhentilah berputus asa
Kupasti bisa….
Penderita kanker cukup susah mengalami masa-masa sulit. Semoga film ini menginspirasi :)
ReplyDeleteAamiin.. Filmnya menyentuh dan menyemangati
Deletenonton bareng yuk mbak ....
ReplyDeleteHayuu mbaa. Moga kita bisa nonton bareng ya :D
Deleteagrrrrkkk jadi sedih baca cerita mba ela, tentang ibunya.aku jadi kangen ibuku..semoga ibu di Jannah Allah SWT ya mba, aamiin
ReplyDeletelucky untuk lomba ini, aku belum memutuskan untuk ikut atau gak. kapan ya Dl'nya?
Aaamiin mba Eni.. DL hari ini, mbak.
DeleteLiat cuplikannya aja udah sedih yah, Mak. Filmnya inspiratif nih. Harus didukung
ReplyDeleteIya mak, karena hasil jualan gelang harapan ini memang utk penderita kanker.
Deletesuka soundtracknya :)
ReplyDeleteApalagi yg nyanyinya RAN
DeleteLagunya bagus, wajib ditonton nih filmnya :)
ReplyDeleteIya, lagunya bersemangat.
Deletebelum nonton aja aku udah berkaca2 mbak, soalnya dua bibi ku sudah terkena kangker, yang satu meninggal karena kangker rahim, satu lagi sedang kemo karena kangker payudara
ReplyDeleteDuh, turut berduka cita, Ev. Harus waspada ya kita.
Deletekalo udah cerita kanker aku jadi ingat beberapa saudara yang meninggal krn kanker, mudah2an di film ini Mia segera pulih
ReplyDeleteAamiin.. Semoga endingnya happy ya
Deletesemoga ibu mba Leyla diterima amal ibadahnya dan bangga pastinya melihat anaknya mba Leyla begitu menyayanginya dalam setiap doa. terharu dan menyentuh sekali.
ReplyDeleteAamiin.. Makasih doanya ya, Erna..
DeleteAduh..nggak kebayang deh nanti nonton filmnya, pasti sedih banget..
ReplyDeleteBagus mbak tulisannya..
Semoga ntar bisa nonton juga..
Iya, sedih nih Laa.. Apalagi ada kisah nyatanya.
Deleteaku selalu sedih lihat penderita kanker hiks.... ya Robb jadi kangen ibu juga. semoga ibunya Mbk Ella akan mendapatkan yang terbaik di sisi Allah. Semoga menang ya, mbk.
ReplyDeleteAamiin.. Makasih doanya, mbak Naqi
ReplyDeleteJadi ingat dan kangen mama juga jadinya T-T. Mbak Leyla, yuk nobar :)
ReplyDeleteYuk.. Semoga kapan2 kita bisa ketemu ya mba
DeleteSo touching... Ibu saya juga sakit berat sebelum wafatnya. Semoga kelak Allah kumpulkan lagi kita semua dlmbjannahnya ya..
ReplyDeleteAamiin.. Mbak Oty
DeleteBanyaknya yang nulis tentang ini. Makin penasaran deh dengan filmnya. Gak sabar nunggu tayang
ReplyDeleteIya mudah2an filmnya banyak yg nonton ya
Deletesepakat! Ane juga pengen banget Endingnya Menyenangkan.
ReplyDeleteMia Sudah berjuang, dan Karena itu dia Berhak untuk hidup
smoga film ini bisa memenuhi harapan kita semua. keren artikelnya mbak :)
good luck dan salam bloggerhoki