Bulan Ramadhan sudah berlangsung kurang lebih 13 hari, alhamdulillah bagi yang masih sukses menjalankannya dengan segala ujiannya. Sebelum bulan Ramadhan berakhir, saya mau bagi-bagi buku "Serunya Puasa Ramadhan di Luar Negeri" yang baru saja diterbitkan oleh Penerbit Qibla, Bhuana Ilmu Populer. Penasaran kan seseru apa sih menjalankan ibadah puasa Ramadhan di luar negeri? Ada yang di Malaysia, Hongkong, Singapura, Doha, Mesir, Amerika, Perancis, Korea Selatan, dll.... wuiiih.... seru deh pokoknya.
Bukunya sekarang insya Allah sudah edar di seluruh toko buku Gramedia. Kalau kamu mau dapet gratisannya, ikutan yuuk kuisnya. Syaratnya mudah saja, karena hadiahnya hanya masing-masing satu eksemplar buku untuk tiga orang pemenang dengan jawaban terbaik menurut saya. Cukup tinggalkan komentar di bawah postingan ini ya. Cerita minimal satu paragraf. Pertanyaannya:
"Di mana kamu mendapatkan momen Ramadhan yang paling berkesan? Apakah di kampung halaman, rumah mertua, tempat merantau, atau siapa tau ada yang juga sedang tinggal di luar negeri? Ceritain dong ke saya, kesan-kesannya menjalankan ibadah puasa Ramadhan di tempatmu itu."
Syarat lain:
1. Follow Blog ini.
2. Follow twitter @leylahana dan @Penerbit_BIP
3. Share jawabanmu secara singkat di twitter dengan format "Serunya Puasa di .... (tempat Anda) @leylahana @Penerbit_BIP [Link Postingan ini] #SerunyaPuasaRamadhandiLuarNegeri. Linknya dibuat link pendek aja supaya muat 140 karakter ya.
4. Share juga jawabanmu di facebook dengan format yang sama dengan di atas, mention ke facebook leyla.hana dan Penerbit BIP Gramedia.
5. Ceritamu ditulis di kolom komentar postingan ini ya. Sertakan akun Twitter dan Facebookmu.
5. Ceritamu ditulis di kolom komentar postingan ini ya. Sertakan akun Twitter dan Facebookmu.
5. Ditunggu sampai tanggal 25 Juli 2014 ya, diumumin setelah lebaran, aye pan mau lebaranan dulu :D
Semoga berhasil ya, man teman :D
Mak, share jawaban di twitter sama FB pan dari komentar yang mo ane tulis di kolom ini yak ! Bigimana caranya ? dodol nih ane, Mak ....
ReplyDeleteCaranya gini lho, Mak Lies :D
DeleteTwit dan Facebook:
ini serunya puasa ramadan di Jember @leylahana @Penerbit_BIP http://bit.ly/1ndkqgN #SerunyaPuasaRamadhandiLuarNegeri
This comment has been removed by the author.
DeleteGak apa-apa, ceritanya di kolom komentar juga ya...
DeleteOkeh..catetttt
ReplyDeleteMau ikuuuuut :)
ReplyDeleteOya Mbak Leyla dan teman2, link pendek (short link)-nya postingan ini adalah:
http://bit.ly/1ndkqgN
(boleh dicek lagi kalau tidak percaya) ^_^
Wah baru bisa nih liat komen mak Niar hihihihi catet dulu ah !
ReplyDeleteHehehe sip
DeleteSemoga gak terlewatkan ikutan kuisnya ...*inget2 dulu momen Ramadhan yg bisa diikutkan*
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
DeleteOk, makasih, share juga jawaban singkatnya di twitter ya :-)
DeleteThis comment has been removed by the author.
DeleteThis comment has been removed by the author.
Deletesalam kenal Mba Leyla.. aku mo ikutan yah.. :)
ReplyDeleteMasih ada waktu kan? mupeng bukunya.. :D
Setiap Ramadhan adalah moment yang sungguh membuatku terkesan. Hanya pada bulan yang suci inilah kaum-kaum muslim melaksanakan kewajibannya secara serentak. Yang biasanya tidak sholat atau selalu menunda (melama-lamakan sholat), tidak lagi. Bahkan lebih semangat untuk hal itu. Ya, pada bulan ini memang harus banyak berbuat kebaikan, bukan? dan yang lebih berkesan lagi, di kampung halamanku, lebih tepatnya pada suasana rumah yang baru-baru ini kuamati, ibu serta saudara-saudaraku sholat 5 waktu secara berjama'ah. Ini nih moment yang akan selalu kurindukan. :)
ReplyDeleteFb: Sindi Violinda
Twitter: @xiundong
Ramadhanku kali ini, beda!
ReplyDeleteIni Ramadhanku yang kelima di Belgia. Biasanya, kusambut dengan sendu, merindu suasana Ramadhan di negeriku. Bersyukur kali ini Allah menghiburku. Beberapa saat sebelum Ramadhan, kami "dikeluarkan" dari apartemen. Jangan berfikir macam-macam ya. Kami dipindahkan karena apartemen kami akan direnovasi. Jadilah kami harus 'boyongan' ke gedung yang lain. Alhamdulillah, kami dipindahkan ke sebuah gedung yang lokasinya tepat di depan student mosque. Daaan... Ramadhan pun jadi lebih berwarna. Saat kubuka jendela pun, terkadang terdengar suara adzan, meski adzan-nya dilakukan tanpa speaker. Kami hampir setiap hari sholat tarawih berjama'ah di masjid. Belum lagi kebahagiaan bisa bertemu dengan teman-teman muslim yang lain. Suamiku pun sempat beberapa kali i'tikaf di masjid. Meski harus menahan lapar dahaga 17-18 jam lamanya, hatiku bahagia. Alhamdulillah... semoga Ramadhanku kali ini lebih baik dari sebelumnya dan diridloi oleh Allah SWT. -kenangan Ramadhan 1434 H- (FB : Elly Romdliyana)
Mbak lelyla, saya ikutan yaa...
This comment has been removed by the author.
DeleteIkutan di sini ya Mbak Leyla ... :)
ReplyDeleteAkun FB: Mugniar Bundanya Fiqthiya
Twitter: Mugniar
Ramadhan paling berkesan bagi saya adalah ketika menjalani masa-masa pengantin baru di rantau. Seminggu setelah nikah saya langsung ikut suami (kami nikah di Makassar) ke Riau.
Tinggal di tengah hutan yang "disulap" menjadi kota mandiri. Semua fasilitas lengkap. Mulanya kami masih tinggal di wisma bujangan tempat suami saya sebelum nikah sambil nunggu jatah rumah dari perusahaan.
Saya yang baru menjelang pernikahan belajar masak, masih saja terus belajar masak. Bahan-bahannya bisa beli di commissary (semacam mini market) atau ke pasar tradisional yang letaknya tak jauh dari gerbang area perusahaan.
Kalau ke pasar, tiap pagi ada bis yang mengantar ibu-ibu hingga ke pasar. Bis akan berhenti di setiap halte di lingkungan perumahan, mengangkut ibu-ibu dari sana.
Suami saya jadi kelinci percobaan masak saya. Mulai dari makanan jenis ayam, ikan, tempe, tahu, dan segala macam sayur saya coba. Begitu pun dengan penganan. Hasilnya sepertinya fine-fine saja. Suami sering memuji (uhuk). Tapi sesekali apes juga. Misalnya masak nasi, nasinya hangus :)
Masak komplit tidak selalu juga. Biasa juga cuma makan mie instan atau ikan kaleng. Suami saya tidak menuntut macam-macam. Apa yang bisa saya suguhkan itu yang ia terima. Ia mengerti sekali saya baru belajar masak. Termasuk saat beberapa kalil saya meneleponnya di kantor hanya untuk menanyakan soal masakan.
Misalnya waktu saya kaget luar biasa, tempe yang saya baru beli tiba-tiba "berbulu". Setelah dijelaskan oleh suami baru saya tahu kalau tempe akan terus mengalami proses fermentasi, jadinya ya terlihat berbulu begitu.
Atau kami bisa pergi makan di luar, dengan meminjam mobil kantor. Atau kami masih bisa makan di mess hall, tempat makan bujangan yang memiliki koki-koki profesional dan para pelayan yang siap melayani.
Pokoknya berkesan, deh.
Masa-masa berdua saja seperti itu ternyata penting untuk "konsolidasi" kami selaku pasangan baru. Tak ada campur tangan dari siapa pun dalam keseharian kami, termasuk di saat konflik tak terelakkan.
Beruntung sekali saya punya momen-momen indah seperti itu yang masih terkenang manis hingga kini.
This comment has been removed by the author.
DeleteIkut, ya, Mbak Leyla
ReplyDeleteFacebook: Dwi Dira Rahmawati
Twitter : @rahmawati1607
Serunya puasa di Kabupaten Kutai Barat, Kaltim. Saat itu saya masih mahasiswa yang sedang mengikuti kegiatan praktik kerja lapangan di perusahaan kayu. Saya tinggal di kamar akomodasi sederhana di perkampungan karyawan di tepi Sungai Mahakam.
Perahu bermotor adalah satu-satunya alat transportasi yang dapat digunakan untuk menuju desa sebelumnya, dan terus menuju kota kabupaten. Kalau tidak karena keperluan mendesak, jarang sekali karyawan yang diizinkan menyebrang ke desa tetangga itu.
Jauh dari toko atau warung membuat saya sangat menghargai makanan. Apapun menu sahur dan berbuka yang disajikan terasa begitu nikmat. Padahal itu adalah menu yang sangat sederhana.
Di sana, muslim adalah kaum minoritas. Namun karena ada karyawan muslim, maka perusahaan menyediakan fasilitas mushola sederhana.
Sebuah surau berdiri di atas bukit tak jauh dari tempat kami bermukim. Anehnya, setiap kali adzan magrib dikumandangkan, anjing hewan peliharaan karyawan non muslim di kompleks perumahan melolong histeris. Lolongan panjangnya bersahut-sahutan dengan anjing hutan seakan menentang suara adzan yang lantang.
Gonggongan para anjing baru berhenti setelah adzan tak lagi terdengar. Merinding bila mendengarnya, namun tak menyurutkan langkah saya untuk sholat di sana. Bertemu dengan saudara sesama muslim bagaikan suntikan semangat dan kekuatan.
Keluar masuk hutan, mengamati pemanenan kayu mulai dari penebangan pohon, pengangkutan, dan pendataan di bulan Ramadhan kala itu bagaikan pertempuran hebat. Ada kebahagiaan yang tak terkira saat bisa melewati hari dengan puasa yang utuh.
asyik dong. aku pernah sholat beralaskan rumput berwudlu dgn botol aqua waktu hunting durian dgn pak markus pagappong
DeleteSERUNYA RAMADHAN DI AL KAHFI
ReplyDeleteOleh : Rosiana Febriyanti
Menurut beberapa orang santri baru, Ramadhan di Pesantren Al Kahfi tidak seru. Padahal, ada lomba gerebek sahur antarasrama dan kalau kita sedang tarawih, anak-anak di sekitar Desa Srogol juga ramai membakar petasan hampir tiap malam. Di Desa Srogol, Bogor, Jawa Barat, biasanya sebelum Ramadhan ada Cucurag, makan nasi liwet, tempe, ikan peda, sambal, lalapan, tumis oncom, krupuk, bersama-sama, duduk mengitari nasi dan lauk yang dialasi daun pisang. Bisa sepanjang jalan dan berbaris-baris kalau dimakan orang satu pesantren. Makannya di halaman sekolah atau mencari tanah yang lapang. Setelah itu bersalam-salaman minta maaf agar memasuki bulan Ramadhan dengan hati yang bersih.
Untuk menyambut datangnya bulan Ramadhan, santri pernah berpawai di sekitar Desa Srogol sambil berdandan aneh. Ada yang memakai spari kasurnya sebagai pocong sambil mencoret-coret wajahnya sebagai tanda dibelenggunya setan-setan. Ada pula yang membawa spanduk yang dibuatnya sendiri dari karton manila atau spanduk bekas.
Selama bulan puasa, ada Ayamul Quran di pesantren, berlomba mengkhatamkan Al Quran terbanyak, nanti santrinya diberi hadiah, liburnya menjelang Hari Raya Idul Fitri, karena santri diharapkan bisa i'tikaf juga satu atau dua hari di masjid pesantren. Selain itu ada tradisi santri bagi-bagi takjil ke masyarakat sekitar dan tukang ojek, walau hanya 3 butir kurma dan segelas air mineral, tapi kalau mau bakwan atau gorengan lainnya juga boleh. Selain itu, ada acara ifthar jama'i atau berbuka puasa bersama dengan para alumni untuk memberi motivasi dan berbagi pengalamannya sebagai mahasiswa.
Pada sepuluh hari terakhir, anak-anak guru juga ikut iktikaf sambil membawa kasur, bantal dan selimutnya, mengikuti orang tua mereka di masjid putri. Di masjid putri dan masjid putra, santri kelas 12 bergiliran mengisi kultum. Ada yang membawakan kultum sambil berpantun, ada pula yang pakai shalawat ala Almarhum Uje. Lucunya, mereka ada juga yang kultum seperti melawak. Inilah yang membuatku semakin menikkmati Ramadhan di Pesantren Al Kahfi.
Assalammualaikum, ikut berpartisipasi, Mak.
ReplyDeleteNama; Rohyati Sofjan
Twitter: @RohyatiSofjan
Inilah puasa pertama dan terakhir saya berikut anak dan suami di Kampung Loji, Desa Pasir Jaya, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor. Kala menempati rumah orang lain setelah terusir dari rumah ibu kandung saya (ngusirnya karena saya tak mau menjadi penjamin utang gaje pada lembaga rente keliling kampung). Puasa di tanah perantauan yang sangat mengesankan. Loji itu letaknya di kaki Gunung Salak, dan kala pesawat sukhoi jatuh, jalan raya depan rumah mendadak ingar dengan sekian konvoi macam-macam orang dan kendaraan yang hendak melakukan pencarian sekaligus pewartaan.
Di kampung asal saya, biasanya tarawehan dilakukan kaum lelaki dan perempuan dalam masjid yang sama. Di Loji justru hanya kaum lelaki yang taraweh, kaum perempuan salat taraweh berjamaahnya dilakukan di rumah yang mengadakan pengajian bagi anak-anak.
Saat berbuka di Loji pada umumnya tetangga sekitar menyantap takjil seperti kolak, es campur plus camilan macam gehu, bala-bala dan gorengan lainnya. Maka, bisa dipastikan setiap sore jelang berbuka warung Bu Haji depan rumah yang dipisahkan jalan raya selalu laris manis diserbu pembeli, termasuk saya, hehe.
Aneh memang, karena pada umumnya warga sekitar tak makan besar untuk berbuka, cenderung yang ringan dulu, beberapa potong gorengan berikut es campur atau kolak sudah cukup mengenyangkan. Makan besar kala sahur. Sedang saya dan suami? Wah, tidak diajarkan mengikuti sunnah rasul di tempat asal. Padahal berbuka dengan menu demikian itu bagus. Anehnya di keluarga kami malah tidak berlaku hal itu. Adat turun-temurun yang salah. Seharusnya mulai sekarang saya menerapkan cara hidup sehat dengan jangan kalap kala berbuka, cukup yang ringan-ringan saja, kasihan perut, hehe. Sayangnya suami tidak akan mau kompakan. Yah, gak bisa maksa doski. Di kampung kami umumnya warga makan besar kala berbuka.
Di Loji setiap malam ramadhan selalu diramaikan gelegar petasan, di sana-sini-situ-entah mana lagi karena dari kejauhan pun terdengar. Pokoknya bersahut-sahutan. Bikin Palung, balita tersayang semata wayang kami ketakutan. Gak betah dengar gelegar mercon dan petasan yang cetarrr membahana gitu. Di kampung asal kami enggak berentetan kayak perang gini. Haduh. Bagi bocah 3 tahun, petasan itu horor banget.
>Sambungannya, ternyata menulis asmpai 4 layar komputer. Masih bolehkah?
ReplyDeleteDi Loji, saya bisa merasakan betapa indahnya silaturahmi dan nikmat Allah atas rezeki yang tak terduga, kala kami ternyata kesulitan dan alami hal tak sesuai harapan sehingga memutuskan pulang pada hari kedua lebaran. Apalagi ibu memaksa kami untuk pulang sebab ia malah dapat kecelakaan, diseremnpet motor 3 hari jelang lebaran. Keluarga Pak haji depan rumahlah yang begitu indahnya mengajarkan makna sedekah secara baik. Entah dengan takjil, bahkan seekor ayam hidup hasil panen dari peternakan di tanahnya yang disewa orang lain pun ikut dibagi. Saya tak bisa melupakan jasa beliau berikut keluarga bersarnya. Semoga Allah senantiasa melapangkan jalan dan memperlancar rezeki mereka. Merekalah yang mengajarkan saya agar jangan mempersempit urusan orang lain.
Saya suka Loji dan warganya yang ramah plus santun, suka cara salaman mereka yang benar-benar merupakan penghormatan pada sesama. Suka orang-orangnya yang rajin menghadiri majlis taklim (ibu saya mana mau ke pengajian). Suka lingkungannya yang sejuk dan dingin plus tenang. Tapi rezeki kami bukan di sana. Dan meski sekejap, cuma 6 bulan, Loji telah mengubah hidup kami.
Di Loji kala malam takbiran, warga lelakinya begadang di mesjid sebelah rumah yang dipisahkan gang. Menyalakan bedil lodong, sejenis meriam bambu yang dinyalakan dengan bantuan karbit. Wah, ramai sekali. Bedug dan takbiran diseling meriam-meriaman. Barangkali agar terasa lebarannya. Huhu, di kampung saya mah lodong jarang digunakan lagi, barangkali bisa ganggu ketenteraman warga. Adanya pas Agustusan, padahal kala saya masih kecil lodong masih cetar membahana setiap ramadhan dan mungkin malam takbiran.
Ah, mendadak saya kangen Loji dan berharap semoga suatu saat kelak bisa ke sana lagi. Aamiin.
~TAMAT~
Akun FB http://facebook.com/rohyatisofjan
ReplyDeleteMak, punten, verifikasi dalam kolom komentar itu lumayan mengganggu bagi yang sinyalnya lemot. Apakah tidak sebaiknya dihilangkan dengan cara yang sudah ada di blog saya. saya menulis panduan cara menghilangkan robot verifikasi komentar dalam blog. Itu jika Mak Leyla berkenan. Makasih.
Yah, agar yang ngasi komentar senang jika prosesnya lancar, setelah publikasikan komentar langsung nongol tanpa perlu isi kode angka atau huruf yang ribet. Punten, Mak. sekadar saran. Atau Mak Leyla sengaja agar bisa menyaring robot spam?
Maklum blog saya tak seramai punya Mak, jadi dibebasin. :)
This comment has been removed by the author.
DeleteAssalamualaikum..ikutan ya bunda...
ReplyDeleteakun FB : Nur Aliah Saparida
twitter : @widhie_ndutty
berhubung belum punya mertua jadi ya cerita tentang ramadhan di kost - kostan kali ya..
kebetulan kuliah di semarang dan Alhamdulillah dapat kost - kostan yang kekeluargaan banget lah. Sahur bangun jam setengah 3 pagi. bukan karena mau masak tapi buat antri di warteg langganan di pleburan. kadang jalan sambil merem melek gitu hehehe. peraturan beli sahur adalah dilarang nitip!!!kecuali kalau lagi sakit. habis antri beli sahur sampai kost jam 3an biasanya pada tiduran lagi di depan tipi heheheh jam setengah empat baru dech pada sahur.
kejadian menarik justru kalau pas taraweh. jadi ada salah seorang mba kost yang kerja dan hobi banget tidur. jadi kalau pas taraweh suka ketiduran kalau nyender di tembok. Ampuunn dech!
Pernah satu kost kesiangan baru beli sahur jam setangah 4! gara - gara mba kost andalan yang suka bangunin lagi pulang kampung. wal hasil pada gugup ke warteg dan peeenuuhhh wartegnya. sahur mepet imsak. Tapi Alhamdulillahnya sech ga pernah sampai kesiangan hehehe. seru kebersamaan sama anak kost. sedikit mengibati rindu kangen dengan keluarga.
facebooknya error nech gimana ya bunda...mudah - mudahan agaka malem bisa..
ReplyDeletePuasa paling berkesan itu adalah ketika saya ngekos di Sekaran, Semarang. Sekaran itu desa di dekat kampus, hampir semua rumahnya dijadikan tempat kos, warung, warnet, minimarket dan lainnya yang mendukung aktivitas anak kampus. Seperti halnya anak kampus lain, saya juga menerima kiriman uang dari Mama setiap sebulan sekali. Biasanya akan sangat sedikit yang tersisa jika mendekati akhir bulan. Tapi ketika puasa, uang kiriman itu masih banyak ketika akhir bulan. Ngekos dengan banyak teman, dan sekamar dengan teman yang lain itu asyik. Kalau sahur bareng-bareng, telat bahkan nggak sahur pun juga bareng-bareng, wkwkwk (yakin ini pernah terjadi). Saat sahur nih, dini hari sudah melek buat antri rame-rame di warung dekat kos beli sayur karna sudah masak nasi sendiri (berasnya patungan berdua sama teman sekamar, bikin nasinya gantian). Kalau sudah mendekati imsak biasanya hanya kebagian kuah-kuahnya saja, tapi tetap beli :). Habis sahur, nonton TV yang pakai monitor komputer dan TVtuner, ngobrol2 trus cuci piring. habis sholat Subuh dua2nya langsung tepar berjamaah. Nah, siangnya nih kalau ada kuliah tu males banget, karena Semarang itu panas (tapi akhirnya tetap masuk kuliah). Dulu waktu kuliah ingat banget, setiap Ramadhan ada teman kelas yg usaha jualan takjil, tapi caranya unik. Jadi, takjil itu kita kirim untuk orang lain. Mereka jual paketan (1 paket seharga 5-10 ribu). Kita milih paketnya, bayar, trus nulis nama, alamat dan pesan untuk si penerima takjil. banyak yang beli untuk dikirim ke pacarnya, sahabatnya, kalau saya ke Lik saya yg juga kuliah disitu :). Waktu menunggu buka puasa itu adalah waktu yang meriah, sudah bisa dipastikan mulai dari jam 16.00 warung-warung makanan penuh. Biasanya saya dan teman saya sudah mulai hunting menu buka sekitar jam 16.30. menunya, kolak atau es buah atau jus, sama sayur dan lauk, nasi dengan teh manis bikin sendiri :). Tapi lebih seringnya saya buka puasa di masjid atau ikut seminar (biasa cari gratisan dan ilmu juga pastinya :)). yang saya suka adalah momen tarawih. Saya dan teman sekamar saya biasanya ngadain tur masjid dan mushola (ini kalau cuaca mendukung). Jadi di Sekaran itu ada banyak masjid dan mushola, kami kunjungi satu-satu untuk ikut tarawih di situ. Banyak pengalaman baru lho, karena kebiasaan setiap masjid berbeda-beda. Ada yang bacaan suratnya lamaaaa, ada juga yang cepatnya seperti sedang senam aerobik (cepat sekali), namun banyak juga yang sedang-sedang saja. Ramadhan di kos itu jauh dari orang tua, segalanya harus mandiri. Kita tidak bisa mengandalkan orang lain untuk memenuhi kebutuhan kita, jadi seringnya apa-apa sendiri. Namun, kadangkala dengan adanya teman senasib di kos-kosan dan bisa diajak berbagi, segalanya jadi lebih ringan. Lauk yang biasanya 3000 untuk sendiri, bisa dibagi untuk berdua (masing-masing bayarnya 1500). Jadi irit kan? Selain itu, ada juga yang mengingatkan dan menyemangati, Mbak Riski hari ini sudah baca Al Qur an berapa halaman? atau Mbak Riski, cepetaaan, jangan lama-lama di toilet, katanya mau tarawih di banaran, itu jauh lho...
ReplyDeleteSekian ^_^.
Wahh seru nih kayaknya... Kok nggak di tulis di blog aja mbak, panjang2 tuh komentarnya hehe
ReplyDeletesalam
Mak Leyla... aku ikutan ya?
ReplyDeleteSerunya Puasa di Perantauan (Yogyakarta)
Selama ini, puasa yang bagiku paling seru adalah puasa yang aku jalani selama di perantauan. Selama 5 tahun aku merantau ke Yogyakarta untuk kuliah dan selama itu pula aku mengalami masa2 paling seru dalam menjalani ibadah di bulan suci Ramadhan. Mengapa seru? Berikut ini adalah alasan-alasannya.
1. Sebelumnya, saat puasa Ramadhan aku tak pernah repot-repot memikirkan bagaimana menyiapkan makanan untuk berbuka dan sahur karena selalu ada Ibu yang menyediakannya untuk kami sekeluarga. Namun, berbeda halnya saat aku merantau. Aku harus bisa menyediakan semuanya sendiri.
Selama 5 tahun di perantauan ada banyak cerita seru seputar persiapan makanan untuk berbuka dan sahur ini. Yang jelas sih, menu makananku tak bisa se"mewah" dan selezat makanan yang disediakan oleh ibu di rumah. Aku harus pandai2 mengatur uang saku agar cukup untuk makanku selama sebulan di perantauan.
Untuk berbuka dan sahur, yang paling sering adalah aku ikut teman-teman kost-ku yang lain antri membeli makanan untuk berbuka dan sahur. Bukan sekali dua kali aku dibuat deg-degan karena sudah mendekati waktu imsak tapi aku belum juga kebagian dilayani :'(
Lebih ngenes lagi jika aku (dan teman kostku) sama-sama terlambat bangun sehingga kami makin telat antri membeli makanan. Kalau sudah begini, siap2 makan mepet dg imsak dan cuma asal ditelan aja.
Terkadang (eh sering sih) saat kami malas keluar kost (apalagi saat hujan deras) membuat aku dan teman kost-ku memilih makan mie instant untuk sahur. Makin ngenes makannya apalagi jika membayangkan ortu dan adikku yang pasti makan sahur dengan enak di rumah :'(
Kapok harus keluar kost sebelum subuh untuk berburu makanan sahur, aku dan teman kost pernah juga catering. Masalahnya, pernah juga catering yang kami tunggu2 gak datang2 juga. Ternyata, catering tak juga membuat kami nyaman dan tenang saat sahur hehehe.
Berulang kali mendapat 'masalah' saat hendak berbuka dan sahur tak membuat aku dan teman kost-ku tergerak untuk masak sendiri.
Padahal pemilik kost sudah berbaik hati menyediakan sebuah ruang kecil (dapur) untuk memasak. Alhasil, selama aku kost di sana, daput itu lebih berfungsi untuk merebus air dan masak mie instant hahaha.
2. Keseruan kedua adalah saat taraweh. Asyik banget rasanya bisa taraweh bersama teman-teman kost di masjid kampus. Ehmm... gimana ya, aku kok susah menjelaskan dengan kata-kata. Cuma rasanya bisa taraweh di masjid kampus itu bedaaaa... banget dengan taraweh di masjid di kampung. Mungkin karena jamaah di masjid kampus mayoritas mahasiswa/mahasiswi ya? Jadi, seger aja mata setiap berangkat dan pulang dari masjid... #dijewer
3. Keseruan yang paling menyenangkan adalah... saat ada teman kost yang dapat kiriman makanan dari kampung. Nah, saat-saat seperti itu adalah kemewahan bagi seluruh penghuni kost, karena makanan kiriman dari kampung itu akan dibagi dan dimakan bersama-sama.
4. Menjalani bersama-sama saat-saat 'berat' (baca: puasa di perantauan) itu jadi terasa indah dan menyenangkan. Kebersamaan dan kerukunan itu membuat aku bisa menjalani 5 tahun puasa di perantauan jadi terasa ringan dan menyenangkan. Kebersamaan dg teman-teman kost, menggantikan kehangatan keluarga yang tak bisa kurasakan selama di perantauan.
That's all.... (^_^)
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteSerunya Ramadhan di Jombang
ReplyDeleteDi kampung halaman aku mendapatkan momen yang paling berkesan saat bulan Ramadhan. Tau sendiri kan, Jombang itu kota santri. Banyak pondok dimana-mana, termasuk di desaku pun juga ada pondok.
Kalau Ramadhan tiba, acaranya padat banget. Habis subuh, pagi dan siang ada acara pengajian tafsir Al-Qur'an. Habis ashar biasanya orang-orang, baik pribumi ataupun pendatang (anak pondok dan kos) pada ngabuburit. Jalan-jalan keliling kampung atau ke area Masjid Luhur yang merupakan salah satu masjid termegah di kotaku. Setelah tarawih selalu diadakan acara tadarus bersama. Sekalian untuk melatih agar mahir membaca Al-Qur'an juga.
Dan jika malam lailatul qodar tiba, belasan masjid yang ada di desaku akan dipenuhi banyak orang yang berlomba-lomba berbuat kebaikan. Ada yang i'tikaf, dzikir, baca Al-Qur'an sampai sedekah makanan dan minuman.
Pokoknya seru banget. Suasana Ramadhan begitu berkesan disini. Ada yang bilang disini adalah surganya orang yang mencari surga.
Twitter: @rick_ubay
Facebook: Rikzan Ubaidillah
facebook : Ririen Narsisabiz Pashaholic
ReplyDeletetwitter : @airin_napasha
"Serunya Puasa di Solo Jateng"
Jika ditanya ramadhan paling berkesan dan tak terlupakan maka saya akan menjawab ramdhan di Solo Jateng, karena bisa buka puasa bareng teman-teman waktu SD.
ketika saya di Solo saya masih SD, sekitar 13 tahun yang lalu. Tapi kenangan ramdhan waktu itu masih melekat di otak saya.
Begini ceritanya, sekolah saya kan ngadain buka puasa bareng. Nah, 30 menit sebelum azan magrib Bu guru bertanya ke murid-murid "Siapa yang hari ini puasa setengah hari?"
Saya juga ingin ngacung karena saya juga puasa setengah hari tapi sebelum ngacung lihat kanan-kiri dulu. Eh, ternyata gak ada yang ngacung, gak jadi deh ngacung.
Bu Guru nanya lagi "Siapa yang puasa seharian?"
semua murid pada ngacung, saya juga ikut-ikut-an ngacung. Berhubung ngaku puasa seharian terpaksa deh makannya abis magrib, padahal perut dah keroncongan banget.
*ingat masa itu jadi kangen mereka. sekarang saya di Martapura, ramadhan di martapura gak seseru ramadhan waktu di Solo. Mungkin karena di Martapura buka puasanya cuma sama mama, papa dan adik doang :'(
Assaalamualaikum Wr. Wb. Mbak Leyla saya izin ikutan ya
ReplyDeleteNama: Evrina Budiastuti
Twitter: @ev_Rina
FB: Evrina Budiastuti
Momen Ramadhan di kediri
Moment ramadhan yang paling berkesan bagi saya hingga saat ini adalah ketika menjalankan ibadah puasa diperantauan. Dimanakah saya merantau? Gak jauh sih cuma di Kediri Jawa Timur sekitar ± 15 jam dari Jakarta apabila menggunakan kereta. Banyak kesan suka dan duka yang saya rasakan ketika berpuasa diperantauan. Karena ramadhan itu berbeda dengan hari biasa jadi rasanya lebih dalam kesannya.
Kesan pertama, bertemu lagi dengan ramadhan itu tentunya senang walaupun diperantauan, karena ini kan bulan yang dinanti-nanti oleh seluruh umat islam. Biasanya menjelang ramadhan saya dan teman-teman kantor makan bersama dulu alias cucurak. Eh saya lho yang mengenalkan istilah cucurak ke rekan-rekan yang mayoritas orang Jawa, maklum cucurak kan bahasa sunda.
Kesan kedua, sedih. Kenapa sedih? Iya soalnya saya makan sahur dan buka sendiri, hiks ini yang berasa banget. Disaat orang-orang berkumpul dengan keluarganya, saya malah sendirian. Ada sih temen yang merantau juga, tapi karena mereka ngekos di tempat yang banyak penghuninya jadi gak berasa, saya Cuma ngekos sendiri dengan ibu kos. Ibu kos kalo buka dan sahur makannya Cuma sedikit jadi gak semangat deh, tetap aja saya sendirian.
Kesan ketiga, gokil abis. Supaya gak sedih terus, akhirnya saya menjadi inisiator untuk mengadakan acara bubar (buka bareng) biar rame deh, selain di departemen sendiri, akhirnya saya berhasil mengajak teman-teman untuk bubar dari dua departemen lainnya. Asik banget bisa kumpul bareng temen-temen. Nah pernah juga saya dan teman-teman nyobain musola-musola yang ada di sekitar kosan untuk mencari suasana taraweh yang nyaman. Di tempat pertama menurut kami agak cepat bacaan Al-qurannya sehingga membuat kami kewalahan untuk mengikuti gerakan shalat, akhirnya kami pindah ke musola yang agak jauh dari kosan, ternyata yang ini lebih parah lagi, express abis. Kemudian kami masih penasaran dan akhirnya mencoba untuk taraweh di Mesjid Agung Pare, wah ternyata cocok nih, gak terlalu cepat dan gak terlalu lambat, bacaan Al-quran sang imam juga merdu banget. Tapiiiii.... ada tapinya nih, disela-sela taraweh ada kultum, hanya saja saya akhirnya jadi bengong karena kultumnya menggunakan bahasa jawa halus, teman saya yang asli orang jawa saja gak ngerti apalagi saya. Setelah taraweh selesai kamipun tertawa dan segera mengambil kesimpulan sepertinya lebih cocok taraweh di tempat pertama hehe.
Kesan keempat hahace alias harap-harap cemas. Menjelang minggu terakhir ramadhan terus terang ibadah dan kerja udah gak terlalu khusuk karena was-was harus mencari tiket untuk pulang. Biasanya saya dan teman cek dan ricek moda transportasi apa yang murah dan nyaman untuk pulkam eh pulkot (pulang kota halah). Tapi kami gak khawatir karena sesungguhnya kepulangan kami ini melawan arus mudik jadi pasti dapat tiket asal sudah reservasi sebulan sebelumnya. Setelah tiket didapatkan ibadahpun kembali tenang, kalau kerjaan sama saja kayanya hehe.
Kesan kelima, bahagian bukan main. Menjelang detik-detik pulkot dari kediri ke jakarta, jakarta ke bogor membuat kami kegirangan bukan main. Kami sudah hunting oleh-oleh khas kediri untuk orang rumah, tetap ikut taraweh sambil senyam-senyum karena merasakan besok bisa taraweh di rumah sendiri, kemudian packing apa saja yang harus dibawa.
Semuanya itu terangkum dalam rangkaian indah yang tak terlupakan ketika menjalankan ibadah puasa di tanah orang. Susah, senang, bahagia, cemas menjadi satu, dan yang paling mengesankan adalah kebersamaan ketika menjalankan ibadah puasa ramadhan bersama-sama masyarakat pribumi meskipun kami merupakan pendatang. Sungguh suatu kenangan ramadhan yang berkesan.
ikutan ya Mb Leyla :)
ReplyDeleteNama : Uniek Kaswarganti
FB : Uniek Kaswarganti
Twitter : @UniekTweety
Momen Ramadhan yg paling berkesan ya di rumah orang tua. Tinggal di kampung merupakan keistimewaan tersendiri, apalagi kampung tempat saya tinggal itu kegiatan agamisnya sangat terasa. Belum lagi di depan rumah orang tua saya ada mushola, tempat anak2 ngaji tiap sore, tempat tetangga2 saya sholat berjamaah, juga pusat kegiatan berbagai event macam Nuzulul Qur'an, buka puasa bersama, tadarus, dsb.
Menjadi sangat sunyi sepi saat saya pergi dari rumah itu, beberapa bulan tinggal di luar kota, dan setelah menikah tak lagi tinggal di sana. Tinggal di perumahan yg notabene kehidupannya sendiri2, kurang akrab seperti di kampung. Celoteh ramai anak2 kecil setiap jelang berbuka di mushola depan rumah jadi sangat saya rindukan. Juga 'kothekan' alias tetabuhan berbagai benda spt panci, botol, ember dll yg dilakukan anak2 kecil itu untuk membangunkan warga saat sahur. Aaaahhh indah sekali untuk dikenang dan dirindukan hingga kapan pun.
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteAssalamu 'alaikum mak Leyla. Saya ikutan ya :)
ReplyDeleteNama: Aida
FB: Aida Al Fath
Twitter: @AidhaZhuki
Momen Ramadhan yang paling Berkesan "Berpuasa sambil Menjaga Bapak di RS Haji Makassar"
Tak ada yang menyangka jika satu detik ke depan apa yang bakal terjadi pada diri kita dan orang-orang terdekat kita, khususnya yang sedang melanda orangtua sendiri, Bapak. Tak seperti Ramadhan-Ramadhan sebelumnya, Ramadhan kali ini di tahun 2014, kami sekeluarga harus ikhlas dan bersabar karena Bapak jatuh sakit dan harus di rawat di RS Haji sampai sembuh total. Sudah terhitung 3 minggu selama Ramadhan, Bapak terbaring lemah disana. Berbagai peristiwa yang tak terduga berkali-kali terjadi membuat kami sekeluarga shock, bingung, dan panik bukan main. Airmata tumpah ruah, lantunan ayat-ayat Al-Qur'an menggema didalam ruangan kamar perawatan, lidah basah oleh dzikir-dzikir menyebut keagungan Allah swt, semuanya dilakukan demi keselamatan Bapak melewati masa kritisnya. Ramadhan oh Ramadhan, ujian ini sungguh berat bagi kami, tapi apa hendak dikata, jika Allah sudah menghendaki segala sesuatu terjadi, tak ada seorangpun diantara kita yang mampu menolak apalagi menentangnya. Bapak pasrah, tawakkal, taubat, dan terus memohon ampunan kepada Allah swt. Memanggil semua kerabat, tetangga, bahkan saudara-saudarnay dari kampung berdatangan ke rumah sakit dalam waktu yang singkat untuk saling memaafkan atas khilaf dan salah yang pernah diperbuatnya. Do'a-do'a tulus mengalir tiada henti, hanya untuk kesembuhan dan keselamatan Bapak dari penyakitnya yang ternyata sudah sangat parah, Maag akut, kurang darah hingga pendarahan lambung yang menyebabkan Bapak berkali-kali muntah darah. Astaghfirullah. Jangankan untuk makan sesuap nasi, meneguk air minum saja kami tak sanggup karena pilu melihat kondisi Bapak yang selama ini menjadi tulang punggung keluarga, menafkahi mama dan 9 orang anaknya. Masya Allah. Kini, Ramadhan tinggal 7 hari lagi, Hari Raya Idul Fitri sebentar lagi, Bapak sangat sedih, sedih, dan sedih diam-diam menitikkan air mata disudut matanya... Semoga Bapak masih diberi kesempatan untuk bertakbir di hari Raya Idul Fitri nanti, dan semoga dengan sakit seperti itu, dosa-dosa Bapak berguguran sesuai kehendak Allah swt. Aaamiin.
Nah, letak keseruan berpuasa selama Ramadhan ini sambil menjaga Bapak di RS Haji adalah, kami secara bergantian mengatur jadwal setiap waktu dalam pagi sampai pagi lagi, siapa yang siap menjaga, siapa yang memasak dirumah untuk buka puasa dan sahur, yang kelelahan dipersilahkan untuk tidur sejenak, lalu gantian lagi dengan saudara yang lain yang belum pernah tidur. Begitulah setiap hari mulai awal puasa samapi detik ini. Secara perlahan-lahan, Alhamdulillah, Bapak mulai menunjukkan peningkatan kondisi yang stabil walau masih lemas karena belum diperbolehkan banyak bergerak. Menu makanan untuk buka puasa dan sahur ala kadarnya kami santap, semuanya bersatu, merasakan asam, manis, asin, dan pahitnya suasana Ramadhan kali ini. Satu kebanggaan yang sangat disyukuri Bapak adalah walau dalam keadaan yang tak berdaya seperti itu, Bapak sangat bersyukur melihat kami anak-anaknya setia setiap waktu berada disampingnya, melayani, dan merawatnya dengan baik.
Sekian dan terima kasih atas kesempatannya ya mak, Wassalam.
Mak Leyla Hana, mudah-mudahan komentar Bunda bisa masuk kali ini.
ReplyDeleteNama: Yati Rachmat
Akun Facebook: http://facebook.com/yati.rachmat
Akun Twitter: @yatirachmat
Sebenarnya dalam hidup dan kehidupan Bunda hampir setiap puasa Ramadhan memiliki kesan yang berbeda-beda. Tapi apa yang akan Bunda tuliskan adalah kesan yang sangat mendalam dan membuat Bunda bahagia sekali. Serunya puasa Ramadhan di Komplek Gaya Motor, Tanjung Priok, Jakarta Utara, tahun 1983. Kala itu keluarga Bunda masih lengkap, suami/ayah anak-anak Bunda, tiga orang anak perempuan Bunda dan seorang anak lelaki Bunda. Puasa tahun 1983, ketika anak-anak masih berumur masing-masing 14, 13, 9 dan 8 tahun, sedangkan Bunda pastinya masih ranum-ranumnya, hehe.. di usia 44 tahun.
Serunya puasa Ramadhan di rumah hadiah dari kantor. Serunya puasa Ramadhan, karena dibantu oleh suami, yang tidak segan menggiling cabe merah dengan menggunakan batu gilingan khas dari Sumatera Barat (Padang) dengan gelondong batu untuk menggilingnya yang berbentuk oval, agak berat. Bunda menyiapkan menu 'taruang balado." - kesukaan suami. Untuk anak-anak tentu saja yang tidak begitu pedas, Bunda siapkan sayur yang cepat saji -- sup ayam + jagung. Emping tentu tak pernah ketinggqalan selalu menemani kami di meja makan. erunya adalah ketika kami semua turun tangan menyiapkan hidangan, baik untuk berbuka maupun untuk sahur. Kami biasakan untuk berembuk tentang menu makanan. Bisa dibayangkan, anak-anak seusia itu pasti senang merasa dibutuhkan untuk berbuat sesuatu. Mereka berebut mengerjakannya, Bunda hanya memonitor dengan penuh rasa bahagia. Saat finishing barulah Bunda yang menangani.
Bila mengenang saat yang paling berkesan menjalani serunya puasa Ramadhan di Tanjung Priok, acapkali Bunda merasa bahwa kelopak mata ini akan selalu berat menahan jatuhnya air mata yang perlahan menjalari pipi Bunda yang kini sudah mulai kisut. Bunda merasakan alangkah indahnya kesan itu membekas dalam relung hati Bunda yang paling dalam. Kenangan dimana kami saling berebutan dan saling mandahului untuk menyendokkan nasi ke piring sang Ayah. Kini tak ada lagi yang akan diperlakukan spesial seperti itu. Ayah anak-anak Bunda telah pergi mendahului kami yang amat menyayanginya.
Terbayang pula wajah anak lelaki Bunda yang ketika itu berumur 14 tahun, cekatan, ngemong, penuh perhatian, baik terhadap adik-adik maupun kepada orang tua. Namun siapa yang bisa menolak kehendakNya? Anak lelaki Bunda, yang mempunyai tanggung jawab sebagai pengganti Ayah itu juga dipanggil olehNya pada tanggal 8 Maret 2014. Lengkapnya kebersamaan kami mulai dipereteli satu demi satu oleh Yang Maha Kuasa. Dan tiada daya manusia menghindari takdir Allah SWT.
Kebersamaan menghadapi serunya puasa Ramadhan di Tanjung Priok, tergantikan dengan kenikmatan merasakan kasih sayang dan perhatian yang penuh dari anak-anak perempuan Bunda. Keindahaan puasa Ramadhan tahun ini, walau dalam nuasa yang berbeda, tidak mengurangi kekhusukan berpuasa Ramadhan. Kini Bunda bertambah kaya dengan hadirnya cucu-cucu yang ganteng. Kini Bunda menjadi rebutan antar anak-anak perempuan yang menginginkan Bunda selalu bersamanya.
Ah, indahnya hidup ini kala rasa bersyukur tersemat di segenap penjuru hati.
Maaak Leyla, ada typo: ....erunya, maksudnya: ...serunya. Terima kasih.
ReplyDeleteRamadhan Khidmat, Ramadhan Hemat
ReplyDelete“Bapak, nggak usah kirim uang sampai lebaran ya, uangku masih cukup kok buat ‘sangu’ pulang” Ujarku pada bapak saat Ramadhan tiba waktu itu
Sebagai anak kost, saya harus pintar mengatur uang bulanan dari orang tua. Inilah Ramadhan yang sampai sekarang masih berkesan. Ramadhan di Kota Malang dan masih berstatus sebagai mahasiswa ‘single’. Di sana, banyak jamaah masjid yang berlomba-lomba memberikan ‘pelayanan’ terbaik. Tersedianya takjil dan makanan sahur menjadi daya tarik sendiri bagi kami, para mahasiswa dari luar kota. Termasuk saya, terlepas dari statemen ‘mahasiswa kere’ yang nyari makanan berbuka atau sahur ke masjid-masjid. Saya dan teman-teman cuek, toh jamuan ini akan berbuah pahala bagi para dermawan. Dalam sehari, pengeluaran saya nyaris nol karena saya lebih memilih ke masjid-masjid tertentu yang menyediakan menu takjil dan sahur. Apakah saya tidak malu? Saat itu, saya PeDe kok. Nggak tau juga ya, apa setengah terpaksa? Hehe
Yang jelas, sisi positif lainnya saya merasa lebih khusyuk beribadah, berlomba banyak baca Al-Quran, kadang juga ngajar TPA, ikut membersihkan masjid dan meramaikan masjid dengan agenda Ramadhan lainnya. Ramadhanku kala itu sangat terasa khidmat. Saya tidak akan pernah lupa kebaikan para jamaah masjid yang ‘ikhlas’ menjamu para musafir seperti saya. Kelak,semoga saya dimampukan Allah menjamu muslim lainnya saat berbuka puasa. Mengikuti pesan Nabi, “Siapa memberi makan orang yang berpuasa, maka baginya pahala seperti orang yang berpuasa tersebut, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa itu sedikit pun juga.” HR. Tirmidzi no. 807
Twitter : el_habeeba
Facebook : Nurul Habeeba
Coretan Tentang Ramadhan Paling Berkesan
ReplyDeleteMomen Ramadhan yang paling berkesan menurut saya adalah ketika rangkaian pelaksanaan ibadah puasa, mulai dari sahur, kemudian berpuasa, hingga berbuka yang berbeda dengan yang biasa saya lakukan. Pengalaman tersebut saya alami di bulan Juli tahun 2012, di salah satu kabupaten di Sumatera Barat. Solok, namanya.
Sebenarnya ini adalah kali ke tiga saya mendapatkan tugas ke luar Jakarta di bulan Ramadhan. Namun tugas sebelumnya tidak sampai tiga hari, sementara di Solok saat itu, saya dan beberapa rekan kerja mendapatkan tugas dari kantor kurang lebih selama seminggu. Jadi pastinya lebih berkesan.
Kesan pertama : Makan Sahur di Kamar Hotel Dengan Porsi Super Jumbo
Di dua tugas sebelumnya, para tamu hotel bersantap sahur di restoran atau ruang makan di dalam hotel. Menunya tinggal pilih yang mana yang akan disantap. Selama di Solok, saya dan teman-teman bersantap sahur di kamar hotel berupa nasi bungkus. Menunya kami pesan ke pihak hotel di malam hari sebelumnya.
Selama di hotel, menunya sesuai dengan permintaan. Yang kurang pas adalah porsi nasinya. Porsinya jauh lebih banyak daripada porsi yang biasa saya makan. Akibatnya, setiap sahur pasti ada saja nasi yang tersisa. Saya tidak sanggup menghabiskan semua isi nasi bungskus yang disediakan pihak hotel.
Kesan kedua : Berbuka Puasa dari Satu Tempat ke Tempat Lain
Bagi saya pribadi, saya lebih senang berbuka puasa di rumah. Sebab jika membayangkan acara berbuka puasa di luar rumah, misalnya di sebuah food court yang ada di dalam mall atau restoran, yang terlintas di dalam benak pikiran saya adalah repotnya ketika harus harus antri ketika memesan makanan, saat berwudhu, dan akan melaksanakan shalat maghrib. Tingkat kerepotan bertambah lagi jika letak mushalla atau masjid berjauhan dengan lokasi food court.
Namun demikian, ada masanya bagi saya untuk mengalami hal di atas. Berbuka puasa di luar rumah, meskipun bukan di dalam food court sebuah mall. Selama kurang lebih satu minggu, saya berbuka di warung makan atau restoran. Berpindah-pindah setiap kali berbuka. Namun ada juga tempat makan yang kami kunjungi sebanyak dua kali.
Satu jenis makanan santap berbuka puasa yang saya rasakan paling nikmat di lidah adalah makanan yang bernama "Danguang-danguang". Saya mencicipinya ketika berada di Bukittinggi, menikmati haris sabtu dan minggu yang merupakan hari libur sebelum kembali ke Solok di Minggu tengah malam agar Senin pagi kami bisa masuk kantor lagi.
Kesan ketiga : Dipanggil Buya
Sebelum menuju Solok, kami menginap semalam di Padang karena tas salah seorang rekan satu tim masih tertinggal di Jakarta. Di saat akan melaksanakan shalat Isya di mushalla hotel, saya mendengar seorang perempuan yang sepertinya adalah pegawai hotel memanggil saya dengan sebutan "Buya".
Buya adalah panggilan atau sebutan untuk ulama, ustadz, atau kyai.
Ternyata, yang menyebabkan perempuan tersebut memanggil saya dengan sebutan itu karena di saat melaksanakan shalat maghrib sebelumnya, dia menjadi salah satu makmum bersama dengan teman saya. Saat itu, saya kebetulan menjadi imam shalat :D
twitter : @rifki_jampang
FB : rifki jampang