Tuesday, June 10, 2014

Pentingnya Menunjukkan Prestasi


Pasti banyak yang menonton acara debat capres semalam? Saya juga. Alasannya sederhana. Bukan ingin melihat kekurangan pasangan lawan, lalu memperdebatkannya di sosmed. Saya ingin memastikan capres mana yang akan saya pilih besok. Lho? Belum punya  pilihan? Ya, belum.



Keduanya bukan capres idaman saya, jadi milihnya benar-benar harus berdasarkan pertimbangan matang. Kampanye-kampanye hitam di seputar kedua capres itu bikin saya ilfil. Memang, kampanye hitam itu belum tentu benar, tapi ada kemungkinan benar juga lho. Contohnya gossip-gosip artis si ini selingkuh, si itu nikah siri, dan sebagainya, yang dibantah oleh artis tersebut, belakangan banyak yang terbukti benar.


Balik lagi ke debat capres. Dari sekian banyak pemaparan para capres, yang paling saya ingat dari Pak Jokowi adalah seringnya beliau menyebutkan PRESTASI kerjanya. Memilih lurah Susan, menyelesaikan waduk Pluit, mendengar suara rakyat dengan blusukan, dan sebagainya. Prestasi-prestasi itu juga sudah sering digembor-gemborkan oleh timsesnya di media-media, termasuk facebook, twitter, dan blog. Terbukti, elektabilitas Pak Jokowi meningkat. Misalnya, di Pilkada DKI Jakarta. Untuk pemilihan presiden, saya baru melihat di facebook dan twitter saja, sepertinya banyak teman yang mendukung Pak Jokowi, diantaranya dengan memasang profil bertuliskan “I Stand on Right Side”. Atau memang pendukung Pak Prabowo tidak segencar pendukung Pak Jokowi? Entahlah.

Menunjukkan prestasi sendiri apakah tidak tergolong riya (pamer) dan ujub (takabur)? Wallahu’alam. Kita kembalikan saja kepada Allah Swt, yang penting adalah niatnya. Nyatanya, menunjukkan prestasi kita ke pemirsa itu memang penting, lho. Contohnya, sewaktu mengajukan naskah ke penerbit. Di kurikulum vitae, selalu saya sebutkan buku-buku yang sudah diterbitkan dan penghargaan-penghargaan menulis  novel yang pernah saya terima. Riya? Ujub? Bukan. Saya hanya sedang meyakinkan editor agar memilih naskah saya, salah satunya dengan menunjukkan pengalaman menulis yang sudah saya miliki. Kadang usaha saya berhasil, kadang tidak. Lho, kok tidak berhasil? Ya iya, selain menunjukkan prestasi, naskah yang sedang ditawarkan itupun harus dibaca dan diseleksi, sesuai gak dengan keinginan editor dan penerbit.

Ibaratnya, kita sedang mencari kerja dan menghadapi wawancara pekerjaan. Untuk bisa diterima, kita harus menyebutkan prestasi kita sebelumnya. Beberapa editor suka melihat pengalaman penulisnya, sebelum memulai membaca naskah tersebut. Kenapa? Setidaknya editor punya gambaran awal bahwa naskah itu “mungkin” bagus. Penulis yang sudah sering menerbitkan buku, paling tidak sudah menguasai cara menulis dengan baik, jadi tidak membuat editor pusing tujuh keliling.

Kalau blogger, bagaimana? Itu juga penting. Sebenarnya kalau saya membuat tulisan tentang kemenangan-kemenangan yang saya terima, ada perasaan tidak enak hati juga. Khawatir disebut riya’ dan ‘ujub. Masalahnya, niat saya menuliskan itu bukan untuk riya’ dan ‘ujub, melainkan untuk pencitraan, tsaaaah….. Bahasa yang lebih enak lagi, apa ya? Kalau pencitraan, rasanya gimana gitu. Tapi, tidak ada salahnya juga disebut pencitraan. Maksudnya, saya ingin meningkatkan citra yang baik pada tulisan-tulisan saya. Selain juga sekadar mendokumentasikan perjalanan menulis saya, sebelum semua fotonya hilang karena berganti laptop atau flashdiscnya rusak.

Bagaimana perasaan kita kalau orang-orang meragukan kapabilitas kita, gara-gara prestasi kita tidak kelihatan? Seperti Pak Prabowo. Saya pernah melihat gambar Pak Prabowo yang bertuliskan “prestasinya manaaa?” Kalau saya yang disebut begitu, pasti sakit hati sekali. Pak Prabowo bisa sampai ke kursi capres, bukanlah kerja setahun dua tahun. Kalau tidak salah, Gerindra sudah muncul sejak sepuluh tahun yang lalu. Dari partai gurem (partai dengan suara kecil), Gerindra berhasil menjadi tiga besar pada Pemilu kemarin. Itu adalah prestasi Pak Prabowo sebagai pendiri Gerindra. Bagaimana dia bisa meningkatkan suara Gerindra? Itu yang kita tidak tahu, karena kita kuper, kurin (kurang informasi), dan kudet (kurang update).

Tentunya, rakyat yang memilih Gerindra punya alasan dong. Mungkin mereka mengetahui prestasi Gerindra. Berdasarkan berita yang saya baca, Ahok dan Ridwan Kamil itu kader Gerindra yang dicalonkan oleh Pak Prabowo sebagai kepala daerah, karena prestasi mereka. Banyak orang yang memuji kerja keduanya, yang sebenarnya tidak lepas juga dari tangan dingin Pak Prabowo. Makanya,  berimbang saja dalam melihat kedua capres. Pak Jokowi punya prestasi, Pak Prabowo juga. Setiap orang punya kelebihan dan kekurangan masing-masing.

Saya melihat timses PDIP memang sangat cerdas, memunculkan prestasi-prestasi kadernya di media massa, salah satunya Pak Jokowi, yang dapat meningkatkan elektabilitas beliau, bahkan memunculkan orang-orang yang fanatik terhadap beliau. Untunglah, saya ini bukan orang yang fanatik terhadap orang lain. Saya bahkan tidak tahu siapa penulis yang paling saya sukai di dunia kepenulisan? Ada beberapa karya yang saya sukai, tapi tidak berasal dari penulis yang sama. Tidak semua karya dari penulis yang sama, bisa menarik hati saya. Itu kenapa sekarang saya aktif mencaritahu lebih dalam tentang kedua capres, supaya lebih yakin mau memilih siapa. Kalau sudah fanatik, pikiran kita sulit untuk menerima kelebihan calon lain. 

Dari pengalaman Pak Jokowi dan Pak Prabowo, kita bisa menjawab pertanyaan ini: menunjukkan prestasi itu penting atau tidak? 

8 comments:

  1. Menunjukkan prestasi sesuai dengan keperluannya mungkin ya mbak hehehe.

    ReplyDelete
  2. pilih siapa ya? black campaign itu sering menyesatkan kita.. hadeeh..
    tapi jujur saya juga kurang suka ketika lihat gambar Pak Prabowo yang bertuliskan “prestasinya manaaa?”
    kesannya dia nggak bisa apa2, padahal kan kita belum tahu benar sosok beliau itu seperti apa

    ReplyDelete
  3. Kalau menurut saya pribadi sebagai pendaki gunung, prestasi Prabowo adalah menjadikan Indonesia di jajaran negara-negara yang pernah mendaki puncak Everest. Dahulu dialah yang memutuskan untuk segera mengirim tim pendaki ke puncak tertinggi dunia itu sebelum didahului oleh Negeri Jiran Malaysia. Semua persiapan dan logistik dia ikut wara-wiri mengurusi, hingga mengecek sendiri ke Nepal. Dan itu sungguh Wooow :D

    ReplyDelete
  4. masih belum nentuin pilihan juga sih, tapi masih ada debat2 berikutnya dan selalu cari informasi hingga detik detik terakhir harus nyoblos :D

    ReplyDelete
  5. Kadang masih bingung dengan informasi yang betebaran layaknya suara nyamuk 'ngiungngiung' tak ada habisnya. Semua berbicara berbeda. Saling adu pendapat siapa yang paling hebat. Duh, jadi makin bingung dengernya. Jadi belum bisa memastikan pilihan yang tepat. Padahal waktu pilpres semakin dekat. Aduh penat.

    ReplyDelete
  6. duh kira-kira saya nanti pilih yang mana ya -_- bingung deh beneran, soalnya saya tidak kenal dengan keduanya. Hanya bisa lihat di sosial media bahwa si a jelek, tapi ada juga yang bilang ternyata si b juga jelek. Kalo mau ikut-ikutan bingung. Kalo mau tau banget juga bingung entah darimana saya bisa dapat sumber soal mereka yang sebenarnya :D

    *tidak ada TV dirumah, maaf jika OOT

    ReplyDelete

Terima kasih atas komentarnya.
Mohon gunakan kata-kata yang sopan dan santun yaaa.....