Sumber gambar di sini |
Itu adalah bunyi status seorang
teman yang muncul di twitter saya. Hmm... saya senyum-senyum sendiri. Saya juga
pernah berpikir begitu. Menjadi orang baik belum tentu akan disayangi banyak
orang. Lebih seringnya yang terjadi adalah “air susu dibalas dengan air tuba.”
Sudah dibaikin eh malah dikhianatin. Pikiran itu membuat saya jadi pilih-pilih
untuk berbuat baik. Tapi pada akhirnya saya menyadari bahwa hal itu salah.
Merasa telah berbuat baik kepada
orang lain, hanya akan membuat kita kecewa. Siapa tahu orang itu gak sadar
kalau kita sudah berbuat baik ke dia. Barangkali karena merasa telah
membantu itulah, saya jadi besar kepala. Ketika mereka meninggalkan saya, saya merasa seperti dikhianati dan hanya
dimanfaatkan. Saya sempat kesal juga. Tapi, apa gunanya merasa kesal?
Barangkali itu hanya pikiran saya saja. Bahwa saya merasa sudah membantu
mereka, padahal bisa jadi mereka merasa tidak dibantu. Saya ingat novel anak
yang ditulis oleh Enid Blyton. Cerita lengkapnya, juga nama tokoh-tokohnya,
saya sudah lupa karena sudah lama sekali membacanya. Intinya, kebaikan
yang kita lakukan itu tidak selalu dibalas oleh orang yang mendapatkan
kebaikan, tapi bisa jadi balasannya datang dari orang lain. Teruslah berbuat
baik, pasti akan mendapatkan balasan kebaikan yang lebih banyak.
Nah, itulah yang saya rasakan
saat ini. Saya merasa rezeki menulis tak pernah terputus, baik itu menulis buku
maupun blog. Barangkali itu adalah balasan dari kebaikan yang mungkin pernah
saya lakukan (walaupun tidak disadari oleh orang yang sudah mendapatkan
kebaikan). Balasannya memang bukan datang dari orang yang sudah kita baikin,
tapi dari tempat lain yang jauh lebih baik. Saya jadi merasa tidak sia-sia
telah berbagi ilmu, waktu, dan tenaga. Sebagai seorang muslim, ini dalil yang
saya jadikan pedoman:
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain.” (HR. Ahmad, Thabrani, Daruquthni)
Ayat itu dulu menjadi pegangan
para aktivis dakwah di kampus saya, dan dibordir di belakang jaket mereka. Saya
bukan bagian dari mereka, tapi pernah bergaul dengan mereka. Saya juga tidak
punya jaketnya, tapi sering melihat jaket itu di tubuh para aktivis lengkap
dengan tulisan tersebut di belakang jaket. Mau tidak mau, tulisan itu tertanam
di dalam otak saya. Mereka memang berbondong-bondong melakukan kebaikan tanpa
imbalan apa pun. Menjadi pribadi paling bermanfaat untuk orang lain, walaupun
tidak dapat balasan apa-apa. Bahkan, tingkatan yang paling tinggi di dalam kelompok mereka adalah “mendahulukan kepentingan orang lain di atas
kepentingannya.” Hanya orang-orang istimewa yang bisa melakukannya. Saya
belum menjadi orang yang istimewa itu, masih jauh rasanya.
Lalu, bagaimana mungkin saya mau
menjadi orang yang egois dan hanya mementingkan urusan sendiri?
Konon Prabowo membantu pendanaan kampanye Pilkada DKI Jokowi-Ahok, tapi kini Jokowi berhadapan dengan Prabowo dalam Pilpres 2014. #BukanKampanye #ContohKasus Sumber gambar di sini. |
Ahihihi.... gambar dan kalimat di akhir cerita sangat menarik Mbak :)
ReplyDeletehehehehee mbak bisa aja. kunjungan perdana mbak, salam perkenalan, silahkan berkunjung balik ketempat saya, barangkali berminat saya punya banyak vcd pembelajaran untuk anak2, siapa tau mbak mempunyai adik,keponakan atau mungkin anak yang masih kecil, vcd ini sangat membantu sekali dalam mengasah kecerdasan dan kemampuan otak anak, serta bagus untuk membangun karakter dan moral anak sejak usia dini, semoga bermanfaat dan mohon maaf bila tdk berkenan, trm kasih ^_^
ReplyDeleteberkunjung dijumat sore yang cerah sambil menyimak postingannya, salam
ReplyDeleteMbak Ela, ini untuk lmba ya? ada gambar Jokowi dan Prabowo soalnya :D
ReplyDeleteYg penting tetap betpikir positif yo, Mba. Btw, saya baru tau tentang pendanaan itu. :D
ReplyDeletepernah mbak aku dimanfaatkan orang :)
ReplyDeleteduh gusti...jaman sekarang ya...penuh intrik
ReplyDeleteSaya sering di manfaatkan orang.
ReplyDeleteLagi...dan lagi...suah biasa.
Tp tetep saya berpositif thinking.