Thursday, June 26, 2014

Apa Buku Mbak yang Bestseller?


Gimana perasaanmu kalau kamu seorang penulis buku yang sedang mengadakan talkshow kepenulisan, lalu MC atau moderator menanyakan hal tersebut kepadamu? Ternyata bukan hanya saya yang mengalaminya. Seorang teman pernah juga ditanyai hal serupa. Dia tidak langsung menjawab karena sepengetahuannya, belum ada satu pun bukunya yang mencapai bestseller. Saya juga diam sejenak, karena saya bingung mau menjawabnya. Bukan berarti buku saya gak ada yang bestseller. Dulu pernah ada novel pertama saya, “Oke, Kita Bersaing” terjual di atas 10 ribu eksemplar. Mestinya sih itu sudah masuk bestseller, tapi saya gak yakin semua orang tahu judul buku tersebut. Gak seperti novel “Ayat-Ayat Cinta,” misalnya.


Menjual buku yang bestseller, sepertinya saat ini hanya bisa dilakukan oleh Andrea Hirata, Dee, Tere Liye, Raditya Dika, dan Ilana Tan. Penulis-penulis lain, meskipun dia sudah senior dan sudah dikenal, buktinya belum bisa menjual bukunya secara bombastis. Banyak karya bagus milik penulis yang lumayan terkenal dan sudah malang melintang di dunia kepenulisan, nyatanya hanya terjual di bawah 3 ribu eksemplar. Sungguh mengenaskan. Jadi, kalau ada yang nanya pertanyaan di atas, gimana ya jawabnya? Hehehe….

Nah, dalam waktu beberapa hari kemarin, kebetulan saya membaca dua buku dari dua penulis dengan kualitas karya yang berbeda 180 derajat. Buku pertama, ditulis oleh seorang penulis senior yang namanya sudah cukup terkenal. Setelah membaca bukunya, saya melihat halaman copyright. Hah? Buku ini baru cetakan pertama dan sudah diobral?! Berarti buku itu tidak sukses terjual 3 ribu eksemplar. Padahal, itu  buku yang bagus.

Buku kedua, saya harus membacanya selama berbulan-bulan karena saya tidak tertarik menyelesaikannya. Naskahnya terasa belum “matang”. Banyak kebocoran yang harus ditambal. Begitu saya baca halaman copyrightnya, hah? Sudah cetakan ketiga?! Nasib yang berbeda untuk dua buku dengan kualitas bagai bumi dan langit.

Penilaian saya bukan berdasarkan selera. Saya menilai dari teknis menulis: diksi, plot, konflik, pengolahan tema, kedalaman isi dan pemikiran penulisnya, dan sebagainya. Buku pertama, jelas ditulis dengan sungguh-sungguh, saya yakin gak hanya sebulan waktu menulisnya. Sang penulis juga sering memenangkan lomba menulis tingkat nasional. Apa mungkin karena justru tulisannya gak nyampe di otak pembaca, jadi malah gak bestseller?

Buku kedua, diterbitkan hanya untuk mengikuti tren karena mengangkat tentang Korea-Koreaan. Penerbitnya benar-benar jitu, menerbitkan buku itu pada saat tren Korea sedang naik. Walaupun, bukunya belum “matang,” pembelinya gak peduli. Penulisnya juga mengakui bahwa dia menulis buku tersebut hanya dalam waktu sebulan. Informasi tentang Korea terkesan copy paste. Diksinya malah mirip dengan bahasa google. Mestinya penulis bisa mengolah sumber dengan bahasanya sendiri.

Ah, sudahlah. Memikirkan bagaimana supaya buku kita menjadi bestseller itu memusingkan. Buku yang bagus, akhirnya masuk ke rak obralan pada cetakan pertama. Buku yang gak bagus tapi sesuai tren, eh bisa bestseller. Para penulis saat ini berbondong-bondong mempromosikan bukunya, bahkan mengadakan lomba resensi berhadiah gadget. Tapi, apakah bukunya kemudian bestseller? Belum tentu. Gimana jadinya? Perih, kan? Buku ditulis dengan sungguh-sungguh, dipromosikan habis-habisan, eh penjualannya masih seret aja. Sementara itu, ada buku yang asal terbit dan promosinya juga biasa aja, eh malah bestseller.

Teman saya mengatakan, bestseller itu TAKDIR. Kita cuman berusaha aja supaya buku kita bestseller dengan menulis yang bagus dan aktif berpromosi. Selebihnya, adalah tangan tak terlihat yang bekerja. 









16 comments:

  1. Iya mbk..setauku yg best seller itu buku2 penulis anak emas..eh bener g sih..pernh jg bca ttg best seller dan anak emas penerbit tp lp dimn bacanya...sukses bt nulis bukunya mbk :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Anak Emas? Baru denger tuh, mb Hanna. Anak Emas itu bukannya merk mie-miean zaman dulu :D

      Delete
    2. jadi inget makanan mie jaman dulu ya mbak

      Delete
  2. mungkin faktor 'namanya' juga kali ya. Biasanya ketika dia pertama kali menerbitkan buku dan langsung best seller, untuk berikutnya akan lebih mudah. Tapi berbeda jika yang terjadi kebalikkannya.
    Tapi kan selalu ada pepatah, don't just a book by its cover hehehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. Faktor "Nama" bisa jadi. Ada banyak faktor lainnya juga :-)

      Delete
  3. Begitulah adanya ya mbak. Yang penting kita jangan pernah berhenti berusaha aja, dan juga berdoa. Semoga akan berkah suatu ketika. Amin.

    ReplyDelete
  4. aku pernah baca buku seorang penulis terbitan tahun 2011, tulisannya bagus, tapi cetakan pertama udah diobral. sayang juga ngeliatnya. pas liat tulisan untung wahyudi, ternyata buku itu dicetak ulang di penerbit lain tahun ini. kayaknya sering ada yang begitu, pindah penerbit setelah 1-2 tahun, bun.

    ReplyDelete
  5. kalau saay pribadi dalam segala hal baik itu pekerjaan saya mengajar dan hobi yg lain termasuk menulis ,s emua kulakukan dg hati tanpa memikirkan apa itu akan mendapatkan sesuatu,atau lainnya.Kalau pun mendapatkan sesuatu itu bonus dari Allah bagiku.Begitu juga dg menulis sama sekali aku tak pernah merasa patah semangat krn bukuku tak best seller, Apalagi dalam industri /bisnis hal yg trendlah yg disukai padahal belum tentu bagus. Sama saja dg penyanyi, belum tentu suara bagus dapat menjual, ada yg suara pas-pasan tapi justru bisa dijual!!!

    ReplyDelete
  6. Kalo aku buku yang best seller apa ya.. *kemudian inget belum punya buku sendiri xixixi.
    Doain ya mak, komik Mak Irits yang insya Alloh bakal terbit nanti best seller ^^

    ReplyDelete
  7. ho oh bestseller tuh rejeki gak bs dprediksi

    ReplyDelete
  8. Tetep semangat nulis mbak... bestseller mah ibarat bonus yg gurih dan legit gitu, dapet alhamdhulilah nggak pun yg penting sudah berkarya ^-^

    ReplyDelete
  9. Kalau best seller itu menurutku ada dua kemungkinan mbk. 1) karena penulis mengikuti tren jadi asal tulis dan isinya dangkal, namun ternyata diminati banyak pembaca yg masih suka berangan-angan dapet cowok ganteng bin tajir XD, dan 2) karena trik pemasaran.
    Aku pernah baca note facebook seorang editor dari penerbit yg sebelumnya suka nerbitin komik, bilang kalau dia nerbitin novel itu bukan karena kualitas, tapi karena rekomendasi dari penulis lain (dari situs kepenulisan online). Mirisnya lagi, setelah pengakuan itu bukannya malu tapi malah makin menjadi-jadi. Itu editor asal comot cerita dan temanya kebanyakan tentang wedding, perjodohan, playboy yang menjadi tren meskipun konflik hampir sama dan isinya selalu mengagungkan cinta sesama jenis. Lebih miris lagi saat editor ini justru hanya menerbitkan novel2 dari penulis yang "satu kelompok" (ya karena rekomendasi tadi). Akhirnya saat keluar di pasar, komentar pembaca publik yg tidak tahu situs kepenulisan itu justru berkebalikan dengan pujian2 dari fans2 penulis itu yg kebanyakan masih remaja. Susunan kalimat hancur, isinya datar, membosankan, dan hal2 jelek lainnya. Nah editor justru menulis status di facebook bahwa buku-buku editannya sudah masuk cetakan kedua atau ketiga bahkan ada yang sampai best seller, tidak sesuai dengan realita bahwa banyak sekali penggemar novel yg bahkan tidak tahu novel2 terbitan penerbit itu, Jadi kesimpulannya, saya lebih percaya alasan yg kedua kalau novel2 yg kurang "matang" bisa jadi best seller.
    Maaf kepanjangan komennya, hanya opini saja :D

    ReplyDelete

Terima kasih atas komentarnya.
Mohon gunakan kata-kata yang sopan dan santun yaaa.....