Ketika sedang
memberesi buku-buku di rak buku miniku, mataku tertumbuk pada sebuah buku
berjudul “Personality Plus.” Ah, ya, buku itu sudah pernah kubaca beberapa
tahun lalu, sangat bermanfaat untuk mengukur kepribadianku. Apa hasilnya?
Ternyata aku didominasi oleh kepribadian koleris! Hasil perhitungannya memang
mendekati sifat-sifatku selama ini: suka berkompetisi, ada kecenderungan ingin
menjadi pemimpin, selalu ingin melakukan perubahan, tidak bisa diam dari
aktivitas, kadang kala menginginkan orang lain juga sama kuat dan tangguhnya
sepertiku, dan sebagainya.
Aku memang suka
berkompetisi. Sampai hari ini, aku masih ada kecenderungan “tidak mau kalah”
dari orang lain. Aku tahu bahwa berkompetisi itu hasilnya kadang kalah kadang
menang. Aku sudah merasakan beberapa kali kemenangan dari berbagai jenis lomba
yang kuikuti, tetapi jumlah kekalahannya lebih banyak lagi. Apa yang kurasakan
setiap kali kalah? Ada rasa panas di dada, jantung berpacu lebih cepat, dan
wajah mengkerut hebat. Ajaibnya, emosi sedemikian rupa tak menghalangiku untuk
terus berkompetisi. Sebab, efek dari kemenangannya amat membahagiakan.
Di antara semua
kegagalan yang kudapatkan, ada satu kegagalan yang masih terus ada di dalam alam
bawah sadarku. Dan itu justru kegagalan pertamaku dalam kompetisi. Usiaku
mungkin baru 6 atau 7 tahun ketika mengikuti lomba tujuh belasan di komplek
perumahan tempatku tinggal semasa kecil. Aku hanya menjadi penonton, tetapi
panitia mendorong-dorongku untuk maju. Aku mengikuti lomba membawa kelereng di
atas sendok yang dimasukkan ke mulut,
lomba balap karung, dan lomba membaca puisi. Aku senang sekali mengikuti
perlombaan-perlombaan itu. Agaknya, sifat kolerisku sudah bekerja.
Aku tertawa dan
bergembira selama mengikuti perlombaan. Tetapi, masih kuingat rasa gugup yang
menyerang ketika membaca puisi. Aku tidak tahu apakah cara membacaku itu sudah
bagus. Sama seperti peserta lomba lainnya, aku pun menunggu namaku disebut
dalam acara pengumuman pemenang. Acara pengumumannya baru akan diadakan pada
acara puncak tujuh belasan, malam Minggu, bersamaan dengan acara tari-tarian
dan joget-jogetan.
Acara puncak
tujuh belasan pun tiba. Aku telah berdiri di seputaran depan panggung, menanti
saat-saat pengumuman. Aku harus mendengarkan pembacaan Al Quran, Pidato Pembuka
dari Ketua RT, Sambutan dari Panitia, dan sebagainya. Lalu, sampailah pada
pengumuman lomba. Jantungku berdetak lebih keras. Satu per satu nama pemenang
diumumkan, satu per satu temanku pun maju ke atas panggung. Tetapi….
Di antara
sekian banyak lomba yang kuikuti, tak ada satu pun yang memenangkanku! Aku lupa
apakah waktu itu aku menangis, tapi aku butuh waktu cukup lama untuk kembali
berkompetisi. Yang pasti, aku tidak pernah lagi mengikuti lomba tujuh belasan. Namun,
aku belum kapok mengikuti kompetisi lainnya. Kegagalanku itu memecutku untuk
meraih kemenangan, suatu hari nanti. Aku masih rajin mengikuti kompetisi,
terutama yang sesuai dengan minat dan bakatku. Hingga kurasakan kemenangan
mulai menyapa. Aku semakin yakin bahwa di balik kegagalan ada kemenangan.
Aku bersyukur
pernah disajikan kegagalan, sebab waktu itu aku berjanji, “Lihat saja, nanti
aku juga menang di tempat lain.” Kegagalan memecutku untuk bersemangat meraih
kemenangan. Kegagalan memecutku untuk menjadi orang yang tidak pantang menyerah.
Kegagalan memecutku untuk terus melakukan sesuatu. Aku, dalam perjalanan
mengalahkan waktu, akhirnya dapat membuktikan bahwa tak selamanya orang yang
kalah itu akan terus kalah. Selama masih terus berusaha, kemenangan itu pasti
datang.
Kegagalan dijadikan pemacu agar lebih semangat lagi kedepannya ya mbak. Asal jangan menjadikan kegagalan diri kita menjadi down :)
ReplyDeleteSetuju, Mba Lidya. Setiap gagal, harus bangkit lagi :-)
Deletebiasanya kan yang kalah terus endingnya juga kan menang ya mbk hehe..
ReplyDeletesukses bt GAnya mbk^^
Kalau terus mencoba ya insya Allah endingnya menang, Mba Hanna :-)
DeleteSoal kalah dan menang aku sudah mulai terbiasa. Setiap lomba pasti ada jurinya dan mau tak mau selera juri pasti mempengaruhi penilaian. Jadi aku selalu berhasil menghibur diri jika kalah... hehehe walau terkadang saat kekalahan datang bertubi2 ada rasa yang memintaku untuk rehat sejenak sebelum mulai utk berlari lagi.
ReplyDelete