Gambar dari sini |
Aku mencari kesempatan, bukan jaminan. Hidup tidak memegang janji, untuk setiap kejadian yang
akan menghampiri. Aku berusaha berdiri tegak pada keyakinan dan tujuan,
berharap segala yang terbaik. Tidak harus menang, tapi setidaknya aku tahu apa
saja yang diperlukan untuk menjadi pemenang.
Burung besi mendarat dengan mulus, perlahan
kecepatannya semakin pelan. Kulangkahkan
kedua kaki mungilku, untuk pertama
kalinya, di sebuah negara di jantung Eropa. Suasana begitu hiruk-pikuk di dalam
bandara international Frankfurt am Main. Sebelum mengambil koper,
seluruh penumpang diwajibkan mengantri di bagian
imigrasi untuk pengecapan paspor.
Segalanya berjalan mulus, aku pun tak perlu menunggu
lama untuk mengambil koper. Dua koper besar dan berat yang kubawa itu
kuletakkan di sebuah kereta dorong yang tersedia dan berderet hampir di setiap
sudut. Aku mengeluarkan beberapa koin Euro, yang sengaja kusiapkan dari
Indonesia. Memang agak sulit menemukan money
changer yang menyediakan uang koin, namun koin itu akan sangat berguna.
Aku membutuhkan koin untuk menelpon Zefa agar
menjemputku dari bandara. Zefa adalah sahabatku semenjak kuliah di UI dulu, ia
sudah lebih dulu datang ke Jerman sejak enam bulan yang lalu.
"Halo Zefa, ini aku Rianda. Aku udah nyampe. Kamu
di mana?"
"Aku
di belakang kamu. Doooorrrr,"
Zefa mengagetkanku, tanpa kusadari ia sudah berada di belakangku saat aku
menelponnya.
Enam bulan tidak bertemu, tak ada perubahan sedikit
pun pada diri Zefa. Warna kulitnya tetap terlihat coklat kehitaman, rambutnya
pun masih tetap ikal namun sekarang sudah terlihat sedikit memanjang. Bagiku
Zefa bukan hanya sekadar sahabat, tapi juga sudah seperti saudara kembarku.
Empat tahun lamanya kami berdua tinggal di tempat kost yang sama. Menjalani
hari-hari bersama dalam keadaan suka maupun duka. Begitu senangnya bertemu Zefa, aku tidak memperhatikan
seorang laki-laki tampan berjaket kulit yang sedari tadi berdiri di belakang
Zefa.
"Eh, Nda, " begitulah Zefa selalu
memanggilku dengan sebutan Nda, ia terlalu malas untuk memanggilku Rianda.
"Ini Fedi… mahasiswa dari Indonesia juga. Anak S.2.jurusan Mekantronik.
Dia tinggal satu gedung apartment ama kita," Zefa memperkenalkan temannya
yang cute itu kepadaku.
"Fedi," ucapnya sambil menyodorkan tangannya
kepadaku, mengajak kenalan.
"Rianda," jawabku seraya membalas senyumnya.
-------------------
Selanjutnya bisa dibaca di Novel Frankfurt to Jakarta. Sudah beredar di toko buku-toko buku Gramedia dengan harga Rp 45.000
Leyla Hana dan Annisah Rasbell |
pengen banget ke Frankfurt :')
ReplyDeleteMau ke toko buku ah hari ini mumpung suami udah libur,siapa tahu setelah baca buku ini jadi bisa ke frankfurt betulan ya :)
ReplyDeletePgn ke pameran buku frankfurt! ><
ReplyDeleteAssalammualaikum wr.wb
ReplyDeleteSalam kenal sya Indah dri Bekasi..
Minggu tanggal 11 Agustus 2013, sya mampir ketoko buku dn sya melihat Novel yg berjudul Frankfurt to Jakarta, awalnya sya membaca bagian belakang buku setelah itu sya lihat ada yg telah di buka dn sya membaca halaman depannya sudah smpai di halaman 14 sya trtarik dn rasanya ingin pergi ke Frankfurt..
Akhirnya sya membeli dn sekarang sudah selesai membacanya dn sya belajar apa arti cinta dn ikhlas..
Ceritanya sangat bagus bisa membawa yg pembaca menjadi ikut terhanyut dn berangan-angan menjadi seperti apa yang ada di novel..
Semoga novel ini ada kelanjutannya krn di akhir cerita menurut sya menggantung..
Dimana Rianda akan lebih kenal dengan Dion dn endingnya mereka seperti apa..
terimakasih :)
Salam kenal juga, Indah, Makasih ya testimoninya :-)
ReplyDeleteCeritanya memang dibuat menggantung, pembaca dipersilakan menebak sendiri. Semoga bukunya bermanfaat ya :-)