Tuesday, August 27, 2013

Hidup Sehat dengan Jamu, Lestarikan Budaya Indonesia


“Jamuuuu….”

Lengkingan suara tukang jamu langganan ibu saya, sampai hari  ini masih membekas di hati. Ketika kecil, di hari Sabtu dan Minggu, Ibu selalu membeli jamu dari Mbok Jamu keliling. Jamu yang dibeli diantaranya: beras kencur, kunyit asem, daun sirih, dan jamu-jamu sachetan dalam keadaan tertentu, misalnya masuk angin, flu dan batuk, asam urat, flu tulang, dan sebagainya. Ibu juga membiasakan anak-anaknya meminum jamu. Jamu yang saya minum adalah beras kencur dan manisan jahe, karena rasanya bersahabat dengan lidah, alias tidak pahit. Jamu-jamu itu dimasukkan ke dalam botol-botol yang besar dan digendong di punggung si Mbok Jamu. Luar biasa ya penjual jamu itu, berjalan jauh dari rumahnya dan singgah dari rumah ke rumah sambil menggendong bakul jamu yang berat. 


Saat kuliah, saya berhenti meminum jamu dari si Mbok Jamu langganan karena kuliah di luar kota. Tetapi di sana, saya masih rajin meminum jamu instan yang dijual di warung-warung. Jamu yang saya minum diantaranya kunyit asem dan kunir putih, bermanfaat untuk mengatasi keluhan-keluhan haid dan membersihkan organ kewanitaan. Sekarang, saya membuat jamu kunyit asem sendiri karena bahan-bahannya lebih mudah didapat dan rasanya juga enak. 

Indonesia Kaya akan Tanaman Berkhasiat
Di depan rumah, ketika sedang membersihkan rumput liar, saya pernah menemukan umbi temulawak dan kencur. Tanaman itu ternyata mudah tumbuh di mana saja dan bermanfaat untuk kesehatan. Sayangnya, saya tidak bisa mengolahnya agar bisa bersahabat dengan lidah. Sebenarnya, tak ada minuman jamu yang manis, rasa manis itu berkat penambahan gula. Tapi, saya khawatir melakukan kesalahan kalau mengolah sendiri tumbuhan temulawak menjadi minuman jamu. 

Lain halnya dengan kunyit dan jahe. Sekarang saya bisa mengolahnya sendiri menjadi minuman jamu. Indonesia ini memang kaya dengan tanaman berkhasiat yang bisa diolah menjadi minuman jamu dan dipercaya mengobati bermacam penyakit. Tanaman herbal yang bersahabat dengan saya, selain jahe dan kunyit, diantaranya daun papaya, daun mengkudu, daun sirih, dan daun saga. Tanaman-tanaman itu cukup mudah didapatkan di sekitar rumah saya. Kalau kita mau serius menanam tanaman-tanaman herbal yang diolah menjadi jamu, kita bisa mendapatkan benihnya dengan mudah di tukang penjual tanaman herbal.

Jahe, yang biasa digunakan oleh ibu-ibu untuk bumbu masakan atau menghilangkan bau amis pada ikan dan daging, ternyata berkhasiat untuk  mengobati batuk, luka, alergi karena gigitan serangga, dan infeksi bakteri. Temulawak dipercaya dapat mengobati penyakit hepatitis. Kunyit bermanfaat untuk melancarkan menstruasi. Manfaat jamu sudah dirasakan turun temurun, bahkan kini digalakkan kampanye untuk back to nature dengan mengonsumsi tanaman herbal sebagai pengganti obat kimia. 

Mengolah Jamu Sendiri
Saya biasa membuat jamu kunyit asem untuk mengatasi PMS (Pre Menstruation Syndrome) dan susu jahe untuk mengatasi flu. Resep membuat jamu kunyit asem, yaitu: 

1 ruas kunyit, diblender
1 buah asam Jawa
1 butir gula jawa
1 ruas kencur
1 ruas jahe

Semua bahan direbus sampai mendidih, lalu disaring agar ampasnya terpisah dengan sari. Lebih enak diminum dingin. Bahan-bahan ini untuk sekali minum. Jamu kunyit asam dipercaya dapat melancarkan haid, menyegarkan badan, menghilangkan pegal-pegal selama haid, dan menghilangkan bau badan di saat haid.

Bahan-bahan untuk membuat jamu kunyit asem




 
Minum jamu kunyit asem

Aturan meminum jamu
Adalah salah bila kita menganggap bahwa minum jamu itu sama seperti minum air putih. Bisa diminum kapan saja tanpa dosis tertentu. Saya diceritakan oleh seorang teman yang memiliki teman menderita gagal ginjal. Dia suka meminum obat herbal tanpa dosis yang dianjurkan, karena beranggapan bahwa obat herbal itu aman dikonsumsi dalam jumlah berapa saja. 

Jamu, apalagi yang memiliki ampas, dapat memperberat kerja ginjal. Oleh karena itu, harus diminum sesuai aturan, alias ada dosisnya, sebagaimana obat kimia. Di luar haid, saya tidak meminum jamu kunyit asam. Jadi, saya hanya meminumnya saat haid, karena ampasnya itu bisa mengendap di usus. Tetangga sebelah rumah mengalami sakit liver, karena rajin minum jamu. Dokter yang memeriksanya mengatakan bahwa ampas jamu yang diminumnya tak dapat dibuang, alias mengendap di usus. Beliau pun meninggal dunia karena penyakitnya tak tertolong. 

Lalu, bagaimana agar jamu bisa dipercaya untuk mencegah dan mengobati penyakit, serta mendunia?

Pertama, mutu dan keamanan jamu harus teruji, apalagi di pasaran banyak terdapat produk jamu yang palsu dan membahayakan keselamatan. 

Kedua, dosis pemakaian harus dicantumkan dalam kemasan jamu pabrik, karena ternyata tanaman herbal tak bisa dikonsumsi semaunya. 

Ketiga, selama ini tanaman herbal yang dikonsumsi hanya berdasarkan pengalaman turun temurun. Oleh karena itu, perlu ada penelitian mengenai manfaat tanaman herbal tersebut, sehingga bisa lebih dapat dipercaya khasiatnya. 

Keempat, pengemasan produk jamu yang menarik, up to date, dapat menjangkau semua kalangan. Tak hanya para orang tua, tetapi juga generasi muda, bangga mengonsumsi jamu.  

Kelima, kolaborasi jamu dengan obat kimia bisa saling melengkapi. Ibu saya pernah menderita kanker lidah dan dirawat di sebuah Klinik Pengobatan Cina yang mengolaborasikan tanaman herbal dari Cina dengan obat kimia. Penyakitnya mulai sembuh, tetapi sayang biaya pengobatannya sangat mahal (karena tanaman didatangkan dari Cina, serta dokternya juga dari Cina), jadi tak sampai tuntas dan penyakitnya kambuh lagi. Dokter-dokter di Indonesia bisa mencontoh cara pengobatan yang dilakukan oleh dokter dari Cina itu, tentunya setelah tanaman herbal yang digunakan melalui uji mutu dan khasiat.

Jamu adalah warisan budaya Indonesia yang sangat penting, sehingga harus dilestarikan dan dikembangkan agar dapat sejajar dengan obat kimia. Bukan tidak mungkin, penyakit-penyakit yang belum ada obatnya, dapat disembuhkan dengan tanaman-tanaman herbal yang ada di Indonesia. Bukankah Allah Swt tidak menurunkan penyakit, melainkan juga menurunkan obatnya? Oleh karena itu, Pusat Studi Biofarmaka IPB berupaya mengembangkan tamanan herbal ini melalui Biopharmaca Research Centre di Institut Pertanian Bogor. Semoga saja ke depannya, manfaat jamu dapat dirasakan tak hanya oleh penduduk Indonesia, melainkan juga dunia. 

Referensi: 
http://biofarmaka.ipb.ac.id/brc-news/brc-article/469-the-ginger-potential-as-alternative-treatment-for-chronic-respiratory-diseases-2013
http://biofarmaka.ipb.ac.id/brc-activity/dies-natalis-2013/618-lomba-penulisan-artikel-jamu-di-blog-2013

17 comments:

  1. Eh kok sama, aku jg suka bikin kunir asem sendiri tpi barutau kalau bisa ditambah kencur segala. Mau coba ah. Utk kunirnya krn aku kurang telaten cuma aku potong2 & rebus. Yg susah itu cari agar kunir lanang spt di Jogja, jd rasanya lain, gak seenak kalau bikin disana.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, Mak Lusi, klo aku diblender tapi pancinya dan blendernya jadi kuniiiing :D
      Aku kunir apa aja, ga ngerti jenis-jenis kunir hehe...

      Delete
  2. sama mbk,saya dari kecil juga udah suka banget sama jamu..kebetulan tiap siang ada yang jaulan es jamu keliling,kalo siang2 minum es jamu kencur kan seger apalagi kalo berhentinya pas anak2 lagi dolanan,,pas banget :D

    ReplyDelete
  3. saya juga sampai sekarang sering beli jamu kunyit asam yang dijual keliling mbak, setelah minum jamu jadi lumayan greng dan siap untuk beraktivitas

    ReplyDelete
  4. sejak kecil tiap hari saya minum jamu gendong, tapi skrg sudah jarang

    ReplyDelete
  5. kalo kunyit asem saya pesan ke tetangga mbak hehehhe ulasannya menarik :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. wah, enaknya ada tetangga yg jualan. Makasih sudah mampir :-)

      Delete
  6. kalau jamu mah tinggal beli di mbok jamu, seger sinom, kunyit asem jgua mau :D

    ReplyDelete
  7. Dengan minum jamu badan jadi segerrr... :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Betul sekali, apalagi ditemani makanan khas nusantara :D

      Delete
  8. di tempattku masih banyak loh mba tukang jamu gendong, meski kadang yg dibawanya juga banyak jamu kemasan :)

    ReplyDelete
  9. mbak, waktu haid minum jamu nya setiap hari? sampai selesai haid? sehari berapa kali? hehe maaf banyak tanya.. saya bingung jadwal minum jamu nya kapan?

    ReplyDelete
  10. mbak Leyla, saya jarang minum jamu, tapi suka minum green tea sama wedang jahe, kalo yang istant agak gak berani, paling bikin yg bisa aja, jahe merah enak lho buat jamu

    ReplyDelete

Terima kasih atas komentarnya.
Mohon gunakan kata-kata yang sopan dan santun yaaa.....