“Jamuuuu….”
Lengkingan suara tukang jamu
langganan ibu saya, sampai hari ini masih membekas di hati. Ketika kecil, di hari
Sabtu dan Minggu, Ibu selalu membeli jamu dari Mbok Jamu keliling. Jamu yang
dibeli diantaranya: beras kencur, kunyit asem, daun sirih, dan jamu-jamu
sachetan dalam keadaan tertentu, misalnya masuk angin, flu dan batuk, asam
urat, flu tulang, dan sebagainya. Ibu juga membiasakan anak-anaknya meminum
jamu. Jamu yang saya minum adalah beras kencur dan manisan jahe, karena rasanya
bersahabat dengan lidah, alias tidak pahit. Jamu-jamu itu dimasukkan ke dalam
botol-botol yang besar dan digendong di punggung si Mbok Jamu. Luar biasa ya
penjual jamu itu, berjalan jauh dari rumahnya dan singgah dari rumah ke rumah
sambil menggendong bakul jamu yang berat.
Saat kuliah, saya berhenti
meminum jamu dari si Mbok Jamu langganan karena kuliah di luar kota. Tetapi di
sana, saya masih rajin meminum jamu instan yang dijual di warung-warung. Jamu
yang saya minum diantaranya kunyit asem dan kunir putih, bermanfaat untuk
mengatasi keluhan-keluhan haid dan membersihkan organ kewanitaan. Sekarang,
saya membuat jamu kunyit asem sendiri karena bahan-bahannya lebih mudah didapat
dan rasanya juga enak.
Indonesia Kaya akan Tanaman
Berkhasiat
Di depan rumah, ketika sedang
membersihkan rumput liar, saya pernah menemukan umbi temulawak dan kencur.
Tanaman itu ternyata mudah tumbuh di mana saja dan bermanfaat untuk kesehatan. Sayangnya,
saya tidak bisa mengolahnya agar bisa bersahabat dengan lidah. Sebenarnya, tak
ada minuman jamu yang manis, rasa manis itu berkat penambahan gula. Tapi, saya
khawatir melakukan kesalahan kalau mengolah sendiri tumbuhan temulawak menjadi
minuman jamu.
Lain halnya dengan kunyit dan
jahe. Sekarang saya bisa mengolahnya sendiri menjadi minuman jamu. Indonesia
ini memang kaya dengan tanaman berkhasiat yang bisa diolah menjadi minuman jamu
dan dipercaya mengobati bermacam penyakit. Tanaman herbal yang bersahabat
dengan saya, selain jahe dan kunyit, diantaranya daun papaya, daun mengkudu, daun
sirih, dan daun saga. Tanaman-tanaman itu cukup mudah didapatkan di sekitar
rumah saya. Kalau kita mau serius menanam tanaman-tanaman herbal yang diolah
menjadi jamu, kita bisa mendapatkan benihnya dengan mudah di tukang penjual
tanaman herbal.
Jahe, yang biasa digunakan oleh
ibu-ibu untuk bumbu masakan atau menghilangkan bau amis pada ikan dan daging,
ternyata berkhasiat untuk mengobati
batuk, luka, alergi karena gigitan serangga, dan infeksi bakteri. Temulawak
dipercaya dapat mengobati penyakit hepatitis. Kunyit bermanfaat untuk
melancarkan menstruasi. Manfaat jamu sudah dirasakan turun temurun, bahkan kini
digalakkan kampanye untuk back to nature
dengan mengonsumsi tanaman herbal sebagai pengganti obat kimia.
Mengolah Jamu Sendiri
Saya biasa membuat jamu kunyit
asem untuk mengatasi PMS (Pre Menstruation Syndrome) dan susu jahe untuk
mengatasi flu. Resep membuat jamu kunyit asem, yaitu:
1 ruas kunyit, diblender
1 buah asam Jawa
1 butir gula jawa
1 ruas kencur
1 ruas jahe
Semua bahan direbus sampai
mendidih, lalu disaring agar ampasnya terpisah dengan sari. Lebih enak diminum
dingin. Bahan-bahan ini untuk sekali minum. Jamu kunyit asam dipercaya dapat
melancarkan haid, menyegarkan badan, menghilangkan pegal-pegal selama haid, dan
menghilangkan bau badan di saat haid.
Bahan-bahan untuk membuat jamu kunyit asem |
Aturan meminum jamu
Adalah salah bila kita menganggap
bahwa minum jamu itu sama seperti minum air putih. Bisa diminum kapan saja
tanpa dosis tertentu. Saya diceritakan oleh seorang teman yang memiliki teman
menderita gagal ginjal. Dia suka meminum obat herbal tanpa dosis yang
dianjurkan, karena beranggapan bahwa obat herbal itu aman dikonsumsi dalam jumlah
berapa saja.
Jamu, apalagi yang memiliki
ampas, dapat memperberat kerja ginjal. Oleh karena itu, harus diminum sesuai
aturan, alias ada dosisnya, sebagaimana obat kimia. Di luar haid, saya tidak
meminum jamu kunyit asam. Jadi, saya hanya meminumnya saat haid, karena
ampasnya itu bisa mengendap di usus. Tetangga sebelah rumah mengalami sakit
liver, karena rajin minum jamu. Dokter yang memeriksanya mengatakan bahwa ampas
jamu yang diminumnya tak dapat dibuang, alias mengendap di usus. Beliau pun
meninggal dunia karena penyakitnya tak tertolong.
Lalu, bagaimana agar jamu bisa
dipercaya untuk mencegah dan mengobati penyakit, serta mendunia?
Pertama, mutu dan keamanan jamu
harus teruji, apalagi di pasaran banyak terdapat produk jamu yang palsu dan
membahayakan keselamatan.
Kedua, dosis pemakaian harus
dicantumkan dalam kemasan jamu pabrik, karena ternyata tanaman herbal tak bisa
dikonsumsi semaunya.
Ketiga, selama ini tanaman herbal
yang dikonsumsi hanya berdasarkan pengalaman turun temurun. Oleh karena itu,
perlu ada penelitian mengenai manfaat tanaman herbal tersebut, sehingga bisa
lebih dapat dipercaya khasiatnya.
Keempat, pengemasan produk jamu
yang menarik, up to date, dapat
menjangkau semua kalangan. Tak hanya para orang tua, tetapi juga generasi muda,
bangga mengonsumsi jamu.
Kelima, kolaborasi jamu dengan
obat kimia bisa saling melengkapi. Ibu saya pernah menderita kanker lidah dan
dirawat di sebuah Klinik Pengobatan Cina yang mengolaborasikan tanaman herbal
dari Cina dengan obat kimia. Penyakitnya mulai sembuh, tetapi sayang biaya
pengobatannya sangat mahal (karena tanaman didatangkan dari Cina, serta
dokternya juga dari Cina), jadi tak sampai tuntas dan penyakitnya kambuh lagi. Dokter-dokter di Indonesia bisa mencontoh cara
pengobatan yang dilakukan oleh dokter dari Cina itu, tentunya setelah tanaman
herbal yang digunakan melalui uji mutu dan khasiat.
Jamu adalah warisan budaya Indonesia yang sangat penting, sehingga harus dilestarikan dan dikembangkan agar dapat sejajar dengan obat kimia. Bukan tidak mungkin, penyakit-penyakit yang belum ada obatnya, dapat disembuhkan dengan tanaman-tanaman herbal yang ada di Indonesia. Bukankah Allah Swt tidak menurunkan penyakit, melainkan juga menurunkan obatnya? Oleh karena itu, Pusat Studi Biofarmaka IPB berupaya mengembangkan tamanan herbal ini melalui Biopharmaca Research Centre di Institut Pertanian Bogor. Semoga saja ke depannya, manfaat jamu dapat dirasakan tak hanya oleh penduduk Indonesia, melainkan juga dunia.
Referensi:
http://biofarmaka.ipb.ac.id/brc-news/brc-article/469-the-ginger-potential-as-alternative-treatment-for-chronic-respiratory-diseases-2013http://biofarmaka.ipb.ac.id/brc-activity/dies-natalis-2013/618-lomba-penulisan-artikel-jamu-di-blog-2013
Eh kok sama, aku jg suka bikin kunir asem sendiri tpi barutau kalau bisa ditambah kencur segala. Mau coba ah. Utk kunirnya krn aku kurang telaten cuma aku potong2 & rebus. Yg susah itu cari agar kunir lanang spt di Jogja, jd rasanya lain, gak seenak kalau bikin disana.
ReplyDeleteIya, Mak Lusi, klo aku diblender tapi pancinya dan blendernya jadi kuniiiing :D
DeleteAku kunir apa aja, ga ngerti jenis-jenis kunir hehe...
sama mbk,saya dari kecil juga udah suka banget sama jamu..kebetulan tiap siang ada yang jaulan es jamu keliling,kalo siang2 minum es jamu kencur kan seger apalagi kalo berhentinya pas anak2 lagi dolanan,,pas banget :D
ReplyDeleteWah, ada es jamu? Inovasi yg canggih jg tuh :D
Deletesaya juga sampai sekarang sering beli jamu kunyit asam yang dijual keliling mbak, setelah minum jamu jadi lumayan greng dan siap untuk beraktivitas
ReplyDeleteBetul, Mas Imam. Enak pula rasanya.
Deletesejak kecil tiap hari saya minum jamu gendong, tapi skrg sudah jarang
ReplyDeletebikin sendiri aja, Mba Santi :-)
Deletekalo kunyit asem saya pesan ke tetangga mbak hehehhe ulasannya menarik :)
ReplyDeletewah, enaknya ada tetangga yg jualan. Makasih sudah mampir :-)
Deletekalau jamu mah tinggal beli di mbok jamu, seger sinom, kunyit asem jgua mau :D
ReplyDeletePasti banyak Mbok Jamu deh di tempat Niar :D
DeleteDengan minum jamu badan jadi segerrr... :D
ReplyDeleteBetul sekali, apalagi ditemani makanan khas nusantara :D
Deletedi tempattku masih banyak loh mba tukang jamu gendong, meski kadang yg dibawanya juga banyak jamu kemasan :)
ReplyDeletembak, waktu haid minum jamu nya setiap hari? sampai selesai haid? sehari berapa kali? hehe maaf banyak tanya.. saya bingung jadwal minum jamu nya kapan?
ReplyDeletembak Leyla, saya jarang minum jamu, tapi suka minum green tea sama wedang jahe, kalo yang istant agak gak berani, paling bikin yg bisa aja, jahe merah enak lho buat jamu
ReplyDelete