sekadar membalas sms-ku saja, harus kuperingatkan dulu dengan tanda seru.
Menjelang tujuh tahun pernikahan,
pasang surut rumah tangga kita.
Kadang akur, kadang tak akur.
Apabila sedang baik, aku merasa mengenalmu dengan utuh.
Sebaliknya, bila sedang marahan, aku merasa asing terhadapmu.
Caramu menyatakan cinta, sering kali membuat geleng kepala.
Minggu lalu kita bertengkar lagi via sms (lebih seringnya begitu).
Sejak pertama menikah, kutahu kau gengsi meminta maaf.
Kita diam-diaman, meski aku tetap melayanimu dengan acuh tak acuh.
Ah, Bunda Aisyah pun pernah melempar piring di hadapan Rasulullah.
Sikapku tak sampai begitulah....
Tahu-tahu di meja komputer, kutemukan sebuah hape baru. Darimu.
Bukan hape yang mahal, tapi cukup menggantikan hape androidku yang juga pemberianmu,
Aku tersenyum. Itulah caramu yang... hffff.....
Lalu, hari ini, setelah kemarin kita kembali berseteru melalui sms.
Kau pulang malam lagi, sudah tentu karena pekerjaan bejibun dan kereta api yang telat.
Kau membawa sebuah bingkisan besar. Aku senyum-senyum, sudah bisa menebak apa isinya.
Tapi kutunggu dirimu mengatakannya.
Dan setelah kita tak saling bicara dua hari, kau memanggilku:
"Ma, nih laptopnya udah kubeliin....."
Hiyaaaaaa..... bagaimana caraku berterimakasih, karena aku masih gengsi?
Menikah, ternyata bukan hal yang mudah. Apa kamu masih komit? Itu yang kautanyakan kepadaku, ketika kita berkonflik. Jika aku dan kau masih mau memegang komitmen pernikahan ini, maka hubungan ini akan terus berlanjut. Aku tak bisa membayangkan berpisah denganmu, meski sering kali merasa kesal kepadamu. Dan tadi pun aku berdoa agar kita hanya dipisahkan oleh kematian. Aku teringat Bunda Pipik, yang jatuh sakit sejak ditinggalkan Ustadz Jefri. Aku tak tahu apakah bisa kuat bila kau meninggalkanku lebih dulu. Kau, dengan caramu mencintaiku. Meski bibirmu itu gengsi mengatakan cinta, kutahu masih ada cinta di antara kita.
Di hari anniversary pernikahan kita, kuharap pernikahanku selalu berada di dalam lindungan Allah Swt, sampai memiliki cucu. Aku ingin menjadi tua bersamamu, Dikki Nur Ahmad Saleh.
Subhanaallah mba....terharuT.T
ReplyDeletesalam buat pak Dhiki, jadi IRI SAYAH MAH*maaf pake akun oslhopku dulu yah mba, pas lagi on ini soalnya.bsok aku kunjungin dg akun blog aku
jadi penasaran sama novelnya...
ReplyDeleteBarokallah mbak Ela... Aku jarang bisa marahan sm Abi lebih dari sehari. Sama mbak, apapun masalahnya, minumnya tetep *eh bukan*
Maksudku, siapapun biang keladinya, Ummilah yg wajib minta maaf...
Mungkin janji pernikahan kami yang tak terucap dulu gini kali ya,
"Saya bersedia, menikah denganmu, sehidup semati, meminta maaf sepanjang hayat, selama pertengkaran kita"
wkwkwkwkw
huaaa...nangis aku baca ini.meski terbersit disanasino kocak bahasanya, tapi ini dalemmm
ReplyDeleteahh mak, setiap orang punya caranya sendiri untuk mencinta.
ReplyDeleteternyata, suami Mbak kayak si Li: gengsi minta maaf dan minim bicara. saya sampai bingung gimana membuatnya mau banyak ngobrol >.<
ReplyDeleteLika liku rumah tangga memang nggak jauh beda, sama. Begitu2 juga :) dan, sepertinya lelaki dimana2 juga sama susah ngomong cinta, paliiing banter kata sayang hufff... #eh, malah curhat.
ReplyDeletesalam Mbak Leyla :)
barokallah semoga SAMARA ya:)
ReplyDeletecuit cuittt, semoga menambah rasa cinta yang ada dan makin semangat ikut lomba :D
ReplyDeleteTerharuuuuuuuu....T_T
ReplyDeletekalo berumah tangga emang mesti sabar dan pinter2 berkomunikasi...
ReplyDeleteRomantis versi suami mbak Leyla :)
ReplyDelete*uhhhuy*
uhuk..#hehehe...hampir barenangan anipersarinya yak?....barakallah ya..klo aku malah dapat gombalan mesra di pagi hari mak leyla...
ReplyDeletemenyatakan cinta berbeda cara ya mbak
ReplyDeleteuhuk.. romantis ituuu.. kreasinya yang beda :D
ReplyDelete