abstrak hati sumber gambar dari kidhanang.blogspot.com |
Hati juga memiliki dua sisi, baik dan buruk, hanya Allah SWT
yang tahu. Kita tak dapat menerka hati orang lain. Jalan yang terbaik adalah
berusaha memperbaiki hati sendiri. Tulisan ini diikutsertakan pada 8 Minggu Ngeblog
oleh Anging Mammiri, minggu keenam.
Terkadang, orang yang terlihat riya itu hanya bermaksud mensyukuri
nikmat Allah SWT, sedangkan orang yang terlihat rendah hati itu justru tidak
mensyukuri nikmat Allah SWT. –bunyi status fesbuk seorang kawan di fesbuk.
Iri, riya, begitu mudah merasuki
kita dengan cara yang sangat halus. Pernahkah kita terpikir, manakala kita
menampilkan keberhasilan kita, entah cerpen dimuat di majalah, buku terbit,
menang lomba, dan lain sebagainya, di situ ada penyakit hati yang masuk dengan
halus: Riya dan Sum’ah. Riya, sebuah tindakan memamerkan suatu kebaikan dengan
cara memperlihatkan, sedangkan sum’ah dengan cara memperdengarkan.
Di jejaring sosial maupun
twitter, riya begitu halus merasuki kita ketika kita menulis status mengenai
capaian keberhasilan yang kita peroleh, atau bahkan mengupload fotonya. Yang
namanya masuk dengan cara halus, tentu kita tidak sadar. Kita berargumen bahwa
tujuan tersebut untuk memotivasi orang lain. Mana tahu apa yang ada di hati
kita? Ketika malaikat berkata bahwa perbuatan itu untuk memotivasi orang lain,
tetapi di kuping kiri, setan tertawa: “orang lain jadi tau kalau gue tuh hebat.
Gue penulis terkenal, udah nerbitin buku, cerpen sering dimuat di majalah, gue
sering menang lomba, menang kuis, baru beli rumah, baru naik jabatan, jago
masak, anak pinter-pinter, bla, bla, bla….”
Efek dari riya, salah satunya
adalah iri. Ya, iri dan riya saling berkaitan. Ketika kita melihat orang lain
melakukan hal yang sama, memamerkan keberhasilannya, kita jadi iri. Hati-hati,
rasa iri bisa membakar dan memutus silaturahmi. Saking irinya kita terhadap
keberhasilan orang lain, kita jadi enggan bertegur sapa. Bahkan kalau perlu, remove saja dari pertemanan. Tak perlu
melihat beranda facebooknya, supaya hati ini tidak “panas.”
Tentu saja, dua penyakit hati
itu, apabila dipelihara terus menerus, akan memperburuk hati kita, dan memutus
tali persaudaraan. Kita terus memupuk kebencian dan kedengkian atas
keberhasilan orang lain. Lama-lama, mungkin akan hilang interaksi dengan orang
tersebut, karena boro-boro mau komen di statusnya, ngelike saja tidak. Itu
kalau di dunia maya ya. Di dunia nyata lebih parah lagi. Kalau ada tetangga
yang lebih “wah” dari kita, bukan saja rasa iri merajalela, sering kali kita
jadi menggosipkannya. “Eh, dia kok dia bisa kaya ya? Korupsi kali, ya….”
Namun, jangan langsung memvonis
seseorang itu riya, karena urusan hati hanya Allah SWT yang tahu. Seperti status
teman saya di atas. Terkadang orang yang terlihat riya itu hanya sedang
berusaha mensyukuri nikmat Allah. Misalnya saja, ketika dia mendapatkan
sesuatu, dia menuliskannya di status facebook atau mengupload fotonya. Lain hari,
ketika dia sedang kecewa karena gagal, dia akan melihat kembali foto-foto
keberhasilannya dan berkata dalam hati, “Oya, saya kan juga pernah berhasil.
Alhamdulillah.”
Atau, dia hanya ingin memotivasi
dirinya untuk bekerja lebih giat lagi. Seseorang yang rendah diri, perlu
meyakinakn dirinya bahwa dia punya sesuatu yang hebat. Maka, ketika dia
berhasil mencapai sesuatu, dia akan mengabarkannya kepada orang-orang. Semua itu
hanya untuk memotivasi dirinya sendiri.
Dan tanpa kita sadari,
keberhasilan orang lain bisa jadi memotivasi diri kita untuk mencapai sesuatu
yang menyamai atau bahkan melebihi orang itu. Kita, yang semula stagnan, diam,
langsung terangkat egonya manakala melihat keberhasilan orang lain. Sadarkah kita?
Sebaliknya, orang yang terlihat
rendah hati, bisa saja ternyata rendah diri, dan tidak mensyukuri nikmat Allah
SWT. Pernah tidak kita bertemu dengan orang yang ucapannya seperti ini: “Ah,
saya ini bukan siapa-siapa. Saya tidak
punya apa-apa. Tidak ada yang bisa dibanggakan dari diri saya. Saya tidak
hebat. Saya biasa-biasa saja.”
Apa yang terlintas di pikiran
kita ketika ada orang yang sering mengatakan dirinya biasa-biasa saja, tidak
hebat, tidak punya apa-apa, tidak bisa dibanggakan, dsb? Saya pernah bertemu
orang seperti itu di dunia nyata lho, dan rasanya sebaaaal sekali mendengarnya
bicara seperti itu terus. Semua yang ada di dalam dirinya, tak ada yang baik,
menurutnya. Dia juga mengatakan kalau dia itu jelek, hitam, tidak bakal ada
yang menyukainya. Apakah orang yang seperti itu berarti rendah hati?
Kedengarannya malah seperti orang yang putus asa, tidak optimis, dan yang lebih
fatal: tidak mensyukuri nikmat Allah SWT.
Dengan kata lain, hati memiliki
dua sisi yang saling bertolakbelakang. Apa yang kita sebut riya, barangkali
hanya ingin mensyukuri nikmat atau memotivasi diri sendiri. Apa yang kita sebut
rendah hati, barangkali justru sebuah sikap pesimis dan kufur nikmat. Jangan berusaha
menilai isi hati orang lain, sebab tidak ada yang bisa mengetahui dengan jelas.
Berusahalah memperbaiki hati kita sendiri. Bagi saya pribadi, sikap riya akan
muncul dari diri saya, ketika saya memberitahukan keberhasilan dengan tujuan “agar
orang lain tahu bahwa saya hebat.” Nah, ketika bisikan itu muncul, saya
berusaha menyimpan keberhasilan itu untuk diri saya sendiri.
Namun, ketika diniatkan untuk
memotivasi diri sendiri atau orang lain, saya akan membagi keberhasilan itu,
tak peduli orang mau bicara apa. Contohnya, avatar saya di twitter sengaja saya
pasang foto yang sedang memegang hadiah dari sebuah lomba blog. Suatu hari,
saya kalah lomba, kecewa, dan lalu memandang avatar itu ketika hendak berkicau
galau. Saya pun tersadar, “oh ya, saya pernah menang kok. Alhamdulillah….”
Tak ada jalan lain untuk mengubah
perasaan iri, selain ikut berbahagia atas kebahagiaan orang lain. Setiap orang
memliki garis rejekinya sendiri, lalu mengapa kita galau ketika ada orang yang
mendapatkan rejeki? Berempati tidak hanya pada saat seseorang mengalami
kesulitan, melainkan juga saat seseorang mendapatkan keberuntungan.
Saya kutipkan sedikit dari www.eramuslim.com:
Sebelum menceritakan kebaikan kita, rabalah dahulu kekuatan diri kita. Apabila hati kita telah bersih, memandang sama semua pujian dan kecaman, memandang sama semua orang, dan hanya berharap cerita kita dapat menginspirasi orang lain, serta memberikan kebaikan bagi orang lain, maka kita diperbolehkan menceritakan kebaikan. Namun, bila kita mengharapkan pujian atas keberhasilan/ kebaikan yang kita dapatkan, maka sembunyikanlah kebaikan itu.
Senantiasa mengucapkan istighfar, akan membersihkan hati dari noda-noda tersembunyi. Astaghfirullahal'adzim. Tulisan ini sekaligus pengingat buat saya.
Postingan ini disertakan dalam #8MingguNgeblog oleh Anging Mammiri.
Tulisan ini jg menjadi pengingat bwt sy..
ReplyDeleteMakasiiih, Mbak..
memang yagh mba iri dan riya memang beda2 tipis...aku setuju tuh bahwa kita mengupdate status keberhasilan dan kesusksesan seseorang sebenarnya bukan riya' kali yagh, malahan aku kalo baca keberhasilan teman2 suka termotivasi sendiri, yagh ambil positifnya ajalah...
ReplyDeletebenar2 harus menjaga hati
ReplyDeletehttp://chemistrahmah.com
mmhhh...patut jadi renungan..,
ReplyDeleteberbuat baik jalannya terjal, bahkan ada rambu2 yang mesti dipatuhi, yaitu rambu2 agama, namun di sisi lain.., ada juga
Tindakan yang menimbulkan hal2 negatif, bahkan orang2 bisa saja melihatnya itu kebaikan padahal adalah kebusukan.., Nauzubillah..,
Bumi ini bagaikan ranjau.., itulah mungkin ada kaum sufi berkata,
Bersyukur atas derita dan bersabar atas nikmat (materi).
Astaghfirullahal'adzim...saya juga sudah pastinya amat banyak dosa, Yaa Allah...
Haerul
http://pingplangplong.blogdetik.com/2013/05/16/antara-aminah-dan-farah/
Astaghfirullahal'adzim...
ReplyDeleteJazakillah khoir Mba, tulisan ini menjadi pengingat. Namanya hati mudah terbolak-balik, namanya iman turun naik.
Masing-masing orang bisa memberi penilaian yang beragam, namun hati kita hanya kita dan Allah yang tahu. semoga tak tergelincir pada rasa iri, riya, kufur nikmat atau hal-hal negatif lainnya. jikapun tergelincir semoga segera kembali dan memohon ampun pada Sang Pemilik Hati.
Semoga kita semua dihindarkan dari sifat riya, iri dan dengki. Aamiin.
ReplyDelete