Tulisan ini disertakan dalam 8Minggu Ngeblog Anging Mammiri Minggu Keenam.
Pernah tidak merasa salah membeli
buku? Saya pernah dan sering. Akibatnya, banyak buku yang mubajir. Sampai hari
ini belum juga selesai dibaca. Apalagi saya ini penggemar obralan. Beberapa
buku obral memang bagus, tapi lebih banyak yang tidak bagus. Maklum, kantong
emak rumah tangga, terbatas sekali. Jadilah saya membeli buku yang relatif
terjangkau. Harga satu buku di atas Rp 50 ribu, buat saya masih sangat mahal.
Di lapak obralan, saya bisa mendapatkan tiga buku dengan selembar uang 50 ribu.
Tapi… risikonya harus ditanggung
sendiri. Banyak buku yang mubajir karena setelah dibaca, tidak menarik hati.
Biasanya saya tertipu kalau
belinya via online. Apalagi kalau tidak diberikan synopsis buku dan penulisnya
tidak terkenal. Karena harganya 5 ribu per buku, langsung saya pesan. Begitu
sampai di rumah, ternyata bukunya tipis dan ceritanya tidak menarik. Pantas
saja murah. Eit, tapi kalau belinya langsung di toko, saya bisa memilih-milih,
membaca beberap ahalaman awal dari buku display, dan relatif tidak salah memilih.
Makanya sekarang kalau beli obralan, mending yang penulisnya sudah dikenal
saja, atau sudah pernah say abaca karyanya dan saya suka.
Eh, ternyata bukan buku obralan
saya yang “menipu.” Buku best seller juga kadang-kadang mengecewakan. Entah
mengapa bisa best seller, yang pasti isinya tidak memuaskan. Tidak sebombastis
promonya. Untunglah saya baca buku best seller modal minjam, jadi tidak
menyesal, hehe…. Apa sih yang menjadi patokan kita dalam memilih buku agar
tidak tertipu?
Don’t judge a book from it’s cover!
Yup, jangan menilai sebuah buku
hanya dari kovernya. Banyak buku yang kovernya menarik, tapi isinya
membosankan. Makin menyesal kalau harganya bikin nangis. Beberapa hal yang bisa
kita jadikan patokan sebelum membeli buku:
- Nama penulis. Penulis yang karyanya memang sudah terbukti bagus, insya Allah bisa jadi jaminan meskipun tidak semua bukunya itu bagus, tapi mengurangi sedikit risiko. Tidak ada salahnya juga membeli buku karya penulis pemula, asaaaal…. Ada pengecualiannya nih…..
- Sinopsis. Nah ini dia, patokan kedua. Terutama kalau mau membeli buku karya penulis pemula. Baca sinopsisnya baik-baik, apakah kira-kira ceritanya menarik. Yang menyebalkan, beberapa buku tidak mencantumkan sinopsis, justru mencatumkan endorsement, alias testimony dari orang-orang terkenal yang “konon” sudah membaca buku itu. Padahal, belum tentu lho orang-orang terkenal itu sudah membaca. Apalagi kalau mereka supersibuk, apa sempat membaca? Jadi jangan percaya 100% pada endorsement.
- Bab pertama dan terakhir. Biasanya kalau di toko buku ada buku-buku display yang boleh dibaca gratis, asalkan tidak dibawa pulang. Kalau kamu bisa baca gratis di toko buku, silakan saja. Tapi kalau memang mau membeli, baca saja bab pertama dan terakhir. Jika kamu sudah merasa tertarik dengan buku itu dari bab pertama, berarti kamu harus beli! Ini tantangan juga untuk para penulis agar bisa menulis dengan bagus sejak bab pertama.
- Resensi. Kalau sempat, cari dulu resensi buku tersebut di google. Baca pendapat orang-orang yang sudah membaca buku itu, apakah bagus atau jelek? Naasnya kalau buku itu tidak ada yang meresensi, ya berarti kita tidak bisa mendapatkan referensi tentang buku tersebut.
Buku juga memiliki dua sisi. Di
satu sisi, bermanfaat membuka jendela dunia (mencerdaskan), mengembangkan daya
imajinasi dan berbahasa, dan membangkitkan minat menulis. Di sisi lain, buku yang buruk akan menjadi boomerang.
Seseorang bisa dinilai dari buku yang dibacanya. Sebab, membaca buku tertentu,
bisa mempengaruhi jalan pikiran kita. Misalnya, jika kita sering membaca
buku-buku agama, insya Allah pikiran kita lebih dekat dengan Allah SWT. Atau,
sering membaca buku-buku inspirasi dan motivasi, pikiran kita pun akan
tersugesti positif. Sebaliknya, kalau baca buku-buku stensilan (porno), pikiran
kita tidak jauh-jauh dari situ. Eit,
buku porno? Memangnya ada? Jangan salah. Di antara lautan buku yang katanya
mencerdaskan, juga banyak terdapat buku-buku yang menggambarkan hubungan seks
dengan gamblang, bila kita tidak hati-hati. Ya, selanjutnya diserahkan kepada
pembaca. Kalau memang mau membaca, silakan. Tapi hati-hati dengan pikirannya
yaa….. Dan jangan ditaruh sembarangan, nanti dibaca adik-adik yang belum cukup
umur.
Begitulah. Don’t judge a book
from it’s cover.
Postingan ini disertakan dalam #8MingguNgeblog oleh Anging Mammiri
Makasih infonya Mak..
ReplyDeletesaya senang banget belinya tapi beberapa kali malah mubajir karena ga sempat bacanya...hehe
biasanya sebelum membli buku aku intip dulu mbak isinya :)
ReplyDeletemengaku pecinta buku, tapi koleksi saya dikit banget. muahhhal...heheh... buku yang ada hasil seleksi alam dan dompet... sayang rasanya membeli buku dengan mengencangkan ikat pinggang tapi hasilnya mengecewakan... tipsnya wajib diikuti!!! :)
ReplyDeletesaya setuju patokan nomor satu mak...itu juga pertimbangan saya klo beli buku karna pernah kecewa beli buku dengan penulis tidak terkenal...
ReplyDeletehuaaah.... aku juga sering banget merasa "salah beli buku" gara-gara terpengaruh sama kompor dari orang2... sekarang, ternyata ada juga orang2 yang memang diajak untuk jadi kompor buat calon pembeli seperti aku yang gampang naksir ama buku. xixixixi
ReplyDeleteahaha..baru aja kejadian nih saya, buku best seller yang maaf "ga layak" hihi..yah sudahlah jadi pelajaran sajaa..thx advicenya ya makkk:D emang bener tu mesti lb fokus kl nyari buku biar ga nyesel;p
ReplyDeleteSaya termasuk yang suka buku obralan, maklum dulu mahasiswa dana terbatas. Punya buku juga sudah banyak dan memang tak semua sempat dibaca atau tertarik untuk menyelesaikan membaca, hehehe.
ReplyDeleteKalau sekarang lebih sering beli buku online, sebab toko buku sangat minim di kampung halamanku. Dan sekarang harus benar-benar selektif memilih buku, soalnya udah diprotes sama suami, sering banget bei buku, buku menumpuk belum ada tempatnya dan belum tentu dibaca semua :-)
makasih tipsnya Mba...