Vida Rabiah dan Keluarga Sumber: www.penaperempuan.blogspot.com |
Tulisan ini diikutsertakan dalam 8 Minggu Ngeblog yang diadakan oleh Anging Mammiri Minggu ketiga
“Iya, Mbak, saya sedang hamil anak
kelima. Eh tapi, jangan bilang siapa-siapa dulu, ya…”
Pesan di sms itu membuatku
terkejut. Subhanallah! Di usia yang sama denganku, 31 tahun, dan jarak usia
keempat anaknya yang berdekatan, bahkan si kecil belum genap setahun. Mba Vida
sudah hamil lagi. Terbayang betapa repotnya mengurus empat anak kecil-kecil,
dan bakal tambah satu lagi. Aku saja yang baru tiga anak, sudah kelimpungan.
Bukan itu saja. Mba Vida juga membuka usaha kue rumahan dengan merk LEZATI,
yang sudah cukup banyak melayani pemesanan dan sudah membuka toko di rumahnya.
Beliau juga seorang penulis lepas. Masih ada lagi. Beliau mendirikan taman baca
BENIH CENDEKIA dan menjadi ketua KPPA BENIH (sekolah ibu mengasuh anak).
Memang, beliau tak sendiri untuk
menangani semuanya, karena memiliki seorang khadimat (pembantu rumah tangga), tetapi
dengan tugas begitu banyak, tetap saja beliau tidak ongkang-ongkang kaki. Di saat
hamil dan menyusui, beliau tetap mengantar jemput sekolah anak-anaknya yang
lebih besar. Kesukaannya membuat kue membuatnya tak bisa meninggalkan hobi itu,
yang bahkan sudah menjadi bisnis rumahan. Jiwa sosialnya tak bisa ditekan untuk
terus berbagi kepada orang-orang di sekitarnya. Anak-anak yang membutuhkan
banyak buku bacaan, dan sekolah ibu mengasuh anak untuk para ibu. Bagi Mba
Vida, mengasuh anak bukanlah pekerjaan mudah. Masih banyak ibu-ibu yang melakukan
kesalahan dalam mengasuh anak, diakibatkan oleh ketidaktahuan.
Mba Vida tinggal di desa di mana
tingkat pendidikan para ibu masih kurang. Dengan pendidikan sarjananya, Mba
Vida ingin membagi ilmunya kepada ibu-ibu di sekitarnya. Tentunya itu
membutuhkan waktu khusus, di mana Mba Vida bertatap muka dengan para ibu dan
saling berbagi mengenai ilmu mengasuh anak. Sebab, ibu adalah madrasah
(sekolah) pertama bagi anak. Dari ibu-lah, anak-anak mendapatkan ilmu-ilmu
kehidupan untuk pertama kalinya. Untuk itu dibutuhkan seorang ibu yang cerdas. Cerdas
bukan berarti ditentukan oleh gelar kesarjanaan, doctor, maupun professor. Ilmu pengetahuan bisa didapatkan di mana saja,
tak hanya di bangku sekolah.
Sosok Mba Vida membuatku berkaca,
betapa kesibukan mengasuh anak dan menekuni hobi tak lantas membuat kita hanya
terpaku pada diri sendiri. Kita bisa berbagi kepada orang-orang di sekitar
dalam bentuk apa saja, ilmu, materi, maupun sekadar perhatian. Kita membutuhkan
orang lain, bahkan setelah mati. Oleh karena itu, di tengah kesibukan apa pun,
usahakan untuk tetap berbagi dengan orang lain.
This comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDelete