Saturday, April 13, 2013

Srikandi Blogger 2013: Ajang Eksis Emak Rempong


Emak rempong ngeblog bersama anak-anak
“Mulai hari ini kuputuskan untuk berhenti menulis….”

“Maaf, saya tidak bisa aktif menulis lagi, sebentar lagi saya melahirkan….”

“Sebenarnya aku ingin sekali menulis, tapi bagaimana ya…. Kalau malam, aku sudah capek. Anak-anak tidur, aku ikut tidur.”

“Tiga bulan saya dirawat di rumah sakit karena depresi. Saya punya kecenderungan untuk melukai anak-anak.”

“Saya ingin  menjadi ibu yang full mengasuh anak-anak. Saya tidak akan berkarir, meskipun itu hanya menulis. Setidaknya sampai usia emas anak-anak berakhir.”


Suara-suara itu terus bergaung di gendang telingaku, mengusik alam bawah sadarku. Suara-suara yang tersampaikan melalui deretan kata-kata di status facebook para ibu muda. Sebagai ibu muda, tentu saja aku banyak berkawan dengan sesama ibu muda. Ada yang bekerja, ada yang memilih untuk di rumah saja bersama-sama anak-anak. Aku? Aku memilih opsi kedua: menjadi ibu rumah tangga. Dulu, ada ibu bekerja yang protes, mengapa sebutan “ibu rumah tangga” hanya dilabelkan pada ibu yang memilih di rumah saja? Apakah ibu bekerja bukan ibu rumah tangga? Ah, kurasa itu hanya sebuah sebutan yang sudah jamak. Dan inilah aku, seorang ibu rumah tangga yang masih gamang akan pilihan hidupnya.

Ternyata bukan aku saja yang galau. Status-status di atas sering memenuhi beranda facebookku. Bahkan ada ibu rumah tangga yang depresi. Apa susahnya sih jadi ibu rumah tangga? Kan enak tinggal terima uang dari suami, bisa fokus urus anak, bisa santai-santai di rumah. Sedangkan ibu berkarir, harus membagi tenaganya antara di rumah dan kantor. Tapi, mengapa begitu banyak kasus ibu rumah tangga yang depresi, bahkan sampai membunuh anak sendiri?

Eksistensi. Itu satu kata kuncinya. Siapakah orang yang tak ingin diketahui keberadaannya? Semua orang, bahkan si introvert, ingin diketahui keberadaannya. Ingin dihargai. Ingin membuktikan kemampuannya. Menjadi ibu rumah tangga berarti bekerja dengan penuh ikhlas, sebab tak ada gaji, tak ada pengakuan atas kemampuannya, tak ada kenaikan jabatan, tanpa ada seremonial apa pun. Menjadi ibu rumah tangga, berarti siap menerima tatapan sebelah mata, apalagi bila menyandang predikat sarjana. “Sudah sekolah tinggi-tinggi kok di rumah saja?”

Menjadi ibu rumah tangga, berarti harus berada di rumah terus bersama-sama anak. Apalagi kalau anak-anak masih kecil, melebur bersama teriakan dan tangisan mereka, kerepotan mengurus pup, membuat susu, menemani bermain, menemani tidur, dan sebagainya… dan sebagainya.

“Mana sempat aku nulis kalau sepanjang hari mengurus anak?”

Pertanyaan itu juga sempat membelitku, tak tanggung-tanggung, tiga tahun penuh. Aku terpenjara oleh anggapan TIDAK AKAN SEMPAT meneruskan hobiku, memaksimalkan “me time”-ku, dengan alasan sibuk dan capek mengurus anak. Hingga aku merasa tak bisa lagi membiarkan kerinduanku akan dunia tulis menulis, menguap begitu saja. Setiap malam aku bermimpi menuliskan kata-kata di komputer tuaku. Aku harus bisa! Aku harus bangkit!

Diselingi teriakan anak-anak yang asyik bermain, wara-wiri antara komputer dan membuat susu, mengetik sambil menyusui si tengah yang kala  itu baru berusia dua tahun, aku torehkan lagi isi pikiranku ke dalam mesin komputer yang berdengung-dengung. Aku pernah memiliki sebuah notebook cantik, warnanya merah jambu, warna kesukaanku. Sayang, hanya berhasil dipakai selama tiga bulan karena main board-nya mati. Notebook itu diperbaiki oleh teman suamiku, tapi kemudian dia pindah kerja dan tempat tinggal, dan hilang kontak sama sekali. Aku sudah mengikhlaskannya, meski hard disc-nya masih bagus dan berisi tulisan-tulisanku juga foto anak-anakku yang tidak ada copy-nya.

Aku bahagia…. Aku bahagia setelah kembali menggenggam hobiku. Menulis… menulis… menulis. Di sinilah kutemukan diriku yang sesungguhnya. Maka, aku sangat prihatin saat mendengar seorang ibu muda mengeluhkan kesibukannya mengurus anak dan rumah tangga, sehingga tak sempat menulis. Padahal, dia sangat ingin menulis. Dia tahu bahwa passion-nya adalah menulis, tetapi dia mengalah pada keadaan. Hingga setahun kemudian, dia kembali membuat status: “Aaaaah… semua temanku yang dulu sama-sama merintis jalan menjadi penulis dari nol, sekarang sudah sukses, sedangkan aku? Ke mana saja aku selama ini?”

Ups! Aku juga pernah terlintas niat itu…. Ya, niat untuk berhenti menulis ketika akan melahirkan anak ketigaku. Aku terpikir bahwa aku mungkin akan dikepung kesibukan mengurus bayi, sebagaimana yang kualami saat melahirkan anak pertama dan kedua. Kalau mereka sudah bisa berjalan, masih lumayanlah. Kalau masih bayi? Apalagi bayi ASI Eksklusif. Tiap setengah jam, aku harus menyusui yang lamanya bisa satu sampai dua jam. Belum lagi kalau aku ikut ketiduran.

Karena waktu tak bisa diputar kembali…..

Tidak! Aku tak boleh beralasan karena ada bayi, lalu kulepas mimpiku. Berapa sisa usiaku? Hanya Allah yang tahu. Apakah aku masih hidup setelah anak-anakku mandiri? Kalau aku menunggu mereka mandiri, baru meneruskan hobi menulisku, apakah pada saat itu aku masih punya umur? Yang perlu kulakukan adalah memutar otak bagaimana agar aku masih bisa menulis saat mengeloni bayi. Saat sedang menyusui, aku mencari informasi lomba menulis dan materi tulisan melalui layar ponselku. Beruntung aku dibekali smartphone. Enaknya, kalau mencari di twitter, informasi itu bisa kutandai dengan mengklik ikon favorite. Setelah semua informasi terkumpul, aku baca dan rekam, lalu kutulis di notes ponselku. Semua tulisan itu akan kukembangkan bila aku memiliki waktu untuk menulis, yaitu saat anak-anak tertidur.

Berapa banyak waktuku? Tidak. Tidak setiap hari aku bisa menulis. Sungguh. Apalagi setelah bayiku berusia tiga bulan, asisten rumah tanggaku mengundurkan diri. Ooow! Aku mulai mundur lagi. Pasrah. Sudahlah, sekarang ini tinggalkan saja semua deadline itu, sebab yang lebih penting adalah deadline pekerjaan rumah tangga dan mengurus anak! Maka, waktu menulisku di malam hari harus dibagi dengan menyetrika segunung pakaian. Alhamdulillah, kemudahan-kemudahan selalu mendatangi siapa saja yang mau berusaha. Meskipun tak semua deadline terpenuhi, hasilnya tetap memunculkan senyum.
 
Sesungguhnya, masalah utama dari ketidakmajuan itu adalah KEMALASAN.

Terbukti, saat kukuatkan tekad untuk menulis, menyalakan komputer tuaku yang lamban dan sering hang, kendala menulis itu teratasi. Memang, sering kali keasyikan menulisku harus berhenti karena anak-anak ikut bangun dan tidak tidur lagi, tetapi lebih banyak kata yang berhasil kutuliskan ketimbang diam saja.

Dan yang paling membahagiakan dari aktivitas menulisku adalah menulis di blog. Blog yang kubuat awal Januari 2013 itu semula hanya untuk mendokumentasikan tulisan-tulisanku, novel, cerpen, antologi fiksi dan nonfiksi yang sudah pernah diterbitkan, motivasi menulis, tips menulis, dan sebagainya. Entah mengapa aku bahagia, meski tak mendapat honor sedikit pun. Mungkin karena dampaknya lebih terasa. Atau karena sesuatu yang diberikan tanpa pamrih, akan terasa lebih melegakan hati? Aku sudah senang melihat data statistik pengunjung blog yang bertambah, meskipun mereka tak meninggalkan komentar. Ada juga yang mengirim komentar ke imelku. Mulanya aku bertanya, lho kok bisa ya mereka tahu imelku? Entahlah, aku tak mengerti. Intinya, mereka mengomentari tulisanku, baik itu novel yang kupublish, tips menulis, motivasi penulis, atau tulisan-tulisan lainnya.

Menulis di blog juga efektif menyembuhkan stresku. Siapa orang yang tidak pernah stres? Menjadi ibu rumah tangga juga rentan stres. Aku tak punya hasil penelitian soal ini, tetapi beberapa orang temanku yang sama-sama ibu rumah tangga, mengalami stres yang cukup berat dan bahkan ada yang depresi. Mengapa? Salah satu sebabnya adalah tidak punya teman curhat, cenderung tertutup, dan suka memendam perasaan. Kebanyakan memang kurang bergaul di lingkungan sekitar, atau malah terlalu banyak bergaul tapi mendapatkan intimidasi. Media blog, bisa menjadi salah satu tempat untuk sharing and caring.Dan aku merasakan betul efek dahsyatnya, saat sedang stres lalu menulis, stresnya pun hilang. Apalagi jika mendapatkan semangat dan dorongan dari emak-emak blogger lainnya. 

Lalu, aku bertemu dengan para Srikandi Blogger, yang rupanya banyak memiliki kesamaan: emak rempong, tapi masih bisa ngeblog. Aku terpacu semangat mereka, sehingga aku mulai menjajaki berbagai lomba blog. Alhamdulillah, setelah memenangkan beberapa perlombaan, kurasakan manfaat lain dari ngeblog. Ternyata menulis di blog pun bisa mendatangkan rupiah, sesuatu yang sering menjadi penting bagi seorang wanita, apalagi setelah menjadi ibu-ibu. Tak perlulah kita menakar kadar keikhlasan seseorang, lalu sembarangan mengecap “tak ikhlas” bila melakukan sesuatu berimbal rupiah. Sebab, ukuran ikhlas dan tak ikhlas, hanya Allah penentunya. Sebuah apresiasi, apa pun bentuknya, ternyata penting untuk peningkatan kualitas seseorang. Dari lomba blog itulah, kurasakan peningkatan kemampuan menulis. Kupelajari tulisan-tulisan para pemenang, dan hasilnya aku pun bisa ikut menang.

Saat aku bergabung di grup Kumpulan Emak-Emak Blogger, apresiasi itu semakin nyata kurasakan. Setiap aku membagi link postinganku yang terbaru, ada saja emak-emak blogger yang mampir dan memberikan komentar. Apresiasi sederhana tapi mampu membangkitkan semangat menulis. Apresiasi yang semakin menunjukkan bahwa aku ADA. Ya, ADA. Eksis. Ada-ku bukan hanya untuk suami dan anak-anak, tetapi juga untuk para pembaca postinganku. Kita hidup bukan untuk diri sendiri. Kita hidup untuk semesta alam.  

Kadang kala aku sedih, aku jarang pergi ke mana-mana, jadi amat sedikit pengalaman yang bisa kubagi. Iri melihat Trinity Traveller yang bisa melanglang buana ke berbagai negara. Pengalamannya banyak sekali ya? Pengalamanku? Sederhana saja, selayaknya ibu-ibu biasa. Setiap hari jalan-jalan ke warung dan sekolah anakku. Kalau hari libur, jalan-jalan ke Depok atau Cibinong. Tempat wisata yang pernah dikunjungi, paling banyak di Garut, kampung suamiku. Masalahku juga itu-itu saja. Tapi, aku tak patah semangat membagi apa saja yang kualami, sesederhana apa pun, di blog. Dan aku surprised, saat hal-hal sederhana yang kubagi itu dapat menjadi motivasi, minimal menghibur, para pembaca blogku. Dan kini, kemenangan-kemenanganku di lomba blog dapat menginspirasi orang lain untuk mengikuti jejakku. Sesederhana itu.

Ketika Kumpulan Emak-Emak Blogger membuka pendaftaran #SrikandiBlogger2013, aku tak yakin untuk ikut. Membaca kriteria peserta, aku berpikir, apa aku pantas? Memangnya apa yang bisa kubagi seandainya terpilih sebagai Srikandi Blogger? Aiiih… mimpi sekali, yaaa….. Apalagi saat membaca tahapan audisi yang mirip-mirip dengan pemilihan Miss World. Bakalan ada tahapan wawancara, OMG! Apa aku bisa ya? Jujur saja, aku ini bisanya menulis, tapi kalau public speaking, beuuuuh…. Memang, beberapa kali aku mengisi acara menulis, berbicara di depan umum, tapi itu setelah mati-matian mengusir grogi dan panas dingin. Sampai sekarang pun setiap kali disuruh maju ke depan, rasa grogi merajai.

Namun, aku teringat salah seorang penulis yang menjadi salah satu inspiratorku. Aku tak perlu sebut nama, ya. Intinya dia berkata bahwa, bagaimanapun aku harus belajar berbicara di depan umum. Seorang penulis tidak bisa lagi bersembunyi di balik kata-kata. Dia juga harus bisa bicara. Sebab, sekarang ini, pembaca ingin bertemu langsung dengan penulis favoritnya dan mereguk ilmu menulis sebanyak-banyaknya. Maka, aku bertekad menjadikan ajang #SrikandiBlogger2013 ini sebagai salah satu tempat pembuktian diri. Sepertinya akan excited banget kalau nanti aku maju menerima penghargaan dengan status ibu rumah tangga tanpa asisten. Hehehe… itu sih masih mimpi.

Yang lebih besar dari itu, aku ingin semua rekanku sesama ibu muda rempong, yang masih bersembunyi di balik kerempongannya, dapat melihat bahwa rempong bukan masalah untuk menulis atau melakukan aktivitas lain, dengan  tanpa meninggalkan rumah. Sebulan yang lalu, seorang temanku di dunia nyata (yang tak mengetahui aktivitasku di dunia digital, bahkan dia tidak terhubung dengan dunia digital), bertanya kepadaku:

“Sekarang masih nulis?”

Sebelum aku sempat menjawab, dia sudah menjawab sendiri pertanyaannya,

“Mana sempat ya… badan sudah capek ngurus anak-anak,” katanya sambil melirik bayiku yang berumur 5 bulan.

Aku tersenyum. Tak ada satu kata pun yang keluar dari bibirku. Aku tak ingin memberitahukannya bahwa aku sudah meraih banyak hadiah dari lomba blog. Semua materi untuk lomba blog itu kutulis saat mengasuh dua anak balita, hamil anak ketiga, lalu mengasuh SENDIRI bayi berusia 0-6 bulan. Dan banyak juga Srikandi Blogger lain yang senada denganku, jadi ceritaku ini biasa-biasa saja bagi para Srikandi Blogger.

Dan ternyata, sungguh tak disangka aku masuk ke dalam 50 besar calon Srikandi Blogger 2013 yang diadakan oleh Kumpulan Emak-Emak Blogger. Aku masih harus menjalankan tahapan selanjutnya untuk masuk ke dalam 10 besar Srikandi Blogger 2013. Melihat kiprah nominator lainnya, rasanya pesimis, tapi aku harus maju terus, pantang mundur lagi.

Aku yakin ajang Srikandi Blogger dapat membuka mata dunia bahwa menjadi perempuan, ibu, emak, mama, atau apalah namanya, tak akan menyurutkan langkah para Srikandi untuk ngeblog, berbagi inspirasi, berguna, dan bermanfaat bagi khalayak, meski hanya melalui jalinan kata-kata di blog. Ajang Srikandi Blogger yang pertama kali diadakan di tahun 2013 ini menjadi apresiasi positif untuk para Srikandi Blogger yang telah membagi ceritanya untuk dunia. 

Tentunya, jika aku terpilih menjadi Srikandi Blogger 2013 (sampai merinding membayangkannya), aku akan semakin serius menekuni dunia blogger ini, terus menulis membagi inspirasi di blogku tercinta, dan insya Allah berkomitmen mengikuti kegiatan-kegiatan emak-emak blogger, selama masih terjangkau oleh kantong dan kakiku, dengan tanpa mengabaikan tugas-tugas rumah tangga dan mengasuh anak. Aamiin.. aamiin... aamiin.... 


------------------- 
Note: rempong itu artinya repot, lho
Posting cepet-cepet, takut lupa dan lewat DL. Waktu begitu berharga untuk emak rempong XD

33 comments:

  1. selamat ya udah masuk 50 besar, sukses mak .. :)

    ReplyDelete
  2. Betul mak harus pintar-pintar membagi waktu supaya bisa mengikuti kegiatan KEB.

    ReplyDelete
    Replies
    1. This comment has been removed by a blog administrator.

      Delete
  3. Wah, mbak..saya jadi terharu negbacanya lo...Sempat2nya meluangkan waktu demi hobi menulisnya, diantara kesibukan lain yang harus dilakukan, yaitu mengurus anak dan rumah tangga. Kayaknya saya mesti belajar banyak dari mbak nih ya, hehehe.. Semangat ya mbak..semaga terpilih menjadi Srikandi Blogger. Yaaayyy!!!

    ReplyDelete
  4. beruntung jd emak2 yg punya hobi menulis....dg dukungan kuatnya keinginan maka g ada alasan buat jd emak2/IRT kuper.....karna dg menulis...wawasan jd terpacu dg sendirinya..smakin meluas......,ah emak2,biar cm dirumah,rempong pula tapi tetep eksis....maju terus emak2 blogger

    ReplyDelete
  5. Beruntung Mbak Ela hobbynya menulis, jadi bisa dilakukan dimana saja kapan saja. Walau lg digelendotin, dijedotin, digelayutin sm anak2 hehe.. Laaah Saya hobby-nya naik gunung kalau dah mupeng mau daki gunung bisanya ngelamun doang, mana mungkin jg anak yg msh balita ditinggal. Beeuh apa kata mertua :D?

    ReplyDelete
  6. Semangat Mak, sama teryata, emak rempong..hehehe, semoga menang Mak

    ReplyDelete
  7. Mak Leyla mah hebat deh...sering menang di mana mana juga..padahal rempong urus anak...sukses ya..semoga menjadi salah satu srikandi blogger 2013 !

    ReplyDelete
  8. Jd ibu rumah tangga itu lumayan berat jg ya sampe ada yg depresi gitu (~_~メ) dulunya saya pengen jd wanita karir tp dr satu tahun terakhir ini cenderung pengen jd ibu rumah tangga aja tapi ngeblognya tetep lanjut ヽ(^。^)ノ

    ReplyDelete
  9. Begitu menginspirasi, mak... Sukses trus ya, mak... :)

    ReplyDelete
  10. Salut mbak Leyla bisa eksis menulis. Bahkan eksis ikut lomba dengan 3 jagoan yang masih kecil2.

    Saya mengakui, saya pun ternyata butuh eksistensi. Melelahkan terlalu sering direndahkan orang2 karena sarjana tapi hanya ibu rumahtangga. Beberapa orang bertemu ibu saya, dan mengatakan, "Niar rajin menulis ya". Ibu mengatakan balik kepada saya. Saya diam, senyum2 saja, tidak menjawab. Sepertinya sudah ada yang mengakui eksistensi saya. Sejauh ini cukup mengobati aneka beban yang membuat stres ...

    Gutlak ya mbak ... semoga sukses menuju 10 besar.

    ReplyDelete
  11. Menulis adalah segalanya ya kan? Menulis adalah obat bagi mereka yang ingin berbagi

    ReplyDelete
  12. Saya juga rempong banget dirumah, tiap malem baru bisa nulis dan pagi kudu bangun lebih pagi ehehehe

    yang penting tetep pede dan smangat ya mak ^^
    suksess!!

    ReplyDelete
  13. Salut sama dirimu mak...layak jadi srikandi blogger! ^_^

    ReplyDelete
  14. Keren, menginspirasi deh. Good luck ya mbak :)

    ReplyDelete
  15. Mak Leyla Hana, membaca postingan diatas serasa sedang membaca buku karya-mu -- enjoy membacanya. Salut. Siap mendukung anakku Leyla Hana untuk meraih gelar SB2013.

    ReplyDelete
  16. Hebat mak Hana, lanjutkan. kudukung dirimu jadi srikandi blogger 2013, :)

    ReplyDelete
  17. pertama, mau ucapkan rasa bangga dulu nih, bisa kenal Mak Hana, sang penulis beken. :)
    Kedua, sepakat denganmu, Mak, bahwa sudah saatnya menyingkirkan segala alasan TIDAK itu, karena dia hanyalah penghambat gerak langkah kita dalam meraih kemajuan. So, yuk semangat yuuk, jadi srikandi atau tidak, semangat menulis ini harus terus di pupuk dan dikembangkan, bukan begitu Mak?

    Sukses ya, Mak. Go go Srikandi. :)

    ReplyDelete
  18. Go bunda Leyla Go! Buktikan kalo emak rempong bisa jadi srikandi, bun :D semangat!! ^^

    ReplyDelete
  19. semangat mbak...
    salut..

    sukses yaa

    ReplyDelete
  20. hebat banget sih mba leyla, di sela kesibukan gitu masih bisa nulis dan sangat aktif, aku aja yg belum punya anak masih ngos2an ngatur waktunya.

    Sangat mendukungmu menjadi Srikandi blogger 2013 mbaaa

    ReplyDelete
  21. kalo menulis udah jd passion, kayaknya apapun hambatan akan selalu dicari jalan keluarnya ya, Mak :)

    ReplyDelete
  22. #tulis cepet-cepet takut lupa dan lewar DL.
    nulis cepet tapi tetep bisa sekomplit ini ya mak.. jempol deh pokoknya

    ReplyDelete
  23. Ahhh..postinganmu, dakuw bgt ma ella, kalo tidak memaksa diri rasanya takkan sanggup nulis. Semangat membara yg bikin smua mungkin ihiks...semoga semangat kt selalu berkobar, peluuuk..smga loloos 10 besar ya ela...

    ReplyDelete
  24. Salut sama Mak Leyla. Sangat produktif walaupun sikonnya superduper rempong. *menjura*

    ReplyDelete
  25. Habis rempong terbitlah karya-karya. Nanti anak2 udah besar tambah banyak lagi buku karya mak leyla

    ReplyDelete
  26. Dulu, saya kerap membaca tulisan2nya di Anndia, Mak. Dan sekarang kita bisa saling kenal melalui blog :)

    Sukses, Mbak. Semoga masuk 10 besar. Aamiin....

    ReplyDelete
  27. Mak satu ini keren banget, smoga lolos 10 besar ya mak, aku dukung #sama2 emak rempong#

    ReplyDelete
  28. Isi tulisannya aku banget, Maak... :)

    ReplyDelete
  29. rempong bukan alasan berhenti berkarya ya mak...

    ReplyDelete

Terima kasih atas komentarnya.
Mohon gunakan kata-kata yang sopan dan santun yaaa.....