“Maaf, saya tidak bisa aktif menulis lagi, sebentar lagi saya
melahirkan….”
“Sebenarnya aku ingin sekali menulis, tapi bagaimana ya…. Kalau malam, aku
sudah capek. Anak-anak tidur, aku ikut tidur.”
“Tiga bulan saya dirawat di rumah sakit karena depresi. Saya punya
kecenderungan untuk melukai anak-anak.”
“Saya ingin menjadi ibu yang
full mengasuh anak-anak. Saya tidak akan berkarir, meskipun itu hanya menulis.
Setidaknya sampai usia emas anak-anak berakhir.”
Suara-suara itu terus bergaung di
gendang telingaku, mengusik alam bawah sadarku. Suara-suara yang tersampaikan
melalui deretan kata-kata di status facebook para ibu muda. Sebagai ibu muda,
tentu saja aku banyak berkawan dengan sesama ibu muda. Ada yang bekerja, ada
yang memilih untuk di rumah saja bersama-sama anak-anak. Aku? Aku memilih opsi
kedua: menjadi ibu rumah tangga. Dulu, ada ibu bekerja yang protes, mengapa
sebutan “ibu rumah tangga” hanya dilabelkan pada ibu yang memilih di rumah
saja? Apakah ibu bekerja bukan ibu rumah tangga? Ah, kurasa itu hanya sebuah
sebutan yang sudah jamak. Dan inilah aku, seorang ibu rumah tangga yang masih
gamang akan pilihan hidupnya.
Ternyata bukan aku saja yang
galau. Status-status di atas sering memenuhi beranda facebookku. Bahkan ada ibu
rumah tangga yang depresi. Apa susahnya sih jadi ibu rumah tangga? Kan enak
tinggal terima uang dari suami, bisa fokus urus anak, bisa santai-santai di
rumah. Sedangkan ibu berkarir, harus membagi tenaganya antara di rumah dan
kantor. Tapi, mengapa begitu banyak kasus ibu rumah tangga yang depresi, bahkan
sampai membunuh anak sendiri?
Eksistensi. Itu satu kata
kuncinya. Siapakah orang yang tak ingin diketahui keberadaannya? Semua orang, bahkan
si introvert, ingin diketahui keberadaannya. Ingin dihargai. Ingin membuktikan
kemampuannya. Menjadi ibu rumah tangga berarti bekerja dengan penuh ikhlas,
sebab tak ada gaji, tak ada pengakuan atas kemampuannya, tak ada kenaikan
jabatan, tanpa ada seremonial apa pun. Menjadi ibu rumah tangga, berarti siap
menerima tatapan sebelah mata, apalagi bila menyandang predikat sarjana. “Sudah
sekolah tinggi-tinggi kok di rumah saja?”
Menjadi ibu rumah tangga, berarti
harus berada di rumah terus bersama-sama anak. Apalagi kalau anak-anak masih
kecil, melebur bersama teriakan dan tangisan mereka, kerepotan mengurus pup,
membuat susu, menemani bermain, menemani tidur, dan sebagainya… dan sebagainya.
“Mana sempat aku nulis kalau sepanjang hari mengurus anak?”
Pertanyaan itu juga sempat membelitku,
tak tanggung-tanggung, tiga tahun penuh. Aku terpenjara oleh anggapan TIDAK
AKAN SEMPAT meneruskan hobiku, memaksimalkan “me time”-ku, dengan alasan sibuk dan capek mengurus anak. Hingga
aku merasa tak bisa lagi membiarkan kerinduanku akan dunia tulis menulis,
menguap begitu saja. Setiap malam aku bermimpi menuliskan kata-kata di komputer
tuaku. Aku harus bisa! Aku harus bangkit!
Diselingi teriakan anak-anak yang
asyik bermain, wara-wiri antara komputer dan membuat susu, mengetik sambil
menyusui si tengah yang kala itu baru
berusia dua tahun, aku torehkan lagi isi pikiranku ke dalam mesin komputer yang
berdengung-dengung. Aku pernah memiliki sebuah notebook cantik, warnanya merah
jambu, warna kesukaanku. Sayang, hanya berhasil dipakai selama tiga bulan
karena main board-nya mati. Notebook
itu diperbaiki oleh teman suamiku, tapi kemudian dia pindah kerja dan tempat
tinggal, dan hilang kontak sama sekali. Aku sudah mengikhlaskannya, meski hard disc-nya masih bagus dan berisi
tulisan-tulisanku juga foto anak-anakku yang tidak ada copy-nya.
Aku bahagia…. Aku bahagia setelah
kembali menggenggam hobiku. Menulis… menulis… menulis. Di sinilah kutemukan
diriku yang sesungguhnya. Maka, aku sangat prihatin saat mendengar seorang ibu
muda mengeluhkan kesibukannya mengurus anak dan rumah tangga, sehingga tak
sempat menulis. Padahal, dia sangat ingin menulis. Dia tahu bahwa passion-nya adalah menulis, tetapi dia
mengalah pada keadaan. Hingga setahun kemudian, dia kembali membuat status: “Aaaaah… semua temanku yang dulu sama-sama
merintis jalan menjadi penulis dari nol, sekarang sudah sukses, sedangkan aku? Ke
mana saja aku selama ini?”
Ups! Aku juga pernah terlintas
niat itu…. Ya, niat untuk berhenti menulis ketika akan melahirkan anak
ketigaku. Aku terpikir bahwa aku mungkin akan dikepung kesibukan mengurus bayi,
sebagaimana yang kualami saat melahirkan anak pertama dan kedua. Kalau mereka
sudah bisa berjalan, masih lumayanlah. Kalau masih bayi? Apalagi bayi ASI
Eksklusif. Tiap setengah jam, aku harus menyusui yang lamanya bisa satu sampai
dua jam. Belum lagi kalau aku ikut ketiduran.
Karena waktu tak bisa diputar kembali…..
Tidak! Aku tak boleh beralasan
karena ada bayi, lalu kulepas mimpiku. Berapa sisa usiaku? Hanya Allah yang
tahu. Apakah aku masih hidup setelah anak-anakku mandiri? Kalau aku menunggu
mereka mandiri, baru meneruskan hobi menulisku, apakah pada saat itu aku masih
punya umur? Yang perlu kulakukan adalah memutar otak bagaimana agar aku masih
bisa menulis saat mengeloni bayi. Saat sedang menyusui, aku mencari informasi
lomba menulis dan materi tulisan melalui layar ponselku. Beruntung aku dibekali
smartphone. Enaknya, kalau mencari di
twitter, informasi itu bisa kutandai dengan mengklik ikon favorite. Setelah
semua informasi terkumpul, aku baca dan rekam, lalu kutulis di notes ponselku. Semua
tulisan itu akan kukembangkan bila aku memiliki waktu untuk menulis, yaitu saat
anak-anak tertidur.
Berapa banyak waktuku? Tidak. Tidak
setiap hari aku bisa menulis. Sungguh. Apalagi setelah bayiku berusia tiga
bulan, asisten rumah tanggaku mengundurkan diri. Ooow! Aku mulai mundur lagi.
Pasrah. Sudahlah, sekarang ini tinggalkan saja semua deadline itu, sebab yang lebih penting adalah deadline pekerjaan rumah tangga dan mengurus anak! Maka, waktu
menulisku di malam hari harus dibagi dengan menyetrika segunung pakaian. Alhamdulillah,
kemudahan-kemudahan selalu mendatangi siapa saja yang mau berusaha. Meskipun
tak semua deadline terpenuhi,
hasilnya tetap memunculkan senyum.
Sesungguhnya, masalah utama dari ketidakmajuan itu adalah KEMALASAN.
Terbukti, saat kukuatkan tekad
untuk menulis, menyalakan komputer tuaku yang lamban dan sering hang, kendala
menulis itu teratasi. Memang, sering kali keasyikan menulisku harus berhenti
karena anak-anak ikut bangun dan tidak tidur lagi, tetapi lebih banyak kata
yang berhasil kutuliskan ketimbang diam saja.
Dan yang paling membahagiakan
dari aktivitas menulisku adalah menulis di blog. Blog yang kubuat awal Januari
2013 itu semula hanya untuk mendokumentasikan tulisan-tulisanku, novel, cerpen,
antologi fiksi dan nonfiksi yang sudah pernah diterbitkan, motivasi menulis,
tips menulis, dan sebagainya. Entah mengapa aku bahagia, meski tak mendapat
honor sedikit pun. Mungkin karena dampaknya lebih terasa. Atau karena sesuatu
yang diberikan tanpa pamrih, akan terasa lebih melegakan hati? Aku sudah senang
melihat data statistik pengunjung blog yang bertambah, meskipun mereka tak
meninggalkan komentar. Ada juga yang mengirim komentar ke imelku. Mulanya aku
bertanya, lho kok bisa ya mereka tahu imelku? Entahlah, aku tak mengerti.
Intinya, mereka mengomentari tulisanku, baik itu novel yang kupublish, tips
menulis, motivasi penulis, atau tulisan-tulisan lainnya.
Menulis di blog juga efektif menyembuhkan stresku. Siapa orang yang tidak pernah stres? Menjadi ibu rumah tangga juga rentan stres. Aku tak punya hasil penelitian soal ini, tetapi beberapa orang temanku yang sama-sama ibu rumah tangga, mengalami stres yang cukup berat dan bahkan ada yang depresi. Mengapa? Salah satu sebabnya adalah tidak punya teman curhat, cenderung tertutup, dan suka memendam perasaan. Kebanyakan memang kurang bergaul di lingkungan sekitar, atau malah terlalu banyak bergaul tapi mendapatkan intimidasi. Media blog, bisa menjadi salah satu tempat untuk sharing and caring.Dan aku merasakan betul efek dahsyatnya, saat sedang stres lalu menulis, stresnya pun hilang. Apalagi jika mendapatkan semangat dan dorongan dari emak-emak blogger lainnya.
Menulis di blog juga efektif menyembuhkan stresku. Siapa orang yang tidak pernah stres? Menjadi ibu rumah tangga juga rentan stres. Aku tak punya hasil penelitian soal ini, tetapi beberapa orang temanku yang sama-sama ibu rumah tangga, mengalami stres yang cukup berat dan bahkan ada yang depresi. Mengapa? Salah satu sebabnya adalah tidak punya teman curhat, cenderung tertutup, dan suka memendam perasaan. Kebanyakan memang kurang bergaul di lingkungan sekitar, atau malah terlalu banyak bergaul tapi mendapatkan intimidasi. Media blog, bisa menjadi salah satu tempat untuk sharing and caring.Dan aku merasakan betul efek dahsyatnya, saat sedang stres lalu menulis, stresnya pun hilang. Apalagi jika mendapatkan semangat dan dorongan dari emak-emak blogger lainnya.
Lalu, aku bertemu dengan para
Srikandi Blogger, yang rupanya banyak memiliki kesamaan: emak rempong, tapi
masih bisa ngeblog. Aku terpacu semangat mereka, sehingga aku mulai menjajaki
berbagai lomba blog. Alhamdulillah, setelah memenangkan beberapa perlombaan,
kurasakan manfaat lain dari ngeblog. Ternyata menulis di blog pun bisa
mendatangkan rupiah, sesuatu yang sering menjadi penting bagi seorang wanita,
apalagi setelah menjadi ibu-ibu. Tak perlulah kita menakar kadar keikhlasan
seseorang, lalu sembarangan mengecap “tak ikhlas” bila melakukan sesuatu
berimbal rupiah. Sebab, ukuran ikhlas dan tak ikhlas, hanya Allah penentunya. Sebuah
apresiasi, apa pun bentuknya, ternyata penting untuk peningkatan kualitas
seseorang. Dari lomba blog itulah, kurasakan peningkatan kemampuan menulis.
Kupelajari tulisan-tulisan para pemenang, dan hasilnya aku pun bisa ikut
menang.
Saat aku bergabung di grup
Kumpulan Emak-Emak Blogger, apresiasi itu semakin nyata kurasakan. Setiap aku
membagi link postinganku yang terbaru, ada saja emak-emak blogger yang mampir
dan memberikan komentar. Apresiasi sederhana tapi mampu membangkitkan semangat
menulis. Apresiasi yang semakin menunjukkan bahwa aku ADA. Ya, ADA. Eksis. Ada-ku
bukan hanya untuk suami dan anak-anak, tetapi juga untuk para pembaca
postinganku. Kita hidup bukan untuk diri
sendiri. Kita hidup untuk semesta alam.
Kadang kala aku sedih, aku jarang
pergi ke mana-mana, jadi amat sedikit pengalaman yang bisa kubagi. Iri melihat
Trinity Traveller yang bisa melanglang buana ke berbagai negara. Pengalamannya
banyak sekali ya? Pengalamanku? Sederhana saja, selayaknya ibu-ibu biasa.
Setiap hari jalan-jalan ke warung dan sekolah anakku. Kalau hari libur,
jalan-jalan ke Depok atau Cibinong. Tempat wisata yang pernah dikunjungi,
paling banyak di Garut, kampung suamiku. Masalahku juga itu-itu saja. Tapi, aku
tak patah semangat membagi apa saja yang kualami, sesederhana apa pun, di blog.
Dan aku surprised, saat hal-hal
sederhana yang kubagi itu dapat menjadi motivasi, minimal menghibur, para
pembaca blogku. Dan kini, kemenangan-kemenanganku di lomba blog dapat
menginspirasi orang lain untuk mengikuti jejakku. Sesederhana itu.
Ketika Kumpulan Emak-Emak Blogger
membuka pendaftaran #SrikandiBlogger2013, aku tak yakin untuk ikut. Membaca
kriteria peserta, aku berpikir, apa aku pantas? Memangnya apa yang bisa kubagi
seandainya terpilih sebagai Srikandi Blogger? Aiiih… mimpi sekali, yaaa…..
Apalagi saat membaca tahapan audisi yang mirip-mirip dengan pemilihan Miss
World. Bakalan ada tahapan wawancara, OMG! Apa aku bisa ya? Jujur saja, aku ini
bisanya menulis, tapi kalau public
speaking, beuuuuh…. Memang, beberapa kali aku mengisi acara menulis,
berbicara di depan umum, tapi itu setelah mati-matian mengusir grogi dan panas
dingin. Sampai sekarang pun setiap kali disuruh maju ke depan, rasa grogi
merajai.
Namun, aku teringat salah seorang
penulis yang menjadi salah satu inspiratorku. Aku tak perlu sebut nama, ya. Intinya
dia berkata bahwa, bagaimanapun aku harus belajar berbicara di depan umum. Seorang
penulis tidak bisa lagi bersembunyi di balik kata-kata. Dia juga harus bisa
bicara. Sebab, sekarang ini, pembaca ingin bertemu langsung dengan penulis
favoritnya dan mereguk ilmu menulis sebanyak-banyaknya. Maka, aku bertekad
menjadikan ajang #SrikandiBlogger2013 ini sebagai salah satu tempat pembuktian
diri. Sepertinya akan excited banget
kalau nanti aku maju menerima penghargaan dengan status ibu rumah tangga tanpa
asisten. Hehehe… itu sih masih mimpi.
Yang lebih besar dari itu, aku
ingin semua rekanku sesama ibu muda rempong, yang masih bersembunyi di balik
kerempongannya, dapat melihat bahwa rempong bukan masalah untuk menulis atau
melakukan aktivitas lain, dengan tanpa
meninggalkan rumah. Sebulan yang lalu, seorang temanku di dunia nyata (yang tak
mengetahui aktivitasku di dunia digital, bahkan dia tidak terhubung dengan
dunia digital), bertanya kepadaku:
“Sekarang masih nulis?”
Sebelum aku sempat menjawab, dia
sudah menjawab sendiri pertanyaannya,
“Mana sempat ya… badan sudah
capek ngurus anak-anak,” katanya sambil melirik bayiku yang berumur 5 bulan.
Aku tersenyum. Tak ada satu kata
pun yang keluar dari bibirku. Aku tak ingin memberitahukannya bahwa aku sudah
meraih banyak hadiah dari lomba blog. Semua materi untuk lomba blog itu kutulis
saat mengasuh dua anak balita, hamil anak ketiga, lalu mengasuh SENDIRI bayi
berusia 0-6 bulan. Dan banyak juga Srikandi Blogger lain yang senada denganku,
jadi ceritaku ini biasa-biasa saja bagi para Srikandi Blogger.
Dan ternyata, sungguh tak disangka aku masuk ke dalam 50 besar calon Srikandi Blogger 2013 yang diadakan oleh Kumpulan Emak-Emak Blogger. Aku masih harus menjalankan tahapan selanjutnya untuk masuk ke dalam 10 besar Srikandi Blogger 2013. Melihat kiprah nominator lainnya, rasanya pesimis, tapi aku harus maju terus, pantang mundur lagi.
Aku yakin ajang Srikandi Blogger
dapat membuka mata dunia bahwa menjadi perempuan, ibu, emak, mama, atau apalah
namanya, tak akan menyurutkan langkah para Srikandi untuk ngeblog, berbagi
inspirasi, berguna, dan bermanfaat bagi khalayak, meski hanya melalui jalinan
kata-kata di blog. Ajang Srikandi Blogger yang pertama kali diadakan di tahun
2013 ini menjadi apresiasi positif untuk para Srikandi Blogger yang telah
membagi ceritanya untuk dunia.
Tentunya, jika aku terpilih menjadi Srikandi Blogger 2013 (sampai merinding membayangkannya), aku akan semakin serius menekuni dunia blogger ini, terus menulis membagi inspirasi di blogku tercinta, dan insya Allah berkomitmen mengikuti kegiatan-kegiatan emak-emak blogger, selama masih terjangkau oleh kantong dan kakiku, dengan tanpa mengabaikan tugas-tugas rumah tangga dan mengasuh anak. Aamiin.. aamiin... aamiin....
-------------------
Note: rempong itu artinya repot, lho
Posting cepet-cepet, takut lupa dan lewat DL. Waktu begitu berharga untuk emak rempong XD
Posting cepet-cepet, takut lupa dan lewat DL. Waktu begitu berharga untuk emak rempong XD
selamat ya udah masuk 50 besar, sukses mak .. :)
ReplyDeleteBetul mak harus pintar-pintar membagi waktu supaya bisa mengikuti kegiatan KEB.
ReplyDeleteThis comment has been removed by a blog administrator.
DeleteWah, mbak..saya jadi terharu negbacanya lo...Sempat2nya meluangkan waktu demi hobi menulisnya, diantara kesibukan lain yang harus dilakukan, yaitu mengurus anak dan rumah tangga. Kayaknya saya mesti belajar banyak dari mbak nih ya, hehehe.. Semangat ya mbak..semaga terpilih menjadi Srikandi Blogger. Yaaayyy!!!
ReplyDeleteberuntung jd emak2 yg punya hobi menulis....dg dukungan kuatnya keinginan maka g ada alasan buat jd emak2/IRT kuper.....karna dg menulis...wawasan jd terpacu dg sendirinya..smakin meluas......,ah emak2,biar cm dirumah,rempong pula tapi tetep eksis....maju terus emak2 blogger
ReplyDeleteBeruntung Mbak Ela hobbynya menulis, jadi bisa dilakukan dimana saja kapan saja. Walau lg digelendotin, dijedotin, digelayutin sm anak2 hehe.. Laaah Saya hobby-nya naik gunung kalau dah mupeng mau daki gunung bisanya ngelamun doang, mana mungkin jg anak yg msh balita ditinggal. Beeuh apa kata mertua :D?
ReplyDeleteSemangat Mak, sama teryata, emak rempong..hehehe, semoga menang Mak
ReplyDeleteSuper sekali emak ini :D
ReplyDeleteKeren! Lanjut Mak Leyla :)
ReplyDeleteMak Leyla mah hebat deh...sering menang di mana mana juga..padahal rempong urus anak...sukses ya..semoga menjadi salah satu srikandi blogger 2013 !
ReplyDeleteJd ibu rumah tangga itu lumayan berat jg ya sampe ada yg depresi gitu (~_~メ) dulunya saya pengen jd wanita karir tp dr satu tahun terakhir ini cenderung pengen jd ibu rumah tangga aja tapi ngeblognya tetep lanjut ヽ(^。^)ノ
ReplyDeleteBegitu menginspirasi, mak... Sukses trus ya, mak... :)
ReplyDeleteSalut mbak Leyla bisa eksis menulis. Bahkan eksis ikut lomba dengan 3 jagoan yang masih kecil2.
ReplyDeleteSaya mengakui, saya pun ternyata butuh eksistensi. Melelahkan terlalu sering direndahkan orang2 karena sarjana tapi hanya ibu rumahtangga. Beberapa orang bertemu ibu saya, dan mengatakan, "Niar rajin menulis ya". Ibu mengatakan balik kepada saya. Saya diam, senyum2 saja, tidak menjawab. Sepertinya sudah ada yang mengakui eksistensi saya. Sejauh ini cukup mengobati aneka beban yang membuat stres ...
Gutlak ya mbak ... semoga sukses menuju 10 besar.
Menulis adalah segalanya ya kan? Menulis adalah obat bagi mereka yang ingin berbagi
ReplyDeleteSaya juga rempong banget dirumah, tiap malem baru bisa nulis dan pagi kudu bangun lebih pagi ehehehe
ReplyDeleteyang penting tetep pede dan smangat ya mak ^^
suksess!!
Salut sama dirimu mak...layak jadi srikandi blogger! ^_^
ReplyDeleteKeren, menginspirasi deh. Good luck ya mbak :)
ReplyDeleteMak Leyla Hana, membaca postingan diatas serasa sedang membaca buku karya-mu -- enjoy membacanya. Salut. Siap mendukung anakku Leyla Hana untuk meraih gelar SB2013.
ReplyDeleteHebat mak Hana, lanjutkan. kudukung dirimu jadi srikandi blogger 2013, :)
ReplyDeletepertama, mau ucapkan rasa bangga dulu nih, bisa kenal Mak Hana, sang penulis beken. :)
ReplyDeleteKedua, sepakat denganmu, Mak, bahwa sudah saatnya menyingkirkan segala alasan TIDAK itu, karena dia hanyalah penghambat gerak langkah kita dalam meraih kemajuan. So, yuk semangat yuuk, jadi srikandi atau tidak, semangat menulis ini harus terus di pupuk dan dikembangkan, bukan begitu Mak?
Sukses ya, Mak. Go go Srikandi. :)
Go bunda Leyla Go! Buktikan kalo emak rempong bisa jadi srikandi, bun :D semangat!! ^^
ReplyDeletesemangat mbak...
ReplyDeletesalut..
sukses yaa
selalu mendukungmu, mak :)
ReplyDeletehebat banget sih mba leyla, di sela kesibukan gitu masih bisa nulis dan sangat aktif, aku aja yg belum punya anak masih ngos2an ngatur waktunya.
ReplyDeleteSangat mendukungmu menjadi Srikandi blogger 2013 mbaaa
kalo menulis udah jd passion, kayaknya apapun hambatan akan selalu dicari jalan keluarnya ya, Mak :)
ReplyDelete#tulis cepet-cepet takut lupa dan lewar DL.
ReplyDeletenulis cepet tapi tetep bisa sekomplit ini ya mak.. jempol deh pokoknya
Ahhh..postinganmu, dakuw bgt ma ella, kalo tidak memaksa diri rasanya takkan sanggup nulis. Semangat membara yg bikin smua mungkin ihiks...semoga semangat kt selalu berkobar, peluuuk..smga loloos 10 besar ya ela...
ReplyDeleteSalut sama Mak Leyla. Sangat produktif walaupun sikonnya superduper rempong. *menjura*
ReplyDeleteHabis rempong terbitlah karya-karya. Nanti anak2 udah besar tambah banyak lagi buku karya mak leyla
ReplyDeleteDulu, saya kerap membaca tulisan2nya di Anndia, Mak. Dan sekarang kita bisa saling kenal melalui blog :)
ReplyDeleteSukses, Mbak. Semoga masuk 10 besar. Aamiin....
Mak satu ini keren banget, smoga lolos 10 besar ya mak, aku dukung #sama2 emak rempong#
ReplyDeleteIsi tulisannya aku banget, Maak... :)
ReplyDeleterempong bukan alasan berhenti berkarya ya mak...
ReplyDelete