Sunday, April 7, 2013

Mengayakan Hidup dengan Noda


Noda. Apa yang terlintas di benak kita saat menyebut kata itu? Sebuah kata yang sinonim dengan “kotor.” Manusia, siapakah yang bisa terbebas dari noda? Pun seorang ibu kepada anak-anaknya, tak terlepas dari “noda” saat mengasuh dan mendidik mereka. Ibu marah ketika melihat pakaian dan tubuh anaknya penuh noda. Entah itu noda tanah, spidol, cat, makanan, dan lain sebagainya. Ibu khawatir noda itu tak dapat dibersihkan. Apalagi kalau pakaian si anak tergolong mahal. Sering kali tersebut label “nakal” kepada anak-anaknya, hanya karena si anak terkena noda. Ibu lupa bahwa anak-anak terlahir tanpa noda. Noda yang mengenai mereka adalah hasil dari eksplorasi terhadap dunia yang baru mereka lihat. Namun, tatapan sangar Ibu, kalimat bentakan, pesan bernada ancaman, sering kali menyurutkan langkah mereka untuk bersentuhan dengan noda.


Mata saya menghangat setiap kali mengingat hal itu, betapa saya mempunyai banyak “noda” terhadap anak-anak saya. Terlebih membaca buku “Cerita di Balik Noda,” yang ditulis oleh Fira Basuki, salah seorang penulis favorit saya. Saya masih terinspirasi hingga kini oleh untaian kata-katanya di dalam novel “Biru,” yang saya baca bertahun-tahun lalu saat masih lajang. Dan kini, Fira kembali menyentuh saya lewat kisah-kisah  di dalam buku “Cerita di Balik Noda,” yang pas sekali dengan kondisi saya sekarang sebagai ibu dari tiga orang anak bayi dan balita.

Mempunyai anak yang masih bayi dan balita, berarti menghadapi noda di pakaian mereka setiap saat. Bayi Salim, usianya 6 bulan. Masih pup di celana, karena saya jarang memakaikannya diapers. Saat makan pun, noda bubur bayinya akan mengenai pakaian atasnya, dan tentu saja celemek yang dikenakannya. Dua kakaknya, Ismail dan Sidiq masing-masing berusia 5 dan 4 tahun. Masih suka berkubang dengan noda. Noda spidol yang mereka gunakan untuk menggambar, noda cat saat Sidiq (4 tahun) bermain cat yang sedang digunakan oleh tukang bangunan di rumah kami, noda tanah saat mereka bermain di kubangan lumpur di depan rumah atau terjatuh saat sedang berlari di jalan. Dan masih banyak noda yang mereka ciptakan, sebagai tanda bahwa mereka masih dalam proses belajar sebagai manusia.

Namun, noda-noda itu sering kali tak termaklumi oleh hati seorang ibu. Bukan hanya saya, tetapi banyak ibu lain yang senada dengan saya. Sebagaimana yang terkisah di dalam buku “Cerita diBalik Noda” yang berisi 42 kisah inspirasi jiwa. Dari kisah-kisah mereka, kita akan bisa lebih memahami dan memaklumi noda di balik baju anak-anak. Sebab, tak ada seorang pun yang terlepas dari noda. Hanya malaikat yang tanpa noda, tetapi mereka bukan manusia. Tinggal bagaimana kita berusaha membersihkan noda itu dan mengambil pelajaran dari peristiwa di belakangnya. Sebagaimana pesan yang tertulis di kalimat pembuka isi buku: “Untuk para Ibu di Indonesia. Beranikotor itu baik.”

Kotor, bagi anak-anak adalah proses belajar mereka memahami dunia. Seperti kisah Danu dalam cerita yang berjudul “Hidup Baru Danu.” Membaca beberapa kalimat pertama, saya langsung menebak. “Kok sepertinya saya tahu ini kisah siapa?” Dan tebakan saya benar. Ini kisah kiriman Bunda Haifa, salah seorang rekan penulis yang juga aktif di facebook. Bunda Haifa cukup sering menulis tentang Danu, di status facebooknya. Danu adalah anak adik Bunda Haifa, yang suaminya meninggal karena kecelakaan. Bunda Haifa membantu mengasuh dua anak adiknya, karena adiknya harus bekerja di kota lain sebagai tulang punggung keluarga.

Memang kisah-kisah di dalam buku “Cerita di Balik Noda” ini dikumpulkan dari sebuah audisi menulis yang diadakan di fanspage facebook Rinso Indonesia, sebuah merk detergen keluaran PT. Unilever Indonesia. Saya juga mengikuti audisinya, tetapi tidak lolos karena masih tak paham dengan aturan penulisannya. Saya pikir saya harus menulis testimoni setelah memakai Rinso, ternyata tidak. Setelah membaca cerita-cerita yang terpilih dan kemudian diterbitkan di dalam buku ini, saya paham maksud dari audisi itu. Rinso ingin mengajak para ibu memahami cerita di balik noda yang tercipta di pakaian anak-anak, agar tak serta merta melarang anak-anak saat akan bersentuhan dengan noda. Bagi Bunda Haifa, membiarkan Danu berkotor-kotor dan memberinya setumpuk pakaian kotor itu lebih baik daripada melihat Danu melamun dan menangis sendiri di depan teras rumahnya sepeninggal bapaknya.

Bagaimanakah reaksi kita sebagai ibu, manakala anak kita pulang ke rumah dengan noda bumbu masakan Padang di baju seragamnya? Marah? Kesal? Noda bumbu masakan Padang kan susah sekali dibersihkan. Coba baca cerita berjudul “Di Antara Sampah,” tentang Innez (12 tahun) yang tak mau pulang ke rumah karena takut dimarahi oleh ibunya akibat noda bumbu masakan Padang yang mengenai seragamnya. Dan ternyata ada cerita inspiratif di balik noda bumbu masakan Padang itu, yang mengharu biru hati ibu Innez. Bahwa, di balik noda bumbu masakan Padang, ada sikap tanggung jawab yang baru saja dipraktekkan oleh Innez. Sebuah sikap yang jarang dilakoni oleh anak-anak sekarang.

Bullying, atau perilaku kekerasan kerap kali menimpa anak-anak di sekolah, bukan hanya melalui tindakan tetapi juga kata-kata. Contohnya saja, anak yang bertubuh gemuk sering mendapatkan olok-olok dari temannya. Maka, simaklah kisah inspiratif dari Mama Cathya, menghadapi kemurungan Cathya akibat olok-olok teman-temannya di sekolah karena tubuhnya yang gemuk. “Kenapa Cathya tidak secantik Mama?” tanya Cathya. Sang mama selalu menyemangati Cathya bahwa cantik itu berasal dari hatinya, tapi teman-teman Cathya masih saja mengolok-olok sampai mamanya mengambil spidol dan membubuhkan kalimat: “walaupun aku gemuk, aku tak pernah menyakiti orang. Walaupun ganteng dan cantik, kalian penuh noda di hati.” Ah, untuk kalimat inspiratif itu, Mama  Cathya menodai seprai kesayangannya. Tak masalah, sebab noda di seprai bisa dibersihkan. Yang penting adalah hikmah di balik noda itu.

Ah, banyak sekali kisah inspiratif di dalam buku setebal 247 halaman ini. Selain kisah kiriman peserta audisi menulis di fanspage Rinso Indonesia yang sudah ditulis ulang oleh Fira Basuki, juga ada empat kisah karya Fira Basuki sendiri. Tak kalah inspiratifnya, tentang bagaimana memahami cerita di balik noda, terlebih Fira juga seorang ibu dari satu orang anak remaja dan satu bayi, yang juga masih sering bergelut dengan noda. Semoga saja setelah membaca buku ini kita akan semakin memahami makna dari sebuah noda, apalagi noda yang ditorehkan oleh anak-anak. Sebagaimana kalimat Fira di kata pengantar:

Hidup semakin kaya ketika kita bersentuhan dengan “noda.” Hidup itu seperti baju kotor. Ketika noda dihilangkan dengan mencucinya bersih-bersih, kita ibarat telah memasuki  hidup baru, masa depan baru, dan harapan baru. Selalu ada hikmah di balik sepercik “noda.”

Dan ke depannya, tak ada lagi ceracau, “haduh, bajunya kotor nih. Gimana nanti Mamah nyucinya? Jangan main kotor-kotoran, ya!” saat anak-anak akan dan sudah bersentuhan dengan noda. Beranikotor itu baik.

















Judul             : Cerita di Balik Noda: 42 Kisah Inspirasi Jiwa
Penulis          : Fira Basuki
Penerbit        :  Kepustakaan Populer Gramedia
Tahun Terbit : Januari 2013
Jumlah Hal   : xii + 235 Halaman
Harga            : RP 40.000


1 comment:

Terima kasih atas komentarnya.
Mohon gunakan kata-kata yang sopan dan santun yaaa.....