Sejak ikut berbagai lomba di
facebook dan blog, saya mempelajari banyak hal. Awalnya, saya ikut saja semua
lomba yang bisa saya ikuti, entah itu pakai like, penilaian juri, dan SEO.
Untuk lomba pakai like, biasanya saya ikut karena ketidaktahuan. Pertama kali
ikut lomba pakai like itu di Berani Kotor
Itu Baik, yang disponsori oleh Rinso. Saya ingat sekali, itu pertama
kalinya ikut lomba di facebook yang disponsori merek ternama. Biasanya sih saya
ikut lomba menulis yang diadakan penerbit atau teman-teman penulis. Saya kirim
dua, lalu me-like sendiri cerita saya. Ada seorang teman facebook (tapi gak
dekat, saya bilang teman karena dia ada di friendlist saya), yang memperhatikan
aktivitas saya me-like sendiri tulisan saya itu (lucu ya? Hahahaha), mengirim
messages di inbox.
“Makanya Mba jangan sombong,
jadinya gak ada yang mau nge-like tulisannya tuh,” kata dia.
Saya tersengat. Masya Allah! Saya
memang ingat teman ini, pernah beberapa kali inbox-inbox-an, tapi.. sombong?
Heh, saya lupa kapan pernah berkonflik dengannya. Wong jarang berinteraksi. Dia
mengirim inbox juga karena ingin berkenalan dengan saya dan saya melayaninya. Saya
pun bertanya, kapan saya sombong? Walaupun saya lupa, saya minta maaf kalau
pernah menyakiti hatinya. Akhirnya dia balik minta maaf karena menuduh saya
sombong.
Kemudian saya cek semua inbox
yang masuk, dan ternyata ada beberapa inbox yang belum saya baca karena gak
masuk notifikasi. Saya mengira-ngira, mungkin ini yang bikin saya dianggap
sombong. Dengan jumlah teman facebook 5000 orang (facebook saya sudah penuh),
saya terpaksa menonaktifkan chat on, karena tiap kali buka facebook, banyak
yang ngajakin chat. Kadang isi chatnya
hanya iseng. Padahal, saya buka facebook sambil menulis naskah, jadi merasa
terganggu dengan bunyi yang masuk.
Belakangan saya tahu bahwa lomba
di Rinso itu bukan berisi testimonie menggunakan Rinso, jiyaaah….
Ya sudahlah. Saya tinggalkan saja tulisan-tulisan saya itu, soalnya isinya testimoni menggunakan Rinso. Lagian ribet, harus pakai like. Memang ada sih yang penilaian juri, tapi tetap saja isi tulisan saya kan gak sesuai ketentuan.
Ya sudahlah. Saya tinggalkan saja tulisan-tulisan saya itu, soalnya isinya testimoni menggunakan Rinso. Lagian ribet, harus pakai like. Memang ada sih yang penilaian juri, tapi tetap saja isi tulisan saya kan gak sesuai ketentuan.
Lalu, saya fokus pada penulisan
buku. Gak ikut lomba-lomba begitu lagi. Sampai buku saya banyak yang terbit. Dan
saya pun dikepung rasa jenuh. Pengen nulis yang lain. Saya melihat informasi
mengenai lomba blog. Lomba yang pertama kali saya ikuti itu kalau gak salah
lomba BCA. Penilaian oleh juri, tapi saya masih belum paham dengan lomba blog,
keyword, dan segala macam yang ribet. Jadi, tak ada sama sekali saya singgung
tentang BCA, padahal seharusnya nama sponsor dimasukkan ya?
Saya ikut lagi yang Alfamart.
Kali ini lomba SEO. Ada seorang teman blogger yang berkomentar kalau dia gak
mau ikut lomba SEO karena ribet. Saya yang masih culun, belum tahu apa itu
lomba SEO. Tapi karena sudah nulis, ya ikut saja. Eh, ternyata memang ribeeeet
ya SEO itu. Intinya mah saya kalah. Nah, saya coba ikut lagi yang Gofress,
hanya mau uji kemampuan SEO apa udah bagus. Ternyata sistemnya sama aja dengan
like. Harus sering menyebar link lomba supaya banyak yang baca, itu salah satu
kuncinya. Idiih… capek juga ya. Mending nulis yang lain daripada mempromosikan
link terus menerus.
Jadi lomba SEO itu miriplah
dengan lomba pakai like. Kita mesti sering-sering mempromosikan tulisan. Bedanya,
kalau pakai like ya kita mesti punya relasi yang banyak. Orang gak akan serta
merta ngasih like kalau gak suka tulisan kita. Tapi kalau relasi, pasti bakal
ngelike. Namanya juga berteman. Biarpun tulisannya jelek, tetap dilike. Itu
yang saya gak suka. Saya mendingan ikut lomba yang setengah like, setengah
penilaian juri. Naaah… yang ini saya juga ikutan. Diadakan oleh LG TV.
Sebenarnya saya udah ciut, tapi temanya menarik, tentang TV. Saya punya cerita
tentang itu.
Masalahnya ya itu deh, saya
paling gak bisa ngumpulin like. Saya merasa gak enak (sungkan) merepotkan teman
untuk ngasih like, apalagi kalau minta di inbox. Saya sering dapat inbox minta
like. Kalau saya yang dimintai like, saya berusaha ngasih like, jika
memungkinkan. Misalnya, pas saya emang lagi ol di kompi. Kalau ol pakai hape,
susah ngasih likenya. Kecuali lombanya di facebook yang bukan APP ya. Terus, kesannya gimana ya lomba yang pakai
like itu… menurut saya yang dinilai bukan tulisannya ya, tapi jumlah likenya. Sama
saja dengan lomba SEO. Asal sudah menduduki posisi pertama google, biarpun
tulisannya jelek, pasti menang.
Jadi, hanya ada delapan teman
dekat yang ngasih like. Saya biarin aja deh itu tulisan sepi like. Saya lihat
tulisan peserta lain, ada yang mendapatkan like ratusan. Duh, sudah nyerah deh.
Males saya. Saya tinggalin aja itu lomba, yang penting sudah ikutan. Eh, gak
disangka, saya menang juga walaupun kemudian banyak protes yang menyerang juri.
Katanya juri gak konsisten. Lomba pakai like, tapi pemenangnya cuma dapat like
sedikit.
Sebenarnya lomba pakai like dan
SEO ini sama saja dengan penulis yang sibuk mempromosikan bukunya, sampai gak
nulis-nulis. Puyeng lho mikirin gimana buku bisa laris, trik-trik marketingnya
dan segala macam. Kalau penulis itu gak produktif, bisa saja fokus pada promosi
buku. Tapi kalau penulis itu produktif, bisa-bisa hanya fokus gimana supaya
bukunya laku dan jadi gak nulis. Padahal, urusan promosi ini bersinergi dengan
Penerbit. Malahan ada tuh penulis misterius, Ilana Tan, yang gak ketahuan siapa
orangnya. Otomatis, dia gak perlu sibuk promosi. Cukup menulis saja. Dan
bukunya bisa laris manis, karena penerbitnya all out mempromosikan.
Pada akhirnya, karya yang bicara.
Jika karya itu memang bagus, dia akan bertahan lama. Sekarang mungkin gak laku,
suatu ketika orang akan menemukan “emas” itu. Lihat saja karya-karya Ahmad
Tohari. Dulu jarang yang membaca, sekarang best
seller. Sedangkan bila kita sibuk mencari like, jangan-jangan kita malah
melupakan kualitas karya. Sebab, like bisa didapat dengan relasi pertemanan,
yang bisa jadi teman itu memberikan like hanya karena tak enak terhadap kita. Kemarin
saya tertipu dengan lomba yang pakai like. Rasanya di peraturan lomba, tak ada
ketentuan harus mencari like. Tahu-tahu setelah masuk finalis, harus mencari
like sebanyak-banyaknya. Sudah kadung jadi finalis, saya terpaksa minta-minta
like, hasilnya? Kalaaaaah…. Wong saya gak pintar nyari like. Gak sempat juga
buka internet terus untuk nyari like. Mending mikir buat nulis yang lain. Lain
kali, say good bye saja untuk lomba pakai like, kecuali kalau tertipu kayak
kemarin.
Iyaaa, Wiin... hadooh... aku cuma dua kali promosiin, saking gak sempat buka internet. Yg LG, nasib kita sama ya :-)
ReplyDeletekalau yang pernah saya singgung, gimana Mbak? :p
ReplyDeletehihi ...
pengen tahu pendapatnya saja.
wah, aku pernah tuh mbak ikutan lomba scrapbooknya silverqueen. yang lain digital dan theme dari silverqueen, aku upload yang handmade. eh, kalah di like. ya, ya, ya,,, akhirnya jadi mikir, like itu mematikan karya yang bagus *muji karya sendiri*. hahahaha..
ReplyDeletewah mak leyla...aku udah keder duluan klo pake like...kalah tenar soalnya...:)
ReplyDeletelomba SEO ama like beda mak :D
ReplyDeleteSEO perlu teknik backlink and link building
kalo like itu suka suka hati orang :D