Musik dalam Hidup Saya
Malam
selalu panjang di waktu aku merindukanmu
Kau bisa
menjaga aku hingga diriku merasa teduh
Aku seperti
kamu menginginkan dan memerlukanmu
Karena kita
tak mampu untuk selalu pergi menjauh
Kaujadikan
aku ini wanita yang kaupilih untuk jadi kekasihmu
Dan kau pun
tlah aku minta setia sepertiku hingga waktunya tiba
Aku percaya
penuh kau kan buatku bahagia
Karena
cinta tercipta datangnya dari dalam hatiku
Kaujadikan
aku ini wanita yang kaupilih untuk jadi kekasihmu
Dan kau pun
tlah aku minta setia sepertiku hingga waktunya tiba[1]
Merdu lantunan suara Rossa, salah satu Diva
Musik Indonesia, menyelusup ke dalam gendang telinga Safir. Entah kapan
tepatnya, ia jadi suka mendengarkan lagu-lagu romantis yang diputar di salah
satu stasiun radio di Depok. Terlebih usai lagu diputar, suara penyiarnya tak
kalah membelai naluri lelakinya. Safir tak kuasa menahan bibirnya untuk
senyum-senyum sendiri. Untung saja tak ada yang melihat aksi noraknya, sebagai
seorang lelaki yang sedang jatuh cinta.
“Sobat Muda, itu lagu terakhir dari Key. Lagu
yang pernah hits di sekitar tahun 2005. Buat kamu, cewek-cewek yang masih
jomblo, mudah-mudahan dalam waktu dekat ada cowok yang serius memilihmu yaw….
Itu doa buat Keysa juga, lho….. Hiyaaa… kasian banget ya nih penyiar…
hihihihi…. Oke, deh, berhubung sudah jam sembilan malam, Key juga harus pulang.
Good night and sweet dreaaam….”
Suara Keysa terdengar begitu indah, meskipun
sedikit cempreng dan manja. Justru itu yang membuat Safir kerap kali menahan
tawa saat mendengar suaranya. Ia
menghela napas berat, tak ingin berpisah dengan suara yang setia menemaninya
setiap malam itu. Di siang hari, Keysa juga siaran lagi dalam acara berbeda.
Dan ia tak pernah mau melewatkannya, meski sedang dalam suasana sibuk. Keysa
telah mengambil dunianya, sejak ia tahu bahwa si penyiar radio itu adalah juga
gadis yang mengambil hatinya pada suatu masa. Sayang, ia hanya bisa menjadi
pengagum rahasia si penyiar radio Green FM itu.
***
Cerita di atas adalah penggalan novel saya
yang sudah lama saya tulis, sejak masih bekerja di sebuah kantor penerbitan. Dulu,
selain sebagai Editor (Junior Editor, tepatnya), saya juga menyambi kerja
sebagai novelis. Saat itu, kurang lebih 12 novel sudah diterbitkan. Sebuah
pencapaian yang harus saya syukuri, mengingat saya baru mulai mengirimkan novel
ke penerbit, menjelang akhir kuliah.
Saya bekerja dari jam 9 pagi sampai 5 sore.
Kantor saya hanya sebuah ruangan kecil yang disekat tiga, di atas sebuah rumah
baca di kawasan Depok. Iya, penerbit tempat saya bekerja memang masih muda
usianya, karyawannya pun hanya ada empat orang, termasuk saya. Menjadi Editor,
hanyalah sebuah usaha untuk menyenangkan orang tua yang ingin anaknya bekerja
kantoran, Namun, passion saya adalah menulis. Mengedit dan menulis memang
saling berhubunga, tapi tetap saja lebih enak menulis. Saat menjadi Editor,
saya dicekam kebosanan karena harus membaca ratusan naskah kiriman penulis, lalu
memelototi jalinan kata dan membenarkan yang salah. Yang ada ngantuk, deh.
Supaya gak ngantuk, saya menyetel musik dari
Winamp di komputer kantor. Pada jam kerja, suaranya ya kecil saja, yang penting
ada suaranya. Rasanya enjoy kerja sambil mendengar musik. Begitu
juga saat tiba waktunya untuk menulis. Yap, benar, kebetulan dulu bos saya
sangat tegas. Dilarang melakukan pekerjaan lain pada jam kantor, termasuk
menulis. Walaupun naskah yang saya tulis, kelak bakal diterbitkan oleh penerbit
itu juga, tetap saja saya harus memisahkan antara pekerjaan kantor (mengedit)
dan pribadi (menulis). Lagipula sama saja dengan korupsi waktu ya, kalau kita
mengerjakan pekerjaan lain pada jam kantor. Apalagi menggunakan fasilitas
kantor.
Eit, kalau menggunakan fasilitas kantor untuk
menulis, Alhamdulillah bos saya mengizinkan. Tapi hanya beberapa saja,
diantaranya komputer, tempat duduk, internet, minum, dan listrik. Berhubung
saya dan kawan saya tinggal di kantor (ada kamar yang disediakan untuk
karyawan, sekalian nunggu kantor juga, irit biaya satpam :D), saya dan kawan
saya itu sering menggunakan fasilitas kantor untuk menulis di malam hari. Oya,
kawan saya yang editor senior itu juga suka menulis, tapi lebih banyak menulis
di blog, sedangkan saya menulis novel.
Biasanya kami menulis setelah jam pulang
kantor. Berhubung bos saya workaholic,
jadi pulang kantor pun gak langsung pulang. Kadang beliau pulang di atas jam 9
malam. Rumahnya kan hanya beberapa rumah dari kantor. Jadilah saya gak bebas
mau menulis. Saya memilih menulis di lantai bawah, tempat perpustakaan.
Perpustakaan juga punya sebuah komputer, saya sering meminjamnya. Sambil
menulis, saya menyetel musik di Winamp komputer. Ternyata, menulis novel sambil
mendengarkan musik itu dapat mendatangkan inspirasi!
Iya, lho, saya membuktikan sendiri. Berhubung
novel yang saya tulis beraroma romantis, saya stel musik romantis. Zaman saya
dulu, musik yang romantis itu keluar dari bibir Rossa, Ungu Band, Ada Band,
Padi, Audi, dan tentu saja Melly Goeslaw. Soundtrack film AADC (Ada Apa dengan
Cinta) melempar saya ke dunia percintaan remaja, pas dengan novel yang saya
tulis. Nah, termasuk juga novel yang penggalannya saya tulis di atas. Berhubung
novel itu bercerita tentang Penyiar Radio, jadi deh ada selipan beberapa lagu
romantis yang terkenal. Saat menuliskannya, saya juga mendengarkan lagu-lagu
itu. Alkisah, novel itu pun bisa selesai dalam waktu sebulan!
Begitu hebatnya pengaruh musik dalam proses
kreatif saya. Saya yakin, novelis lain pun suka mendengarkan musik di saat
menulis, terutama musik yang sealiran dengan genre tulisan mereka. Tidak
mungkin menulis novel romantis, tapi mendengarkan musik rock. Ngomong-ngomong,
definisi musik itu sendiri adalah suara yang disusun sedemikian rupa sehingga
mengandung irama, lagu, dan keharmonisan, terutama suara yang yang dihasilkan
dari alat-alat yang mengandung bunyi-bunyian. Musik telah dikenal sejak 180.000
hingga 100.000 tahun yang lalu, sejak terjadinya evolusi otak manusia yang
membedakannya dengan binatang. Dari kehidupan sehari-hari mereka menemukan
bahwa benda-benda tertentu dapat mengeluarkan bunyi-bunyian yang indah.
Musik memang telah menyatu dengan kehidupan
manusia. Secara naluriah, kita punya kecenderungan untuk bermusik. Bahkan janin
di dalam rahim pun bisa membedakan suara biasa dengan suara musik atau nyanyian
yang berirama. Saat saya hamil anak
pertama, janin di dalam perut akan
bergerak-gerak ketika saya perdengarkan suara yang berirama, baik itu musik
lembut maupun ayat-ayat suci Al Quran yang dibaca dengan indah. Bidan saya dulu
mengatakan bahwa saya harus terus memantau pergerakan janin. Kalau janin tidak
bergerak dalam waktu 12 jam, harus segera dibawa ke dokter. Saking cemasnya
(maklum, baru anak pertama), saya langsung memasangkan headphone ke perut saya,
bila janin tidak bergerak. Di handphone memang saya pasangkan ayat-ayat suci Al
Quran yang dibacakan dengan indah, serta musik-musik lembut. Seketika, janin di
dalam perut menggeliat-geliat dan saya pun tenang.
Kita tidak bisa menafikkan kehadiran musik
dalam hidup ini, sebab kita sendiri adalah sumber musik. Coba dengarkan denyut
jantung melalui stetoskop, bunyinya tak sekadar, melainkan berirama. Begitu
juga bila kita bisa mendengarkan aliran darah yang mengalir di seluruh tubuh, Janin
di dalam rahim pun mendengarkan detak jantung, suara pergerakan usus, aliran
darah ibunya dengan gerakan berirama. Akustik, suara, vibrasi, dan fenomena
motorik sudah ditemukan sejak ovum dibuahi oleh sperma. Konon, katanya, musik
klasik dapat mencerdaskan otak bayi di dalam kandungan. Sebenarnya belum ada
penelitian yang jelas mengenai hal ini, tetapi pada trimester kedua, janin
memang sudah berkembang pesat, termasuk pendengarannya. Janin sudah bisa
mendengar suara dari luar perut ibunya, lho!
Musik klasik, dengan tempo dan struktur nada
yang teratur, dapat membuat bayi tertidur dengan tenang. Nah, otak bayi akan
berkembang pesat di saat tidur! Itulah yang menyebabkan suara musik yang
tenang, dapat membantu menstimulasi otak bayi. Makanya, tidak semua jenis musik
dapat diperdengarkan kepada bayi di dalam kandungan. Saya juga pernah ada
pengalaman dengan ini. Waktu hamil anak pertama, saya pernah menghadiri acara
pernikahan. Usia kehamilan sudah 7 bulan, jadi janin sudah bisa mendengar
suara-suara dari luar. Di acara pernikahan itu, ada organ tunggal yang suaranya
kencaaang banget, mana dangdutan pula. Ternyata, gak cuma saya yang terganggu, bayi di dalam perut pun
terganggu! Dia menendang-nendang dengan kencang, sampai saya kesakitan. Pola
gerakannya berbeda kalau saya sedang memperdengarkan lantunan ayat suci Al
Quran yang berirama dan lagu-lagu lembut.
Musik dan Pertamax, Mengharmonikan Hidup Saya
Lhooo… kok tiba-tiba ngomongin Pertamax? Iya
nih, ternyata antara musik dan Pertamax itu ada persamaannya lho. Udah tahu kan
apa itu Pertamax? Pertamax adalah salah satu produk andalan Pertamina, bahan
bakar minyak dari pengolahan minyak bumi, yang mendapatkan penambahan zat
aditif dalam proses pengolahannya di kilang minyak. Produk-Produk Pertamina itu
diantaranya SPBU (Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum), Oil dan Pelumas, Gas
untuk kendaraan, dan Gas untuk memasak. Nah, produk-produk yang dijual di SPBU,
adalah produk-produk yang digunakan untuk bahan bakar kendaraan, diantaranya:
Premium, Pertamax, Pertamax Plus, Pertamax Dex, dan Bio Solar.
Sebagian besar masyarakat kita memilih
menggunakan Premium sebagai bahan bakar kendarannya. Iya jelas ya, harga
Premium lebih murah daripada Pertamax, karena mendapatkan subsidi dari
Pemerintah. Udah tahu kan apa itu subsidi? Setiap anggaran pemerintah, ada
subsidi yang dikeluarkan untuk kepentingan masyarakat, salah satunya adalah
subsidi BBM. Masalahnya, seharusnya subsidi itu digunakan untuk masyarakat
bawah yang lebih membutuhkan. Sayangnya, golongan menengah ke atas pun ingin
juga mencicipi subsidi, dengan mengisi mobil mewahnya dengan Premium. Musik dan
Pertamax sama-sama mengharmonikan hidupku, gak percaya?
Musik
dan Pertamax Sama-Sama Membangkitkan Semangat
Di awal tadi saya sudah cerita, betapa proses
kreatif saya dalam menulis salah satunya dibantu dengan mendengarkan musik. Kalau
musik dapat membangkitkan semangat saya dalam menulis cerita, Pertamax dapat
membangkitkan semangat kendaraan dalam melaju kencang menembus jalan raya
ibukota. Iya dong, kandungan oktannya yang tinggi menyebabkan Pertamax membuat
mesin kendaraan bekerja lebih baik. Pertamax bisa menerima tekanan pada mesin berkompresi tinggi, sehingga
dapat bekerja dengan optimal pada gerakan piston. Tenaga mesin pun menjadi
lebih maksimal, karena pemakaian BBM-nya optimal. Berbeda dengan mesin yang
menggunakan Premium. BBM akan terbakar dan meledak, tidak sesuai dengan gerakan
piston (knocking/ ngelitik).
Musik
dan Pertamax Sama-sama Memberikan Ketenangan
Kalau musik bisa menstimulasi otak bayi
dengan efek tenang, Pertamax juga demikian. Pertamax tidak mengandung timbal, logam
berat yang sifatnya beracun. Timbal ini salah satu bahan yang ada di dalam
bahan bakar bensin. Timbal dapat masuk ke dalam tubuh melalui konsumsi makanan,
minuman, udara, air yang tercemar timbal. Keracunan akibat kontaminasi timbal,
dapat menghambat aktivitas enzim yang membentuk hemoglobin, meningkatkan kadar
ALAD dan prothoporphin dalam sel darah merah, memperpendek umur sel darah
merah, dan menurunkan jumlah sel darah merah. Tingginya kandungan timbal dalam
darah, akan menurunkan kecerdasan intelektual. Hadeuuh… gak tenang banget ya
pakai bensin yang mengandung timbal. Makanya pakai Pertamax yang bebas timbal.
Pertamax juga bikin tenang kantong. Terbuat
dari bahan berkualitas tinggi dengan kadar oktan yang tinggi (92), Pertamax
memastikan mesin kendaraan bermotor kita dapat bekerja lebih baik, lebih
bertenaga, rendah emisi, dan tentu saja hemat bahan bakar. Iyalah, meskipun
harganya dua kali lipat dari Premium, tapi kan hemaat…. Mesin kendaraan tidak
mudah rusak, yang berarti gak perlu bolak-balik ke bengkel. Apalagi untuk mesin
kendaraan yang memang hanya cocok memakai Pertamax, yaitu kendaraan yang telah
menggunakan teknologi setara dengan Electronic Fuel Injection dan Catalytic
Converters. Nekat pakai Premium, terima risiko bolak-balik ke bengkel.
Musik
dan Pertamax Sama-Sama Baik Untuk Kesehatan
Ternyata dalam dunia pengobatan, ada yang
namanya terapi musik. Yap, musik dapat digunakan sebagai terapi pengobatan
penyakit tertentu. Terapi musik adalah proses interpersonal yang menggunakan
musik untuk membantu pasien dalam meningkatkan atau mempertahankan kesehatan
mereka. Terapi musik digunakan untuk berbagai usia, dipercaya dapat mengatasi
gangguan kejiwaan, cacat fisik, masalah medis, gangguan sensorik, cacat
perkembangan, penyalahgunaan zat psikotropika, gangguan komunikasi, masalah
interpersonal, dan penuaan. Musik dapat meningkatkan konsentrasi belajar, harga
diri, mengurangi stress, mendukung latihan fisik, dan aktivitas lain yang
berkaitan dengan kesehatan.
Al Farabi, disebutkan sebagai orang pertama
yang mempopulerkan terapi musik. Musik digunakan sebagai terapi jiwa dan
mengatasi emosi. Dalam Kekaisaran Utsmaniyah, penyakit mental diobati dengan
musik. Susunan interval dan ritme musik memiliki refleksi khusus yang dapat
merangsang sel-sel sarag sehingga perasaan manusia bisa diperlemah, diperkuat,
maupun dialihkan. Musik terbukti berpengaruh pada sistem saraf sensorik-motorik,
saraf sadar, dan saraf lainnya. Haasil Penelitian Lembaga Aplikasi Musik di
Iran menunjukkan bahwa terapi musik dapat menyembuhkan gangguan mental di
kalangan anak-anak cacat mental. Musik dapat meningkatkan rasa percaya diri dan
mengontrol tindakan hiperaktif mereka.
Para
terapis, membedakan jenis terapi musik sesuai dengan musiknya. Musik
berirama riang digunakan untuk menyembuhkan orang-orang yang menderita tekanan
mental atau stress. Musik melankolis digunakan untuk mengurangi rasa sakit dan
nyeri. Musik berirama tenang digunakan untuk relaksasi. Musik dengan irama
cepat dan semangat, digunakan untuk meningkatkan semangat bekerja dan gairah
hidup. Jadi, sebelum melakukan terapi musik, harus tahu dulu musik mana yang
cocok untuk penyakit yang kita derita. Jangan sampai salah pilih, karena bisa
berdampak sebaliknya. Misalnya, kita
sedang dalam tekanan stress, galau abi, eh mendengarkan musik melankolis, ya
tambah-tambah deh galaunya.
Nah,
begitu juga dengan Pertamax yang bebas timbal, baik untuk kesehatan.
Pertamax juga rendah emisi, sehingga tidak mencemari lingkungan. Udara yang
kita hirup masih tetap segar, karena tidak terpengaruh pencemaran udara akibat
buangan BBM. Tetangga di belakang rumah saya pernah bercerita, dulu mereka
tinggal di kota yang padat penduduk dan penuh hilir mudik kendaraan. Akibatnya,
anak bungsunya sering sakit-sakitan, terutama asma dan gangguan paru-paru. Setelah
pindah ke komplek perumahan kami (yang letaknya di kampung, masih banyak pohon,
belum banyak penduduknya), penyakit anaknya berangsur sembuh dan kini sudah
tidak kambuh lagi. Itu karena sehari-hari menghirup udara segar dan bebas
polusi.
Buat kamu yang tinggal di kota besar, penuh
kendaraan, dan gak punya tempat untuk lari ke kampung, mendingan beralih ke
Pertamax, supaya udara di sekitarmu dapat berkurang polusinya, karena Pertamax
rendah emisi.
Pilih-Pilih
Musik, Pilih-Pilih Bahan Bakar Kendaraan
Gak semua musik bisa memberikan efek positif
pada jiwa kita. Ada musik yang bernada tenang, ada yang sebaliknya: mengentak-entak
dan keras. Musik klasik dan lembut dapat meningkatkan perkembangan otak bayi,
tetapi musik rock, punk, atau semua musik yang keras, sebaliknya, dapat
berpengaruh negatif bagi pendengarnya. Musik yang keras dapat meningkatkan
tekanan darah dan detak jantung. Waduh, bisa-bisa nanti malah jantungan.
Bahkan, dapat mempengaruhi kejiwaan pendengarnya. Kalau suka mendengarkan musik
yang lembut, insya Allah hatinya juga lembut. Sebaliknya, kalau suka mendengarkan
musik keras, lama-lama kita akan terbawa kerasnya.
Syair musik pun harus dipilih-pilih. Ternyata
tidak semua syair lagu itu bagus untuk pendidikan. Beberapa syair lagu berisi
ajakan negatif, seperti memuja setan, melakukan bunuh diri, jatuh cinta
berlebihan, mabuk-mabukan, terlalu mencintai uang, seks bebas, dan lain-lain. Mendengarkan musik seperti itu bisa bikin kita terpengaruh
untuk melakukan seperti yang terlantun. Jadi, mendengarkan musik pun harus
pilih-pilih.
Begitu
juga dengan BBM. Gak semua bensin itu baik untuk kendaraan kita. Sudah
disebutkan di atas, bahwa Pertamax tidak mengandung timbal, baik untuk
kesehatan dan lingkungan. Kandungan oktannya yang tinggi juga meningkatkan kerja mesin dan hemat bahan
bakar. Jadi, kalau ada Pertamax, kenapa pilih yang lain?
Kalau
Bisa Nonton Konser Musik, Kenapa Gak Bisa Beli Pertamax?
Saya takjub setiap membaca berita mengenai
konser musik yang diadakan di Indonesia, baik itu konser musik penyanyi luar
negeri maupun dalam negeri. Selalu saja tiketnya habis terjual, padahal harga
tiketnya gak main-main. Contohnya saja konser musik Super Junior, salah satu
band terkenal di Korea, yang diadakan tanggal 9 Maret 2013 di Gelora Bung
Karno, Jakarta. Tiket Pre-Booking sudah habis lebih cepat dari jadwal yang
direncanakan, yaitu tanggal 24 Desember 2012. Jumlah tiketnya pun ditambah
untuk memenuhi permintaan yang membludak! Eh, emangnya berapa harga tiket
konser musik Suju? Lima puluh ribu, cukup gak? Eleuuuh… mana ada harga tiket
konser penyanyi kelas dunia cuma 50 ribu? Kalau Pertamax satu liter, hanya sekitar
Rp 10.500, harga tiket konser untuk sekali nonton berkisar antara Rp 500.000 s/d
Rp 2 Juta, tergantung kelasnya.
Lihat nih orang-orang yang antri tiket Suju Gambar dari sini |
Wah, kaya juga dong masyarakat Indonesia,
bisa beli tiket konser semahal itu? Memang,
ketimpangan pendapatan masyarakat Indonesia relatif besar. Yang kaya makin
kaya, yang miskin makin miskin. Apalagi kalau orang kaya masih suka makan
subsidi untuk orang miskin. Subsidi pemerintah itu kan gak hanya untuk BBM. Ada
untuk pendidikan, kesehatan, listrik, dll. Miris ya melihat orang miskin
kesulitan mendapatkan akses kesehatan, beberapa kali saya membaca berita di
mana mereka harus meregang nyawa karena ditolak berobat di Rumah Sakit akibat
ketiadaan biaya. Iya memang, pemerintah memberikan subsidi kesehatan. Ada
Jamkesmas agar si miskin dapat berobat, tapi apa boleh buat. Pihak Rumah Sakit
juga mengeluhkan pemerintah yang tidak mau membayar tunggakan Rumah Sakit,
padahal kan obat-obatan, biaya operasional, dan biaya dokter itu gak gratis!
Itu soal kesehatan. Soal pendidikan pun,
masih banyak kekurangannya. Lihat tuh berita di televisi, sekolah-sekolah negeri
yang ambruk karena tidak ada biaya pembangunan. Anak-anak di pedalaman,
berangkat ke sekolah dengan menyeberangi sungai, tanpa alas kaki, dan berjalan
berpuluh-puluh kilometer, saking jauhnya lokasi sekolah mereka. Kita yang
tinggal di kota besar, gak akan merasakan hal demikian, karena udah dimanjakan
dengan fasilitas. Coba deh sebulan aja tinggal di pedalaman dan merasakan
penderitaan mereka, kita pasti akan berteriak-teriak meminta pemerintah
memperhatikan nasib kita.
Oke, terlepas dari oknum koruptor yang ikut
memakan anggaran pemerintah, kita lihat juga subsidi BBM. Bisakah sebagian dari
subsidi BBM dialihkan untuk subsidi kesehatan dan pendidikan? Tentu saja bisa,
jika golongan menengah ke atas atau mampu, mau beralih dari Premium ke
Pertamax. Iya lah, soalnya Premium itu kan mendapatkan subsidi, makanya murah. Tapi,
kalau kita memang mampu memakai Pertamax, kenapa masih pakai Premium? Jadi, Premium digunakan untuk kelas bawah saja,
seperti supir angkot, bus, dan transportasi umum lainnya. Kalau kamu masih mau
pakai Premium, ya naik angkutan umum saja, jangan naik mobil pribadi. Ayo dong,
beli tiket konser musik saja bisa, masa beli Pertamax gak bisa?
Nah, itulah alasan-alasan mengapa musik dan
Pertamax sama-sama mengharmonikan hidup saya. Hidup kamu juga, dong! Yuk, beralih
ke Pertamax, untuk hidup yang lebih baik. Suatu kali, saya pernah ke sebuah toko buku di kawasan Depok. Saat masuk ke dalamnya, ada tulisan cukup besar di tengah ruangan: "Jadikan Membaca Buku Seasyik Mendengarkan Musik." Wah, slogan yang keren. Ya, kita lihat saja bagaimana musik telah menjadi salah satu hobi yang memasyarakat, dibuktikan dengan konser-konser musik yang selalu ramai. Audisi-audisi pencarian bakat di televisi pun didominasi oleh calon musisi. Slogan itu juga bisa berlaku untuk Pertamax. Bunyinya: "Jadikan Memakai Pertamax Seasyik Mendengarkan musik." Bagaimana agar Pertamax juga memasyarakat sebagaimana musik? Ini ide saya:
- Pertamax mesti menunjuk musisi terkenal yang sedang naik daun sebagai Brand Ambassador dalam iklan-iklan dan kampanye Pertamax, kalau bisa sih Super Junior (dijamin POLL), tapi tentunya lebih afdol kalau musisi dalam negeri. Kalau mau yang up to date, pakai deh calon musisi dari ajang kompetisi The X Factor. Setiap tayangan X-Factor dimulai, time line Twitter saya pasti penuh dengan tweet-tweet following yang sedang menonton X-Factor. Itu untuk musisi pendatang barunya. Tokcer juga memakai musisi senior yang konsisten dalam bermusik.
- Pertamax mesti gencar menjadi sponsor dalam acara-acara musik off air dan on air. Acara-acara itu selalu banyak peminat. Sebagaimana iklan rokok yang identik dengan konser musik, kenapa tidak Pertamax (yang lebih positif) juga identik dengan konser musik? Masyarakat akan tersugesti bahwa: ingat musik, ingat Pertamax!
Ciptakan rasa bangga memakai Pertamax, sebagaimana kita bangga bermusik!
Struk Pembelian Pertamax saya |
Referensi:
Wikipedia
Pengaruh Musik Terhadap Jiwa Manusia
Wikipedia
Pengaruh Musik Terhadap Jiwa Manusia
www.pertamina.com
wowwww panjaaang dan komplit.
ReplyDeleteaku ngga dengerin musik ke bayiku mbaa, heran sejak hamil aku ngga suka dengerin musik. Lebih nyaman dengerin alQur'an, dan kayaknya bayiku juga suka tuh, apalagi kalau mau tidur :D
Ternyata ada kedekatan juga yah Mbak antar musik dengan produk pertamina yakni pertamaz itu sendiri hehe :)
ReplyDeletekeren mbak :)
ReplyDeletetapi pertamax mahal
ReplyDelete:(
kereeeen, gutlak :)
ReplyDeletekomplit dah :D btw pertamax emang mahal, cuman lebih baik kualitasya.. tetapi katanya pertamax pertamina shell super yang oktannya sama tetep bagusan shell mungkin pertamax manipulasi ya? cinta produk negeri aja dah :D
ReplyDeletesalam kenal, mampir blog saya yak kalau sempet :D
selamat mbak, blognya juara! :D
ReplyDeletesaya blm berhasil, masih kalah jauh komplitnya dari mbak haha. Sukses mbak :)
Bener2 keren nih tulisannya.. Ga heran jadi jawara..
ReplyDeleteSelamaaattt ya, Mbak..
Keren banget siiih tulisannya, ajarin dooonk :-)
ReplyDeleteg pelit lah sesekali manjain motor pake pertamax....mb ell menginspirasi sekali...pas runtutan tulisannya,g tergesa2 (mengingat ini tulisan untuk GA),,,,T.O.P deh bwt mb ell
ReplyDeleteSeru idenya. Selamat, ya. :)
ReplyDeletebun, kemaren nemuin buku bun d ibf bandung :))
ReplyDeleteikutan ini yuk bun http://vanisadesfriani.blogspot.com/p/blog-page_19.html :)
SubhanaAllah, panjang banget mbak. Pantes banget jadi pemenang
ReplyDelete