Tulisan ini sebenarnya tidak
hendak diikutkan dalam even give away Pak Azzet. Berhubung sesuai dengan
temanya, sekalian saja kuikutkan. Ini kali kedua aku mengikuti give away Pak
Azzet. Yang pertama dulu tentang Asyiknya Ngeblog, dan tidak menang. Itu pertama
kalinya aku ikut even give away di blog, lho. Kebetulan saat itu aku menulis
tentang Asyiknya Ngeblog, lalu Windi Teguh menyuruhku mengikutsertakannya ke
even GA Pak Azzet yang kebetulan temanya serupa.
Awalnya aku kurang berminat
mengikuti even give away blogger, karena hadiahnya sedikit (jujur, xixixixi….).
Tetapi setelah kuikuti, banyak manfaat yang kudapatkan. Dulu, waktu belum
ikutan even-even GA seperti ini, jarang sekali pengunjung yang meninggalkan
komentar di postinganku. Padahal, kalau melihat statistik blog, banyak juga
yang membaca tulisanku. Eh, kenapa ya kok mereka tidak meninggalkan komentar? Setelah
mengikuti even-even GA, aku baru mengerti. Rupanya ada etika nge-blog. Even GA
itu adalah salah satu cara untuk mengeratkan silaturahim di antara blogger. Dengan
mengikuti GA, otomatis kita meninggalkan komentar di penyelenggara, menjadi
followernya, penyelenggara juga mungkin berminat menjadi follower kita, lalu di
kemudian hari akan saling blogwalking.
Jadi, kali ini pun aku mengikuti even
GA terbaru dari Pak Azzet. Temanya tentang “Senangnya Hatiku.” Banyak hal yang
membuat hatiku senang, tapi akan kuceritakan yang paling baru yaaaa…. Aku
senang karena sudah tidak memakai pembantu tumah tangga lagi. Lho? Kok senang? Bukannya
kerjaan rumah jadi semakin berat? Apalagi ketiga anakku masih kecil-kecil. Yang
dua masih balita, yang satu masih bayi umur 3,5 bulan. Rumahku jauh dari
tetangga dan saudara. Suami berangkat kerja pagi, pulang malam. Nyaris tak ada
yang membantuku.
Menjadi ibu rumah tangga dengan
tiga anak yang masih kecil-kecil memang cukup berat. Itu kenapa aku minta
tambahan satu pembantu lagi, setelah anak ketigaku lahir. Rasanya aku tak
sanggup melakukan semuanya sendiri: mengerjakan pekerjaan rumah tangga dan
mengasuh tiga anak yang masih di bawah umur 5 tahun. Sebelumnya, aku memakai
Bibi Cuci-Setrika. Masuk jam 6 pagi, pulang jam 10 pagi. Tapi sejak anak
ketigaku lahir, aku merasa kewalahan. Dua kakaknya lincah-lincah, berlarian ke
sana kemari sambil berteriak-teriak, mengganggu dede bayinya yang asyik
menyusu. Otomatis, bayiku susah
memejamkan mata dan harus digendong terus. Bagaimana aku bisa mengasuh
kakak-kakaknya yang masih harus dibuatkan susu, disuapi makan, dan dimandikan?
Aku pun mendapatkan satu pembantu
lagi, khusus mengasuh dua anakku, selain yang bayi. Anak yang bayi kuasuh
sendiri. Jadi aku bisa konsentrasi memberikan ASI Eksklusif. Pembantuku yang
kedua itu bukan orang yang cepat tanggap, kerjanya cenderung lelet, dan harus
selalu diberitahu apa yang harus dikerjakan. Kalau aku tidak menyuruhnya
memberi makan anak-anak, dia mesti tidak memberi makan anak-anak. Aku harus
mengawasinya terus menerus dan menanyakan hal yang sama setiap hari. “Bi,
anak-anak udah disuapin? Bi, nanti sebelum pulang, anak-anak dimandikan dulu
ya….”
Si bibi yang kedua ini, masuk
pagi pulang sore. Tapi, karena dia cenderung lelet, sering sekali pekerjaannya
tak selesai. Kalau tidak ditegur, anak-anakku sering tidak dimandikan dan
disuapi makan. Malah dia lebih sering tidur. Kalau anak-anak sudah berangkat
sekolah dan dia tidak ada kerjaan, tahu-tahu terlelap, menggelesor di lantai. Yah,
itulah suka dukanya. Sukanya, pekerjaanku memang terbantu. Setidaknya,
anak-anak bisa makan tiga kali sehari karena ada yang menyuapi. Kalau
sebelumnya, aku sering terlambat memberi makan karena sibuk mengurus si bayi.
Nyapu dibantuin Ismail (cuma akting :-D) |
Sampai akhirnya, si bibi cuci iri
dengan pekerjaan si bibi pengasuh, Si bibi cuci ini melihat sendiri bagaimana
santainya si bibi pengasuh. Jam sepuluh sudah leha-leha, duduk di sofa sambil
memperhatikan si bibi cuci mengepel. Di dalam benak si bibi cuci, “enak banget
ya, kerja santai, gajinya lebih besar dari gajiku.” Memang, gaji mereka
kubedakan, karena si bibi pengasuh kan kerjanya dari pagi sampai sore, jadi dapat gaji lebih besar. Si bibi cuci
mengeluhkan hal itu kepadaku. Wah, aku jadi bingung, bagaimana ini? Kalau gaji
si bibi cuci dinaikkan, bisa jebol kantungku. Terpaksa deh, si bibi pengasuh
kukurangi jam kerjanya dan otomatis kukurangi juga gajinya, jadi sama dengan si
bibi cuci. Teteeeep… si bibi cuci tidak terima, dia maunya gajinya dinaikkan. Kalau
dia minta dinaikkan, nanti si bibi pengasuh minta dinaikkan juga.
Bukannya pelit, tapi memang
keuangan keluargaku juga belum stabil, masih banyak cicilan kredit. Ambil dua
pembantu saja terpaksa dan niatnya hanya sampai dede bayi berusia 6 bulan. Si
bibi cuci mengancam akan berhenti kerja kalau
gajinya tidak dinaikkan, ya sudah aku terima ancamannya. Jadi bukan aku
yang memberhentikannya. Aku pun mengambil alih tugasnya, mencuci baju sendiri. Hanya
saja menyetrika kuserahkan ke si bibi pengasuh dengan catatan, gajinya
kunaikkan. Jadi aku hanya pakai satu pembantu. Baru seminggu berlalu, tahu-tahu
si bibi pengasuh ikut berhenti kerja. Katanya sakit dan merasa tidak enak
karena si bibi cuci dipecat, padahal dia sudah lama bekerja denganku.
Nyetrika dibantuin Sidiq (cuma akting :-D) |
Duh, aku tidak memecat. Aku kan
tidak menyanggupi permintaannya, dan kalau tidak kusanggupi, dia memang
mengundurkan diri. Sudahlah, aku pusing juga jadinya. Terbayang pekerjaan rumah
bejibun. Kenapa urusan dengan pembantu ini malah mempersulitku? Aku
mendiskusikannya ke suami, dan dia menyerahkan semuanya kepadaku. Baiklah.
Kuputuskan untuk tidak memakai jasa pembantu sama sekali. Akan kutunjukkan
bahwa aku bisa melakukan semuanya sendirian.
Ya, memang, mulanya badanku
pegal-pegal. Pekerjaan rumah tangga bukan hal sepele, apalagi ditambah dengan
mengasuh tiga anak kecil-kecil. Alhamdulilah, mungkin karena niatku kuat, semua
teratasi. Caranya, pekerjaan dilakukan sedikit-sedikit, jangan menunggu banyak.
Misalnya, nyuci baju biarpun baru sedikit, ya dicuci saja. Jangan ditumpuk.
Nyuci piring dan nyetrika juga begitu. Tadinya kupikir aku bakal tidak bisa
mengetik lagi, karena di hari-hari pertama, badanku pegal-pegal dan mata
mengantuk sampai tidak sanggup menyalakan komputer. Syukurlah, itu tidak
berlangsung lama. Tubuhku mulai terbiasa, dan aku bisa mengetik lagi di malam
hari, meskipun siang harinya kerja rodi, hihihihi…..
Kini, supaya tidak pegal-pegal, semua pekerjaan kulakukan dua hari sekali, kecuali nyuci piring, urus anak, dan memasak yang harus tiap hari. Alhamdulillah, kalau hari libur, suamiku mau membantu. Lumayan bisa mengistirahatkan badan.Uang belanja pun bisa dialokasikan ke hal lain, yang tadinya banyak buat bayar pembantu, sekarang bisa ngasih-ngasih ke orang tua dan sodara-sodara. Bisa juga buat beli bajuku dan anak-anak.
Senangnya hatiku, teringat kisah
Fatimah RA, putri Rasulullah Muhammad SAW yang meminta pembantu rumah tangga,
ketika merasa tak sanggup lagi melakukan pekerjaan rumah tangga. Rasulullah
menyuruhnya pulang kembali, tanpa diberikan seorang pembantu pun, dan
menganjurkan Fatimah untuk melafalkan tasbih, tahmid, dan takbir setiap kali merasa lelah setelah
melakukan pekerjaan rumah tangga. Jika Fatimah—yang anak pembesar Mekkah waktu
itu—tidak mendapatkan bantuan seorang pembantu, mengapa pula aku gusar? Ketika
Asma bertanya kepada Rasulullah, bila lelaki mendapatkan pahala jihad dari
kepergian mereka ke medan perang, bagaimana dengan para wanita? Rasul menjawab,
bahwa wanita juga mendapatkan pahala jihad dari pekerjaan mereka di rumah;
menjaga harta suami, mengurus rumah, dan mendidik anak-anak. Subhanallah! Hiburan
apa lagi yang mesti kita cari, wahai ibu rumah tangga, selain pengkabaran bahwa
kita akan mendapatkan pahala jihad dari tugas-tugas rumah tangga yang kita
lakukan?
Memang sih, pekerjaan rumah tangga
itu benar-benar tidak ada habisnya. Kalau boleh milih, aku lebih milih pergi ke
kantor, berdesakan di kereta api, dan diomeli bos, daripada melakukan pekerjaan
rumah tangga dan mengurus anak. Tapi, pekerjaan apa pun, kalau dilakukan dengan
keikhlasan, hasilnya memang berbeda. Hati senang dan tiada beban. Yah, meski
tetaaaap… malam sebelum tidur, pekerjaan rutinku bertambah: memijat kedua kaki
yang pegal-pegal.
---------------------------------------
Alhamdulillah, tulisan ini memenangkan GA Pak Azzet dan mendapatkan hadiah buku.
Alhamdulillah, tulisan ini memenangkan GA Pak Azzet dan mendapatkan hadiah buku.
Mba leyla hebaaaat.bisa ngerjain semuanya.msh bisa nulis lg
ReplyDeleteAlhamdulillaah... ya meski harus super sabaar :)
ReplyDeletekeren mba! saya anak baru satu aja berasa heboh banget :D
ReplyDeletetapi bener, lebih enak tanpa art & hidup jg lebih tenang..
susah dapet art yg oke.. yg ada malah jadi kesel sendiri klo art-nya lelet..
Sgt mengispirasi. Terutama unt ibu2 muda sepertiku yg baru mendapatkan anak kedua. Hampir putus asa karna anak kedua yg baru lahir suka ngajak begadang semalaman sedang anak pertama yg baru 3 tahunan msh suka cemburu dan msh butuh perhatian. Jika mbak yg punya anak 3 bisa masak yg baru dua kayak aku ngak...iya ga sih. Hehe
ReplyDeleteSip, semoga barokah mbak Dan dilimpahkan rejeki, beruntung suami memiliki anda, seorang istri yang telaten, ganbatte kudasai.
ReplyDeleteSip, semoga barokah mbak Dan dilimpahkan rejeki, beruntung suami memiliki anda, seorang istri yang telaten, ganbatte kudasai.
ReplyDeleteSalut mbak....
ReplyDeleteSalut mbak....
ReplyDeleteSupeeèeeeer.... aku baru punya satu sj sdh mrs kerepotan. Makasih ya mba. Jd punya smgt baru
ReplyDeleteHalo mb, salam kenal.. tulisannya sangat menginspirasi dan membuat saya lebih yakin lagi bisa hidup tanpa ART dengan 3 balita jg mbak (4th, 3th, dan 5 bln). Rencananya setelah lebaran nanti saya jg ingin melakukan segala sesuatunya sendiri tanpa bantuan ART mbak. Semoga saya bisa seperti mbak. Terimakasih
ReplyDeleteHalo mb, salam kenal.. tulisannya sangat menginspirasi dan membuat saya lebih yakin lagi bisa hidup tanpa ART dengan 3 balita jg mbak (4th, 3th, dan 5 bln). Rencananya setelah lebaran nanti saya jg ingin melakukan segala sesuatunya sendiri tanpa bantuan ART mbak. Semoga saya bisa seperti mbak. Terimakasih
ReplyDeleteMba rahayu gmn? Berhasilkah hidup tanpa ART? Sharing dong mba.. Saya jg ingin ga pke ART lg stlh lebaran. ART bnyk bikin mkn hati nya.
DeleteThis comment has been removed by the author.
DeleteWow... hebat masih bisa nulis, ini yg blm sy wujudkan Mb.. bagi resep donk ..ttp bisa berkreasi
ReplyDeleteWow... hebat masih bisa nulis, ini yg blm sy wujudkan Mb.. bagi resep donk ..ttp bisa berkreasi
ReplyDeleteMba Leyla hebat.. Ga ada ART apakah anak2 lebih terkontrol mba? Anak saya yg besar 2thn9bln yg kecil 1.5bln. Sama seperti pengalaman mba, anak yg besar triak2 n usil ganggu adiknya menyusu. Sedangkan ART gaya nya makin bikin pusing ditambah suka clepto..
ReplyDeleteMba Leyla hebat.. Ga ada ART apakah anak2 lebih terkontrol mba? Anak saya yg besar 2thn9bln yg kecil 1.5bln. Sama seperti pengalaman mba, anak yg besar triak2 n usil ganggu adiknya menyusu. Sedangkan ART gaya nya makin bikin pusing ditambah suka clepto..
ReplyDeleteHebat mbak..saya baru satu udah mw peccah ini kepala hehehehe
ReplyDeleteBenar sekali, Islam sangat mengapresiasi kerja seorang ibu rumah tangga. Rasulullah tidak memberikan Fatimah seorang pembantu yang diinginkannya, sebaliknya mendapat motivasi besar untuk mengerjakan pekerjaan rumah sendiri. Namun ada kalanya, seorang ibu rumah tangga juga berprofesi di luar rumah. Atau boleh jadi, dia punya orangtua lansia yang perlu diurus sementara dia sendiri tidak memiliki keterampilan merawat lansia. Pusiiingggg.... Bagaimana solusinya, mbak?
ReplyDelete