Sunday, October 7, 2012

PLN... Oh... PLN


Kemarin, tanggal 3 Oktober 2012, aku sudah berniat untuk mengetik tulisan demi mengikuti kontes blog yang diselenggarakan oleh blogdetik dan PLN, berjudul, “Harapanku Untuk PLN.” Setelah menyelesaikan urusan anak-anak, memandikan, menyuapi makan, dan terutama menidurkan anakku yang masih bayi, jam 9.30 pagi, aku melirik komputerku yang sudah menunggu. Ah, tapi aku masih harus memasak nasi untuk makan siang nanti. Jadi, aku mencuci beras dulu. Masak nasi sekarang jauh lebih mudah sejak ditemukannya rice cooker. Seperti ibu-ibu perkotaan lainnya (meskipun aku tinggal di kampung :D), aku juga masak nasi dengan rice cooker. Sayangnya, saat beras sudah siap dimasukkan ke dalam rice cooker, eeeeeh… mati listrik!


Jam sepuluh pagi, mati listrik. Aku langsung teringat kejadian beberapa hari sebelumnya. Saat itu masih ada tukang bangunan di rumahku. Listrik juga mati sekitar jam 10. Masalahnya, berhubung si tukang bangunan sedang memakai banyak air untuk mengaduk pasir dan semen, air di penampungan pun habis. Mesin air, yang sudah pasti juga menggunakan tenaga listrik, jadi melompong tak berguna tanpa adanya listrik. Ironisnya, listrik baru hidup di sore hari. Bayangkan, seharian tanpa air. Dan kejadian itu terulang lagi. Listrik baru hidup menjelang sore. Beras yang sudah terlanjur dicuci, terpaksa harus dimasak dengan cara tradisional, menggunakan kompor gas, diaron dan dikukus. Ribeeet….. Jadilah tulisan ini bukan sekadar diikutsertakan untuk kontes blog “Harapanku Untuk PLN,” tapi juga sebagai ajang mengeluarkan uneg-uneg yang terpendam terhadap PLN. 

Sebagai ibu rumah tangga yang sehari-hari bergelut dengan urusan domestik, listrik memang sangat penting. Bagaikan nyawa kedua. Hidup tidak hidup tanpa listrik. Apalagi hampir semua urusan rumah tangga menggunakan peralatan elektronik  yang memerlukan bantuan listrik. Masak nasi di rice cooker, menyimpan makanan di kulkas, mencuci baju dengan mesin cuci, udara panas diatasi dengan AC atau kipas angin, menghidupkan air dengan mesin air, memanaskan air di dispenser, dan terutama, berhubung aku juga suka menulis, komputerku benar-benar mengandalkan energi listrik. Aku tidak punya laptop atau netbook yang bisa menyimpan energi listrik selama beberapa jam. Kalau listrik mati, otomatis komputerku juga mati.

Waaaah…. Ternyata aku—dan kita—benar-benar mengandalkan listrik untuk hidup. Sehari tak ada listrik, bingung mau melakukan apa. Mau tidur pun tak bisa, karena udara panas, tak nyaman tidur tanpa kipas angin. Ironisnya, penyedia listrik di tanah air kita, yaitu PLN, Perusahaan Listrik Negara, menjalankan praktek monopoli, yang berarti hanya PLN satu-satunya yang menyediakan listrik. Jadi, kalau listrik PLN mati, kita hanya bisa pasrah menerima. Tak bisa berpindah ke lain hati. Mengapa? Ya, karena listrik adalah energi tak terbarukan, terbatas, jadi harus dikuasai oleh negara. Begitu yang kupelajari sewaktu duduk di bangku SMA dulu. 

Lalu, apakah karena itu kita jadi benar-benar pasrah terhadap apa pun yang dilakukan oleh PLN?  Aku pernah memasang status di facebook, tentang keluhanku terhadap PLN yang memadamkan listrik secara tiba-tiba. Lalu, ada teman yang menimpali statusku. Katanya, masih mending aku  bisa menikmati listrik. Bagaimana dengan orang-orang di pedalaman Indonesia sana, yang belum terjangkau aliran listrik. Mereka harus hidup tiap hari tanpa listrik. Teman facebookku itu menyuruhku berprasangka baik saja terhadap PLN, karena dia punya teman yang bekerja di PLN, dan mereka (PLN) sudah berusaha sebaik mungkin untuk memberikan pelayanan terhadap konsumen. 

Antara emosi dan mikir, yaaa.. kutelan saja deh imbauannya itu. Dari sisiku sendiri, tetap tidak terima mendapatkan pemadaman listrik secara tiba-tiba pada jam-jam di mana listrik sedang amat dibutuhkan. Lah, aku kan sudah bayar. Sedangkan kalau berpikir tentang orang-orang pedalaman yang belum mendapatkan pasokan listrik itu, eehmmmmm….. (susah ngomong jadinya). Kalaupun aku sudah bayar, ada bagian yang disubsidi oleh pemerintah, meskipun tarif dasar listrik naik terus. Tapi, kalau konsumen hanya pasrah menerima semua keputusan PLN, mentang-mentang PLN satu-satunya perusahaan listrik di Indonesia, apakah tidak ada kemungkinan kita (rakyat) menjadi permainan oknum-oknum KKN di dalam tubuh PLN? (bahasanya mulai berat, niiih….) 

Berdasarkan pengalamanku sendiri, hanya soal pemadaman listrik yang tiba-tiba dan lama itu saja yang membuatku kecewa terhadap PLN. Belakangan ini, tidak ada pemberitahuan lagi kalau mau ada pemadaman. Lho, memangnya dulu ada? Ya, dulu pernah beberapa kali ada surat edaran kalau mau ada pemadaman listrik dari jam 10 pagi sampai jam 5 sore. Lama yah? Katanya, mau ada perbaikan atau perawatan jaringan. Berhubung sudah ada pemberitahuan, jadi aku bisa siap-siap. Sejak Subuh, semua yang ada urusannya dengan listrik, segera diselesaikan. Nah, kalau tidak ada pemberitahuan, ya repot jadinya. Banyak urusan belum selesai, eh listriknya sudah mati. 

Berhubung PLN hanya satu-satunya perusahaan yang boleh menyediakan listrik, peluang KKN memang terbuka lebar, terutama untuk bagian-bagian yang berhubungan dengan masyarakat. Misalnya saja, mau menambah daya, membuka sambungan baru, membayar tagihan listrik yang terlambat, dan lain-lain. Memang nilai nominalnya tidak banyak, tapi kalau diakumulasikan dengan jumlah konsumen yang membutuhkan, ya lumayan juga. Lagipula, korupsi sekecil apa pun tetap saja dosa. Eh, koruptor mah udah kebal kali yah dengan ancaman dosa. Yang lebih tepatnya, korupsi sekecil apa pun tetap saja merugikan. 

Alhamdulillah, PLN telah berkomitmen untuk mewujudkan program PLN Bersih, semacam program bersih-bersih dari kemungkinan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Misalnya saja dengan Program Sejuta Sambungan Baru, di mana  prosesnya tidak berbelit-belit dan memakai biaya yang normal (bukan yang sudah dimark-up oleh oknum koruptor). Untuk urusan membayar tagihan listrik pun, kini bisa dilakukan via ATM. Aku termasuk salah satu konsumen yang telah memanfaatkannya. Setiap bulan, suamiku membayar listrik melalui ATM. Pembayaran via ATM ini lebih transparan. Tidak perlu ada tambahan biaya untuk petugas pencatat. Lalu ada listrik pra bayar, yang bayarnya menggunakan voucher seperti pulsa handphone. Listrik akan mati sendiri kalau pulsanya habis. Konsumen pun bisa irit listrik, karena pemakaian listrik sudah ditentukan sebelumnya. Misalnya, isi pulsa listrik Rp 100.000, begitu pulsanya habis ya listriknya mati. PLN pun tidak dirugikan dengan adanya pencurian listrik. Sudah menjadi rahasia umum kalau ada oknum masyarakat yang suka mencuri listrik, misalnya dari tiang listrik, sebisa-bisa mereka menyiasati bagaimana mengambil pasokan listrik tanpa harus membayar. 

Mengingat, menimbang, dan memutuskan, bahwa listrik adalah hal  penting dalam hidup kita, maka niat baik PLN dengan program PLN Bersih-nya itu harus diapresiasi dan didukung oleh kita. Di zaman modern ini, kita akan ketinggalan kalau tidak ada pasokan listrik yang memadai. Bayangkan, semua alat elektronik menggunakan listrik! Kalau disuruh balik ke zaman primitif, bisa-bisa kita ketinggalan kereta, karena semua berjalan lambat. Masak nasi pakai kukusan, lama  nian dibandingkan pakai rice cooker. Mencuci baju dengan tangan, perlu waktu berapa jam dibandingkan dengan mesin cuci? Di dunia industri juga mesin-mesin digerakkan oleh listrik. Kalau tidak ada listrik, kapan selesainya itu produksi segala macam benda? Tapii… ya jangan PLN saja yang disuruh membenahi diri. Kita sendiri, sebagai masyarakat pengguna listrik, harus sebijak mungkin memanfaatkannya. Maka, saya setuju sekali kalau tarif dasar listrik untuk daya 2300 watt ke atas itu dinaikkan saja, supaya pemakainya bisa berhemat, hehehehe…… Berhubung saya hanya pakai 900 watt, jadi aman. Bagaimana mau boros, baru menghidupkan setrikaan dan rice cooker bersamaan saja sudah anjlok listriknya. 

Listrik untuk hidup yang lebih baik, komitmen bersama antara PLN dan konsumen, setujuuu?
  


5 comments:

  1. tulisan yg bagus...sy jadi ingat waktu masuk ke pedalaman baduy & halimun,.no electric, no signal and no cry..hrsnya masyarakat kota bisa lebih sadar lagi bagaimana pentingnya listrik, pulau jawa adalah pulau yang paling "rakus" listrik, tpi tidak semua lapisan menikmatinya..dukung PLN utk menjadi lebih baik & sadar hemat listrik ;)

    ReplyDelete
  2. Setuju mb, listrik emang gak bisa lepas dari aktivitas kita. sukses buat lombanya....yuk semua mampir ke rumahku, bahas ttg PLN juga,

    http://nurulhabeeba.blogspot.com/2012/10/pln-terangilah-indonesiaku.html?showComment=1349718219638#c7425507620804701113

    ReplyDelete
  3. PLN OH PLN, KAPAN KAMU HIDUP NORMAL LAGI....

    ReplyDelete

Terima kasih atas komentarnya.
Mohon gunakan kata-kata yang sopan dan santun yaaa.....