Kemarin, tanggal 3 Oktober 2012,
aku sudah berniat untuk mengetik tulisan demi mengikuti kontes blog yang
diselenggarakan oleh blogdetik dan PLN, berjudul, “Harapanku Untuk PLN.”
Setelah menyelesaikan urusan anak-anak, memandikan, menyuapi makan, dan
terutama menidurkan anakku yang masih bayi, jam 9.30 pagi, aku melirik
komputerku yang sudah menunggu. Ah, tapi aku masih harus memasak nasi untuk
makan siang nanti. Jadi, aku mencuci beras dulu. Masak nasi sekarang jauh lebih
mudah sejak ditemukannya rice cooker. Seperti ibu-ibu perkotaan lainnya
(meskipun aku tinggal di kampung :D), aku juga masak nasi dengan rice cooker. Sayangnya,
saat beras sudah siap dimasukkan ke dalam rice cooker, eeeeeh… mati listrik!
Jam sepuluh pagi, mati listrik. Aku
langsung teringat kejadian beberapa hari sebelumnya. Saat itu masih ada tukang
bangunan di rumahku. Listrik juga mati sekitar jam 10. Masalahnya, berhubung si
tukang bangunan sedang memakai banyak air untuk mengaduk pasir dan semen, air
di penampungan pun habis. Mesin air, yang sudah pasti juga menggunakan tenaga
listrik, jadi melompong tak berguna tanpa adanya listrik. Ironisnya, listrik
baru hidup di sore hari. Bayangkan, seharian tanpa air. Dan kejadian itu
terulang lagi. Listrik baru hidup menjelang sore. Beras yang sudah terlanjur
dicuci, terpaksa harus dimasak dengan cara tradisional, menggunakan kompor gas,
diaron dan dikukus. Ribeeet….. Jadilah tulisan ini bukan sekadar diikutsertakan
untuk kontes blog “Harapanku Untuk PLN,” tapi juga sebagai ajang mengeluarkan
uneg-uneg yang terpendam terhadap PLN.
Sebagai ibu rumah tangga yang
sehari-hari bergelut dengan urusan domestik, listrik memang sangat penting.
Bagaikan nyawa kedua. Hidup tidak hidup tanpa listrik. Apalagi hampir semua
urusan rumah tangga menggunakan peralatan elektronik yang memerlukan bantuan listrik. Masak nasi
di rice cooker, menyimpan makanan di kulkas, mencuci baju dengan mesin cuci, udara
panas diatasi dengan AC atau kipas angin, menghidupkan air dengan mesin air, memanaskan
air di dispenser, dan terutama, berhubung aku juga suka menulis, komputerku
benar-benar mengandalkan energi listrik. Aku tidak punya laptop atau netbook
yang bisa menyimpan energi listrik selama beberapa jam. Kalau listrik mati,
otomatis komputerku juga mati.
Waaaah…. Ternyata aku—dan
kita—benar-benar mengandalkan listrik untuk hidup. Sehari tak ada listrik,
bingung mau melakukan apa. Mau tidur pun tak bisa, karena udara panas, tak
nyaman tidur tanpa kipas angin. Ironisnya, penyedia listrik di tanah air kita,
yaitu PLN, Perusahaan Listrik Negara, menjalankan praktek monopoli, yang
berarti hanya PLN satu-satunya yang menyediakan listrik. Jadi, kalau listrik
PLN mati, kita hanya bisa pasrah menerima. Tak bisa berpindah ke lain hati. Mengapa?
Ya, karena listrik adalah energi tak terbarukan, terbatas, jadi harus dikuasai
oleh negara. Begitu yang kupelajari sewaktu duduk di bangku SMA dulu.
Lalu, apakah karena itu kita jadi
benar-benar pasrah terhadap apa pun yang dilakukan oleh PLN? Aku pernah memasang status di facebook,
tentang keluhanku terhadap PLN yang memadamkan listrik secara tiba-tiba. Lalu,
ada teman yang menimpali statusku. Katanya, masih mending aku bisa menikmati listrik. Bagaimana dengan
orang-orang di pedalaman Indonesia sana, yang belum terjangkau aliran listrik. Mereka
harus hidup tiap hari tanpa listrik. Teman facebookku itu menyuruhku
berprasangka baik saja terhadap PLN, karena dia punya teman yang bekerja di
PLN, dan mereka (PLN) sudah berusaha sebaik mungkin untuk memberikan pelayanan
terhadap konsumen.
Antara emosi dan mikir, yaaa..
kutelan saja deh imbauannya itu. Dari sisiku sendiri, tetap tidak terima
mendapatkan pemadaman listrik secara tiba-tiba pada jam-jam di mana listrik
sedang amat dibutuhkan. Lah, aku kan sudah bayar. Sedangkan kalau berpikir
tentang orang-orang pedalaman yang belum mendapatkan pasokan listrik itu, eehmmmmm…..
(susah ngomong jadinya). Kalaupun aku sudah bayar, ada bagian yang disubsidi
oleh pemerintah, meskipun tarif dasar listrik naik terus. Tapi, kalau konsumen
hanya pasrah menerima semua keputusan PLN, mentang-mentang PLN satu-satunya
perusahaan listrik di Indonesia, apakah tidak ada kemungkinan kita (rakyat)
menjadi permainan oknum-oknum KKN di dalam tubuh PLN? (bahasanya mulai berat,
niiih….)
Berdasarkan pengalamanku sendiri,
hanya soal pemadaman listrik yang tiba-tiba dan lama itu saja yang membuatku
kecewa terhadap PLN. Belakangan ini, tidak ada pemberitahuan lagi kalau mau ada
pemadaman. Lho, memangnya dulu ada? Ya, dulu pernah beberapa kali ada surat
edaran kalau mau ada pemadaman listrik dari jam 10 pagi sampai jam 5 sore. Lama
yah? Katanya, mau ada perbaikan atau perawatan jaringan. Berhubung sudah ada
pemberitahuan, jadi aku bisa siap-siap. Sejak Subuh, semua yang ada urusannya
dengan listrik, segera diselesaikan. Nah, kalau tidak ada pemberitahuan, ya
repot jadinya. Banyak urusan belum selesai, eh listriknya sudah mati.
Berhubung PLN hanya satu-satunya
perusahaan yang boleh menyediakan listrik, peluang KKN memang terbuka lebar,
terutama untuk bagian-bagian yang berhubungan dengan masyarakat. Misalnya saja,
mau menambah daya, membuka sambungan baru, membayar tagihan listrik yang terlambat,
dan lain-lain. Memang nilai nominalnya tidak banyak, tapi kalau diakumulasikan
dengan jumlah konsumen yang membutuhkan, ya lumayan juga. Lagipula, korupsi
sekecil apa pun tetap saja dosa. Eh, koruptor mah udah kebal kali yah dengan
ancaman dosa. Yang lebih tepatnya, korupsi sekecil apa pun tetap saja
merugikan.
Alhamdulillah, PLN telah
berkomitmen untuk mewujudkan program PLN Bersih, semacam program bersih-bersih
dari kemungkinan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Misalnya saja dengan Program
Sejuta Sambungan Baru, di mana prosesnya
tidak berbelit-belit dan memakai biaya yang normal (bukan yang sudah dimark-up
oleh oknum koruptor). Untuk urusan membayar tagihan listrik pun, kini bisa
dilakukan via ATM. Aku termasuk salah satu konsumen yang telah memanfaatkannya.
Setiap bulan, suamiku membayar listrik melalui ATM. Pembayaran via ATM ini
lebih transparan. Tidak perlu ada tambahan biaya untuk petugas pencatat. Lalu
ada listrik pra bayar, yang bayarnya menggunakan voucher seperti pulsa
handphone. Listrik akan mati sendiri kalau pulsanya habis. Konsumen pun bisa
irit listrik, karena pemakaian listrik sudah ditentukan sebelumnya. Misalnya,
isi pulsa listrik Rp 100.000, begitu pulsanya habis ya listriknya mati. PLN pun
tidak dirugikan dengan adanya pencurian listrik. Sudah menjadi rahasia umum
kalau ada oknum masyarakat yang suka mencuri listrik, misalnya dari tiang
listrik, sebisa-bisa mereka menyiasati bagaimana mengambil pasokan listrik
tanpa harus membayar.
Mengingat, menimbang, dan
memutuskan, bahwa listrik adalah hal
penting dalam hidup kita, maka niat baik PLN dengan program PLN
Bersih-nya itu harus diapresiasi dan didukung oleh kita. Di zaman modern ini,
kita akan ketinggalan kalau tidak ada pasokan listrik yang memadai. Bayangkan,
semua alat elektronik menggunakan listrik! Kalau disuruh balik ke zaman
primitif, bisa-bisa kita ketinggalan kereta, karena semua berjalan lambat. Masak
nasi pakai kukusan, lama nian
dibandingkan pakai rice cooker. Mencuci baju dengan tangan, perlu waktu berapa
jam dibandingkan dengan mesin cuci? Di dunia industri juga mesin-mesin
digerakkan oleh listrik. Kalau tidak ada listrik, kapan selesainya itu produksi
segala macam benda? Tapii… ya jangan PLN saja yang disuruh membenahi diri. Kita
sendiri, sebagai masyarakat pengguna listrik, harus sebijak mungkin
memanfaatkannya. Maka, saya setuju sekali kalau tarif dasar listrik untuk daya
2300 watt ke atas itu dinaikkan saja, supaya pemakainya bisa berhemat,
hehehehe…… Berhubung saya hanya pakai 900 watt, jadi aman. Bagaimana mau boros,
baru menghidupkan setrikaan dan rice cooker bersamaan saja sudah anjlok
listriknya.
Listrik untuk hidup yang lebih
baik, komitmen bersama antara PLN dan konsumen, setujuuu?
makasih infonya, mbak
ReplyDeleteOk.. :)
ReplyDeletetulisan yg bagus...sy jadi ingat waktu masuk ke pedalaman baduy & halimun,.no electric, no signal and no cry..hrsnya masyarakat kota bisa lebih sadar lagi bagaimana pentingnya listrik, pulau jawa adalah pulau yang paling "rakus" listrik, tpi tidak semua lapisan menikmatinya..dukung PLN utk menjadi lebih baik & sadar hemat listrik ;)
ReplyDeleteSetuju mb, listrik emang gak bisa lepas dari aktivitas kita. sukses buat lombanya....yuk semua mampir ke rumahku, bahas ttg PLN juga,
ReplyDeletehttp://nurulhabeeba.blogspot.com/2012/10/pln-terangilah-indonesiaku.html?showComment=1349718219638#c7425507620804701113
PLN OH PLN, KAPAN KAMU HIDUP NORMAL LAGI....
ReplyDelete