Gambar dari sini |
Kisah
di atas hanya sebagian kecil dari sikap kepemimpinan antikorupsi yang dimiliki
oleh Umar bin Abdul Aziz, salah seorang pemimpin Islam, yang dianggap sebagai
Khulafaur Rasyidin yang ke-5. Kesederhanaan dan sikap hati-hatinya, patut
dijadikan teladan oleh kita. Jangankan mengkorupsi harta negara yang jumlahnya
trilyunan, mengkorupsi sebatang lilin pun beliau tak mau. Bahkan, ketika
diangkat sebagai Khalifah (pemimpin negara), Umar sempat menolak. Namun, rakyat
tetap memilihnya sebagai pemimpin, sehingga beliau menjalankan amanahnya.
Umar
bin Abdul Aziz, menolak kendaraan dinas dan memilih menggunakan kendaraannya
sendiri. Sesaat setelah diangkat menjadi khalifah, para pengawal datang
mengantarkan kendaraan khusus kekhalifahan. Umar berkata: “Bawalah kendaraan
ini ke pasar, dan juallah. Hasilnya disimpan di Baitul Maal. Saya cukup
menggunakan kendaraan sendiri.” Baitul Maal adalah lembaga zakat tempat
menyimpan harta negara yang kemudian digunakan untuk keperluan rakyat.
Umar
amat berhati-hati menggunakan uang negara, bahkan ia memilih untuk tidak
menggunakannya sama sekali. Hidupnya sangat sederhana, meskipun telah menjadi
pemimpin negara. Sebelum diangkat menjadi Khalifah, kekayaannya berjumlah 40 ribu
dinar. Setelah wafat, kekayaannya justru berkurang sehingga hanya menjadi 400
dinar. Bandingkan dengan para pejabat kita yang justru bertambah banyak sekali
kekayaannya setelah menjabat sebagai pemimpin atau wakil rakyat. Seakan tak
cukup gaji yang diambil dari pajak rakyat, masih juga mengkorupsi uang rakyat.
Membaca
dan melihat berita tentang korupsi di media massa dan televisi, membuat kita
muak dan geram. Di tengah penderitaan bayi-bayi yang terkena busung lapar, anak-anak
sekolah yang tak dapat sekolah karena sekolahnya rusak, anak-anak yang tak
tertolong karena biaya rumah sakit yang mencekik, rakyat yang kelaparan, dan
penderitaan-penderitaan lainnya, para wakil rakyat justru sibuk mengkorupsi
uang rakyat. Secercah harapan muncul ketika Pemerintahan Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono berkomitmen untuk memberantas korupsi dengan membentuk Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun, harapan mulai terkikis manakala proses
pemberantasan korupsi itu tidak berjalan mulus. Ada saja hambatan yang dihadapi
oleh KPK dalam melakukan tugasnya, ditambah hukuman yang dijatuhkan kepada para
koruptor yang lebih ringan dibandingkan kerugian yang diakibatkan.
Korupsi, Dimulai dari Kecil
Bagaimana
awalnya seseorang bisa melakukan tindakan korupsi? Korupsi besar sesungguhnya
dimulai dari korupsi kecil. Diawali oleh sebuah pemakluman, “ah, hanya
mengambil sedikit kok…” Lama-lama, perbuatan itu menjadi biasa. Sedikit-sedikit
lama-lama menjadi bukit. Umar bin Abdul Aziz, menghindari korupsi, meskipun
sedikit. Misalnya seperti kisah di atas. Beliau tidak mau memakai lilin negara,
padahal berapakah harga lilin? Tidak mahal. Apakah kita sudah meneladaninya?
Mungkin kita lupa, korupsi kecil-kecilan yang kita lakukan dengan pemakluman,
“ah, hanya sedikit….” Karyawan yang bekerja di kantor, sesekali menggunakan
kertas kantor untuk keperluan pribadi, internet kantor untuk keperluan pribadi,
bahkan listrik kantor untuk keperluan pribadi. Tanpa izin pemilik kantor, sekecil apa pun, dapat
disebut dengan korupsi. Dan yang sedikit itu, lama-lama menjadi bukit.
Kendaraan
dinas, misalnya. Semestinya kendaraan dinas hanya digunakan untuk urusan dinas,
tetapi sering sekali kendaraan berplat merah itu digunakan untuk kepentingan
pribadi. Itu dari sisi koruptor. Jangan-jangan kita sendiri juga telah
memberikan peluang terselenggaranya perbuatan korupsi para koruptor. Misalnya
dalam urusan surat-menyurat yang berkaitan dengan birokrasi. Mau mengurus SIM,
supaya cepat, kita pilih lewat “jalan belakang.” Harganya memang lebih mahal,
tapi prosesnya lebih cepat.
Korupsi, Dimulai dari Keluarga
Siapakah
orang tua Umar bin Abdul Aziz sehingga tercipta sosok pemimpin antikorupsi yang
sederhana dan merakyat? Mari kita simak kisah berikut ini:
Suatu
malam, Umar bin Khattab, salah seorang sahabat Nabi Muhammad Saw, yang kala itu
menjabat sebagai Amirul Mukminin, sedang berjalan-jalan ke seluruh Kota Madinah
untuk keadaan rakyatnya dari dekat.
Menjelang pagi, beliau merasa lelah dan beristirahat di sebuah rumah. Terdengar
sebuah percakapan antara seorang ibu dengan anak gadisnya, dari rumah yang
dekat dengan rumah tempatnya beristirahat. Rupanya itu adalah rumah seorang
penjual susu. Sang ibu berniat mencampur susu jualannya dengan air, tetapi anak
gadisnya melarang. Ibunya berdalih bahwa semua penjual susu melakukannya dan lagipula Amirul Mukimin Umar
bin Khattab tak mengetahuinya. Anak gadisnya menjawab, bahwa meskipun Umar tak
melihat, tetapi Allah melihat.
Mendengar
percakapan itu, Umar bin Khattab menangis. Ia lalu kembali ke rumahnya dan
memanggil anaknya, Ashim bin Umar bin Khattab. Umar memerintahkan Ashim untuk
mendatangi rumah si gadis dan menyelidiki keluarganya. Ashim menuruti perintah
ayahnya. Setelah Ashim menyelidiki keluarga si gadis, Umar berkata; “Pergi dan
temuilah mereka. Lamarlah anak gadisnya menjadi istrimu. Insya Allah ia akan
memberi berkah kepadamu dan anak keturunanmu. Mudah-mudahan ia dapat memberi
keturunan seorang pemimpin bangsa.”
Ashim
menuruti perintah ayahnya. Dari pernikahan itu, Umar bin Khattab dikaruniai
cucu perempuan bernama Laila, yang kelak dipanggil dengan sebutan Ummi Ashim. Ummi
Ashim menikah dengan Abdul Aziz bin Marwan, Gubernur Mesir. Dari pernikahan itu, lahirlah Umar bin Abdul
Aziz. Sehingga jelas, bagaimana garis keturunan Umar bin Abdul Aziz. Kakek
buyutnya adalah Umar bin Khattab, salah seorang Khulafaur Rasyidin, yang
terkenal amanah dan tegas dalam kepemimpinannya. Neneknya adalah anak penjual
susu yang jujur dan tidak mau mencampur susunya dengan air. Maka, alangkah
wajarnya apabila Umar bin Abdul Aziz menjelma menjadi seorang pemimpin yang
amanah, jujur, sederhana, dan antikorupsi.
Bagaimana
dengan keluarga kita? Sudahkah kita menjauhkan keluarga kita dari tindakan
korupsi sekecil apa pun? Sebab, harta yang berasal dari hasil korupsi, akan
dimakan oleh anak keturunan kita, menjelma menjadi darah dan daging. Darah dan
daging seperti apakah yang akan membentuk anak-anak yang diberi makan oleh
harta hasil korupsi? Orang tua yang korupsi, pasti akan menghasilkan anak-anak
berakhlak buruk karena diberi makan dari hasil korupsi.
Peran Serta Masyarakat dalam Upaya
Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi
1. Menjauhkan
diri dari tindakan korupsi sekecil apa pun, karena dari yang kecil itu
lama-lama menjadi besar.
2.
Menanamkan budaya antikorupsi sejak dari
lini terkecil, alias keluarga. Orang tua harus menjauhkan diri dari perbuatan
korupsi, tidak memberi makan anak-anaknya dari harta hasil korupsi, dan
mengajarkan kejujuran kepada anak-anak sedari kecil.
3.
Tidak memberi kesempatan kepada koruptor
untuk melakukan tindakan korupsi. Misalnya dalam pengurusan surat-surat yang
membuka celah korupsi, gunakan jalan biasa, bukan jalan cepat dengan menambah
biaya yang akan masuk ke kantong koruptor.
4.
Laporkan ke pihak berwenang, misalnya
KPK atau LSM antikorupsi, apabila menemukan atau melihat adanya tindak pidana
korupsi.
5. Menjadikan
pemimpin-pemimpin jujur sebagai suri teladan untuk dicontoh perilaku mereka
dalam keseharian, contohnya Umar bin Abdul Aziz.
Semoga
negara kita terbebas dari perilaku korupsi, baik oleh pejabat negara maupun
masyarakatnya, menjadi negara yang diberkahi, makmur, dan sejahtera.
*************
Pendidikan dan pembentukan karakter pribadi, yg paling utama memang dr keluarga. Maka tak heran jk korupsi pun sebenarnya termulai [secara tak sengaja] dr unit trekecil sosial yaitu: rumah/ kleuarga
ReplyDeleteBetul, mba Ririe.. terimakasih sudah mampir :)
DeletePribadi Umar bin Abdul Aziz memang luar biasa. Demikianlah semestinya setiap orang yang mengaku beriman. Sungguh, hal ini menjadi teladan bagi kita semua. Dengan demikian, negara yang dasar negaranya Pancasila, dan sila pertamanya berbunyi "Ketuhanan Yang Maha Esa" ini benar-benar bisa menunjukkan bahwa warganya benar2 antikorupsi.
ReplyDeleteSemoga anak keturunan kita bisa meneladani beliau ya, Pak Akhmad. Terima kasih sudah mampir :)
ReplyDeleteBuanyak banget kisa teladan yang bisa kita ambil dari kisah2 toko Islam yang bisa diambil hikmahnya. Dan contoh itu sering juga sama dengan realita sekarng.
ReplyDeleteSalam Takzim
ReplyDeleteMemang tak akan mampu para pemimpin masa kini jika menjadikan almukarom Umar bin Abdul Aziz, tetapi minimal untuk mencari pemimpin carilah yang terbiasa antikorupsi sedari dini.
Salam sehat dan Takzim Batavusqu
Maha Suci Allah swt yg telah menjadikan manusia sebagai khalifah di muka bumi.
ReplyDeleteIni adlh contoh pmimpin terbaik umat.
Seharusnya setiap pemimpin bangsa kita bisa mempelajari kepemimpinan Umar.