Kamu sudah pernah menonton film kartun Happy Feet? Film yang
cukup terkenal itu mengisahkan tentang Mumble, seekor penguin yang bisa menari,
tapi tidak bisa menyanyi. Alhasil, ia menjadi pecundang. Meskipun tariannya
bagus, rasanya percuma kalau tidak didukung dengan suara yang oke. Demi
menghapus kesedihannya, Mumble pun memilih meningggalkan rumahnya dengan tujuan
mulia; mencari ikan yang akhir-akhir ini sulit didapatkan.
Petualangan Mumble dalam Happy Feet, berakhir di sebuah
kebun binatang di Amerika. Akibat mengikuti kapal penarik ikan yang menyebabkan
ikan-ikan menghilang, Mumble terdampar
di Amerika dan masuk ke kebun binatang. Di sana, ia mendapati dirinya hidup di
dunia kepalsuan. Kandangnya memang terlihat seperti hamparan salju sebagaimana
yang terdapat di rumahnya di Kutub, tetapi itu palsu. Semua hanya hiasan di
kaca, dan bahkan Mumble sadar dirinya menjadi pusat perhatian makhluk lain. Makhluk
yang memandangnya dari balik kaca. Manusia.
Pada adegan itu, saya teringat hewan-hewan yang terkurung di
kebun binatang. Khususnya kebun binatang ragunan, satu-satunya kebun binatang
yang dekat dengan tempat tinggal saya dan cukup sering saya kunjungi, terutama setelah punya anak. Apakah
perasaan binatang-binatang itu juga sama seperti perasaan Mumble yang terkurung
di padang saljunya yang palsu? Merasa sedih dan tertipu? Terkurung di ruangan
sempit, di kebun binatang, dan menjadi obyek perhatian. Tidak bisa pergi lebih
jauh lagi, selain kandang yang mereka tempati. Terlebih binatang-binatang macam
monyet dan burung, yang terkurung di kandang sempit. Betapa tersiksanya.
Terkurung di kandang sempit, adalah salah satu penderitaan
binatang. Yang lebih menderita lagi, manakala mereka tidak diberi makan dengan
layak, padahal mereka tidak diberi kebebasan untuk mencari makan sendiri. Sebagaimana
yang terjadi di kebun binatang Surabaya. Betapa memprihatinkan. Menurut berita
yang dilansir oleh situs VOA Indonesia, tertanggal 11 September 2012, 130 satwa di KebunBinatang Surabaya (KBS) mati 9 bulan terakhir,
akibat serangan penyakit dan kurangnya sarana yang memadai, termasuk di
dalamnya adalah perawat yang berkualitas.
Padahal, KBS sudah berdiri selama 96 tahun. Menurut Hadi
Prasetyo, selain manajemen pengelolaan yang kurang baik, kebun binatang itu
juga mengalami kelebihan satwa. Masalahnya, masyarakat Indonesia yang mampu
memiliki binatang langka, dilarang untuk memeliharanya, dengan alasan
perlindungan dan keselamatan binatang itu. Tetapi, negara pun tidak dapat
menjamin kesejahteraan para binatang. Seandainya para binatang yang sedang
sakit akibat kurang perawatan itu mampu bicara bahasa manusia, mereka mungkin
akan protes sebagaimana Mumble di film Happy Feet. Lebih baik dilepas ke alam bebas,
sehingga dapat mencari makan sendiri daripada terkurung di kandang sempit dan
tidak dapat berbuat apa-apa selain menunggu mati.
Jadi, bagaimana tanggungjawab pengelola kebun bintang
Surabaya dan tentu saja pemerintah kota Surabaya? Coba pikirkan nasib para
binatang itu. Meskipun bukan manusia, mereka juga punya hak untuk hidup layak
dan diperlakukan dengan baik.
Sebenarnya, kebun binatang adalah salah satu wisata edukasi yang sangat bermanfaat, terutama untuk anak-anak. Anak-anak bisa belajar mengenai beraneka ragam satwa dengan mengunjungi kebun binatang. Bila mengambil contoh kebun binatang ragunan, tiket masuknya pun amat terjangkau. Beberapa kali mengunjungi kebun binatang ragunan, terutama di hari libur, pengunjungnya sangat membludak. Mustahil biaya pakan dan perawatan para binatang itu tidak dapat tertutupi oleh biaya tiket masuk.
Bagaimana dengan Kebun Binatang Surabaya? Tony Sumampau, Ketua Harian Tim Pengelola Sementara Kebun Binatang Surabaya, masih di berita VOA Indonesia, menambahkan bahwa dibutuhkan pengelolaan yang serius dengan dana yang cukup besar, agar Kebun Binatang Surabaya menjadi lebih baik dan sesuai standar yang ditetapkan Kementerian Kehutanan. Dibutuhkan dana sekitar 100 miliar untuk menangani permasalah KBS.
Permasalahannya, apakah kelak dana itu akan digunakan semaksimal mungkin untuk perawatan binatang-binatang atau justru dikorupsi oleh orang-orang tak bertanggungjawab? Jika saja KBS dikelola dengan baik, menjadi tempat wisata edukasi yang menarik, saya yakin akan banyak warga Surabaya yang mengunjunginya, seperti Kebun Binatang Ragunan.
Sebenarnya, kebun binatang adalah salah satu wisata edukasi yang sangat bermanfaat, terutama untuk anak-anak. Anak-anak bisa belajar mengenai beraneka ragam satwa dengan mengunjungi kebun binatang. Bila mengambil contoh kebun binatang ragunan, tiket masuknya pun amat terjangkau. Beberapa kali mengunjungi kebun binatang ragunan, terutama di hari libur, pengunjungnya sangat membludak. Mustahil biaya pakan dan perawatan para binatang itu tidak dapat tertutupi oleh biaya tiket masuk.
Bagaimana dengan Kebun Binatang Surabaya? Tony Sumampau, Ketua Harian Tim Pengelola Sementara Kebun Binatang Surabaya, masih di berita VOA Indonesia, menambahkan bahwa dibutuhkan pengelolaan yang serius dengan dana yang cukup besar, agar Kebun Binatang Surabaya menjadi lebih baik dan sesuai standar yang ditetapkan Kementerian Kehutanan. Dibutuhkan dana sekitar 100 miliar untuk menangani permasalah KBS.
Permasalahannya, apakah kelak dana itu akan digunakan semaksimal mungkin untuk perawatan binatang-binatang atau justru dikorupsi oleh orang-orang tak bertanggungjawab? Jika saja KBS dikelola dengan baik, menjadi tempat wisata edukasi yang menarik, saya yakin akan banyak warga Surabaya yang mengunjunginya, seperti Kebun Binatang Ragunan.
No comments:
Post a Comment
Terima kasih atas komentarnya.
Mohon gunakan kata-kata yang sopan dan santun yaaa.....