Pagi-pagi, saya sudah membaca
celoteh seorang ibu di jejaring sosial yang was-was karena belum datang bulan. Sudah
telat dua minggu, khawatir hamil lagi. Padahal, bayinya belum berumur setahun. Maklum,
ibu itu belum sempat KB atau menggunakan alat kontrasepsi apa pun. Hanya
mengandalkan KB alami, yang hanya dia dan suaminya yang tahu KB apa itu. Perasaan
was-was semacam itu juga pernah saya alami, ketika sudah tidak menggunakan alat
kontrasepsi dan hanya mengandalkan KB alami.
Banyak anak, banyak rejeki. Itu kata
orang tua dulu. Yang perlu diingat, banyak anak adalah juga banyak amanah. Orang
tua tidak bisa semata melahirkan anak, tapi juga harus mampu bertanggungjawab
terhadap kehidupan anak-anak itu kelak. Memang, rejeki ada di tangan Tuhan, dan
setiap anak sudah ditanggung rejekinya oleh Tuhan. Namun, Tuhan juga
memerintahkan kita untuk mencari rejeki, tidak hanya berdiam diri menunggu
rejeki itu datang. Dengan semakin banyaknya jumlah anak, berarti semakin besar
pula tugas orang tua dalam mencari rejeki untuk bisa menghidupi anak-anak itu. Tugas
orang tua juga bukan hanya memberikan nafkah materi kepada anak-anaknya, tetapi
juga didikan, arahan, dan asuhan agar anak-anak itu menjadi anak yang salih,
baik, berbakti, dan bermanfaat.
Pemerintah Indonesia menganjurkan
agar rakyat Indonesia sebaiknya hanya mempunyai dua orang anak. Dengan jargon
“dua anak lebih baik,” para pasangan yang sudah menikah, dianjurkan mengikuti
program KB. Untunglah, hukum di negara kita tidak seketat di Negara China, di
mana para orang tua di kawasan perkotaan hanya boleh memiliki satu anak.
Apabila punya anak lebih dari satu, akan dikenai denda dengan nominal yang
besar. Tragisnya, bila tak dapat membayar denda, sang ibu akan dipaksa
menggugurkan kandungannya, meskipun usia kandungannya sudah tujuh bulan. [1]
Sedangkan, di Indonesia,
mengikuti program KB semata hanya anjuran. Keputusan ada di tangan para orang
tua, apakah ingin ber-KB atau tidak. Sebab, manusia hanya bisa berencana dalam
menetapkan jumlah anak yang mereka inginkan, Tuhan-lah yang menentukan berapa
anak yang kemudian diberikan kepada umat-Nya.
Beberapa alasan mengapa orang tua
memutuskan untuk mengikuti program KB, adalah:
Mengatur
jarak kelahiran, agar jarak kelahiran antara anak yang satu dengan yang lain
tidak terlalu dekat. Beberapa ibu ada yang dikaruniai rahim teramat subur,
sehingga besar kemungkinan baru selesai nifas setelah melahirkan anak pertama,
sudah hamil lagi anak kedua.
Membatasi
jumlah anak, karena telah berencana memiliki dua atau tiga anak saja.
Alasan
kesehatan Ibu, misalnya Ibu mengidap penyakit berat tertentu yang akan
memberikan risiko tinggi berupa kematian ibu atau bayi, bila sang ibu hamil dan
melahirkan.
Tindakan
operasi Caesar saat melahirkan, yang hanya boleh dilakukan sampai kelahiran
anak ketiga.
Faktor
usia ibu, yang sudah berisiko tinggi untuk melahirkan, semisal telah berusia di
atas empat puluh tahun.
Saya pribadi, pernah menyepelekan
program KB ini. Dan terbukti, saat si sulung baru berusia tiga bulan, saya
sudah hamil lagi anak kedua. Alhasil, saat anak pertama baru berumur setahun,
saya sudah punya bayi lagi berumur satu bulan. Jadi, saya harus mengasuh dua
bayi dalam satu waktu. Saya mensyukuri kehadiran anak-anak itu, bagaimanapun
itu adalah anugerah Allah. Namun, tetap tak dapat disangkal betapa repotnya
mengasuh dua bayi dalam satu waktu. Terlebih tempat tinggal saya cukup jauh
dari rumah mertua dan orang tua, jadi tidak ada yang dapat membantu saya.
Dalam kondisi ekonomi yang masih
merangkak, saya harus membayar jasa pembantu rumah tangga untuk meringankan
beban itu. Itupun saya masih kerepotan, dan pernah terdengar gerutuan si bibi
terhadap saya, “lagian sih, anak masih kecil, udah punya bayi lagi…..”
Saya dan kedua anak saya yang hanya berbeda usia setahun |
Oleh karena itulah, setelah
kelahiran anak kedua, saya langsung menggunakan KB Suntik, salah satu alat
kontrasepsi hormonal. Dulu, setelah kelahiran anak pertama, saya pernah mencoba
KB Pil, ternyata tidak cocok karena timbul flek dan pendarahan selama sebulan. Sebenarnya,
beberapa saudara menyarankan agar saya memakai IUD, tapi saat itu belum berani
karena membayangkan proses pemasangannya yang sepertinya menyakitkan. Pilihan
pun jatuh pada KB Suntik yang lebih praktis dan terjangkau, meski harus
diulang.
Mulanya, saya memakai KB Suntik
satu bulanan, karena tidak menghentikan menstruasi, alias saya masih bisa
mendapatkan menstruasi setiap bulannya. Harganya juga lebih mahal daripada KB
Suntik tiga bulanan, karena tidak mengurangi ASI. Begitulah sebagaimana yang
dijelaskan oleh bidan tempat saya berkonsultasi. Selama enam bulan, saya menggunakan
KB Suntik bulanan, dengan jadwal suntik yang sesukanya. Biasanya saya baru
suntik kalau sudah dapat menstruasi, karena itu menandakan saya sudah subur
lagi. Kalau belum dapat, meskipun sudah lewat jadwal, saya tidak suntik.
Syukurlah, tidak ada kejadian kebobolan akibat suntik suka-suka itu.
Setelah enam bulan, saya beralih
ke KB Suntik tiga bulanan, karena khawatir kebobolan, alias hamil di luar
rencana. Masalahnya, saya tipe orang yang tidak disiplin untuk melakukan suntik
tiap bulan, sering malas berangkat ke bidan atau klinik. Jadi, supaya jadwal
suntiknya tidak terlalu cepat, saya pilih yang tiga bulanan. Ternyata, dosis
suntik tiga bulanan cukup tinggi. Setiap habis suntik, saya merasakan sakit
kepala yang dahsyat. Saya bukan orang yang gampang sakit kepala, kecuali kalau
sedang masuk angin berat. Jadi, terasalah akibat dari suntik tiga bulanan itu,
berupa sakit kepala yang berat. Saya bertahan dengan KB Suntik tiga bulanan,
selama tiga kali suntik. Sejak memakai KB Suntik tiga bulanan, menstruasi saya
berhenti sama sekali, hingga suami cemas jika saya menjadi tidak subur lagi.
Suami pun menyuruh saya untuk menghentikan KB Suntik itu.
Kelebihan dari KB Suntik, adalah:
menghalangi ovulasi atau masa subur, mengubah lender serviks/ vagina menjadi
kental sehingga tidak bagus untuk sperma, menghambat sperma dan menimbulkan
perubahan pada rahim, mencegah terjadinya pertemuan sel telur dan sperma, serta
mengubah kecepatan transportasi sel telur. Singkatnya, dengan menggunakan KB
Suntik, tingkat kesuburan ibu akan berkurang bahkan tidak ada sama sekali,
dengan tidak terjadinya menstruasi. Kondisi vagina dan rahim pun menjadi tidak
bagus untuk keberlangsungan hidup sperma, sehingga menghalangi pertemuan antara
sperma dan sel telur. Efek samping dari KB Suntik adalah dapat meningkatkan
berat badan ibu akibat perubahan hormonal dan menurunnya gairah seksual. Selain
itu, kesuburan ibu pun tidak dapat kembali seketika, setelah berhenti KB
Suntik. Perlu waktu beberapa bulan untuk mengembalikan kesuburan. KB Suntik
juga sebaiknya tidak dipakai dalam jangka panjang, karena bisa mengakibatkan
kanker payudara dan osteoporosis.[2] Berdasarkan pengalaman beberapa teman yang menggunakan KB Suntik dalam waktu
lama, terjadi perubahan pada kulit wajah, berupa timbulnya flek hitam dan
jerawat.
Sementara itu, Pil KB yang tidak
cocok untuk saya, adalah alat kontrasepsi berupa pil yang diminum setiap hari
secara teratur. Pil KB juga termasuk jenis KB Hormonal, harus diminum di jam
yang sama setiap harinya, tidak boleh terlambat sedikit pun. Karena itu, satu
pil hanya bermanfaat untuk satu hari. Pil KB berfungsi untuk meniadakan ovulasi
atau pengeluaran sel telur dan mengentalkan mulut rahim, sehingga sperma tidak
bisa masuk. Pil KB tidak menghentikan menstruasi, justru menstruasi akan
menjadi lebih lancar. Kesuburan juga dapat segera kembali seketika setelah
pemakaian Pil KB dihentikan. Akan tetapi, kekurangannya adalah, Pil KB harus
dikonsumsi secara teratur pada jam yang sama setiap harinya. Kalau terlambat
dan saat ada sperma yang masuk ke rahim, bisa terjadi kehamilan. Beberapa
keluhan juga terjadi semacam mual, sakit kepala ringan, dan mengganggu
pengeluaran ASI. [3]
KB Suntik dan Pil KB sama-sama
tidak boleh digunakan pada wanita yang mempunyai tekanan darah tinggi. Oleh
karena itu, setiap akan menggunakan kedua jenis alat kontrasepsi itu, pasien
diperiksa dulu tekanan darahnya.
Setelah berhenti dari KB Suntik
tiga bulanan, saya mencoba alat kontrasepsi IUD. Ternyata tidak cocok untuk rahim
saya. Bidan mengatakan, ukuran rahim saya lebih pendek daripada ukuran normal
IUD, sehingga IUD tidak dapat terpasang di rahim dengan benar. Jika dipaksakan,
bisa mengakibatkan pendarahan, dan yang lebih parah adalah kehamilan di luar
kandungan.
IUD adalah plastik kecil dan perangkat
tembaga yang dimasukkan ke dalam rahim oleh bidan atau dokter yang terlatih. IUD
bisa terpasang selama tiga, lima, bahkan sepuluh tahun. Pada awal pemasangan,
pasien harus kontrol lagi sebulan kemudian untuk mengecek posisi IUD apakah ada
pergeseran. Lalu, kemudian dikontrol setahun sekali. Apabila pasien tidak rajin
kontrol, bisa terjadi risiko semacam pendarahan, kehamilan di luar kandungan, kanker
rahim, atau bayi lahir cacat karena posisi IUD sudah bergeser tanpa diketahui
oleh paramedis atau kondisi IUD yang sudah tidak layak. Pemasangan IUD
sebaiknya pada hari-hari terakhir menstruasi, ketika rahim masih lentur agar
tidak sakit. Pemakaian IUD dapat memperpanjang waktu menstruasi, bahkan
cenderung mengakibatkan rasa sakit yang berat setiap kali menstruasi. [4]
Jadi, memang tidak ada satu pun
alat kontrasepsi yang tidak berisiko. Semuanya memiliki kelebihan dan
kekurangan. Setelah tidak menemukan satu pun alat kontrasepsi yang cocok, saya
dan suami memutuskan untuk ber-KB secara alami. Mulanya saya coba dengan KB
Kalender, meski sebenarnya tidak cocok untuk saya, karena jadwal menstruasi
yang tidak teratur. KB Kalender adalah menghitung masa subur seorang wanita,
dan dilarang berhubungansuami-istri pada
saat masa subur. Hanya berlaku pada wanita yang mempunyai siklus haid antara 28-35 hari. [5] Sehingga wajarlah jika saya kadang was-was bila tak segera mendapatkan haid.
Begitu juga dengan ibu-ibu lain yang mengandalkan KB Kalender. Khawatir salah
perhitungan dan berakibat kehamilan.
Dari sisi suami, bisa menggunakan
alat kontrasepsi kondom. Namun, ini juga bukan pilihan yang tepat bagi kami
karena tidak nyaman dalam penggunaannya. Akhirnya, kami mencoba juga cara Nabi,
atau cara yang sudah ada sejak zaman Nabi Muhammad SAW, yang pernah ditanyakan
oleh seorang sahabat Nabi. Pada zaman Nabi, menjarakkan kelahiran juga
diperbolehkan. Berhubung belum ada alat kontrasepsi, maka caranya adalah dengan
Azl, atau membuang sperma di luar rahim. KB Kalender dan Azl sama-sama
membutuhkan perhitungan yang matang dan cermat, agar tidak terjadi kehamilan.
Hingga akhirnya, akibat salah
perhitungan dan memang sudah ditakdirkan oleh Allah untuk hamil lagi, saya pun
hamil anak ketiga. Dengan usia anak pertama 4 tahun, kedua 3 tahun, lalu
adiknya yang akan lahir, saya memutuskan untuk serius ber-KB lagi, usai melahirkan
anak pertama. Sebab, saya ingin fokus pada pengasuhan dan pendidikan ketiga
anak yang telah lahir ini dulu, berhubung sampai sekarang saya mengasuh mereka
sendiri saja. Suami cukup sibuk di kantor, jadi tidak bisa sering membantu. Saya
merasakan betapa tinggi tingkat stress yang dialami oleh ibu dengan banyak anak
balita, tanpa bantuan siapa pun. Terlebih, saya juga harus mengurusi urusan
rumah tangga dan profesi menulis yang sudah saya tekuni sejak lama.
Tapi, alat kontrasepsi apa yang
kelak saya gunakan, itu masih membingungkan. Saya sudah mencoba semuanya dan
sudah merasakan efek sampingnya. Hingga saya membaca berita di website Voice of
America, tanggal 27 Juni 2012, bertajuk “Gel Hormon Menjanjikan Sebagai Kontrasepsi Pria.” Diberitakan bahwa para peneliti sedang mengembangkan
kontrasepsi hormonal untuk pria berbentuk gel yang tidak permanen dan hasilnya
cukup menjanjikan. Kontrasepsi ini dapat menekan produksi sperma dengan
menurunkan level hormon pria.
Nah, selama ini kan alat
kontrasepsi lebih banyak untuk wanita, sehingga bisa dibilang bahwa wanita
harus banyak berkorban demi tercapainya keluarga berencana. Alat kontrasepsi
untuk pria hanya kondom dan steril. Jadi, gel hormon ini bisa jadi tambahan solusi
bagi yang ingin ber-KB menggunakan alat kontrasepsi, terutama untuk kaum
prianya. Apalagi disebutkan bahwa gel hormon ini sifatnya tidak permanen, di
mana sebulan setelah penghentian pemakaian, kesuburan pria akan kembali lagi.
Gel ini sudah diuji pada 56 pria,
dan 90 persen dari mereka memiliki konsentrasi sperma kurang dari 1 Juta sperma
per millimeter, yang mengakibatkan mereka menjadi tidak subur. Namun, gel ini
perlu waktu paling tidak 30 hari untuk bisa memblokir produksi sperma, sehingga
tidak bisa langsung bekerja sebagaimana Pil KB. Gel yang dioleskan di kulit ini
setiap hari ini dapat mengurangi produksi sperma hingga menjadi lebih rendah
dari jumlah normal yang dibutuhkan untuk reproduksi.
Namun, sayangnya, masih
dibutuhkan penelitian-penelitian yang lebih besar lagi untuk dapat mewujudkan
gel ini, dan menjalani proses regulasi yang cukup panjang agar gel ini bisa
dipasarkan. Gel ini juga punya efek samping, yaitu menimbulkan jerawat pada
pria dan hormon Nesterone-nya bisa menurunkan libido pria. Sehingga masih
dibutuhkan penelitian-penelitian lebih lanjut untuk meminimalisir efek
sampingnya.
Kedua anak saya yang kerap dijuluki "kembar" |
Yah, memang alat kontrasepsi apa
pun tidak luput dari kekurangan. Pilihan ada di tangan kita, mau menggunakan
yang mana, yang paling kecil risikonya.
Atau, bertahan pada KB Alami, asal tepat perhitungan dan konsisten
menjalaninya. Berapa pun jumlah anak yang kita rencanakan, keputusannya ada di
tangan Tuhan. Jika Tuhan menghendaki jadi, maka jadilah hamil. Asalkan kalau
sudah jadi anak, kita harus bisa menjadi orang tua yang bertanggung jawab. Jangan
sampai memilih jalan aborsi, hanya karena takut tidak sanggup merawat anak,
karena itu sama saja dengan membunuh ciptaan Tuhan.
Aku belum pernah ber-KB mbak, karena pertimbangan aku dan suami jauh. Kami bertemu hanya empat bulan sekali. Selama ini cuma pakai alat kontrasepsi dari pihak suami. Yah, yang penting asal suami mau. Nantinya pengen gak pakai apa-apa, biar bisa punya si dedek lagi :D
ReplyDeleteUntuk ke depan, belum tau mau pakai KB apa karena aku belum pernah memakai jenis KB apapun. Belum ngerasain gimana efek sampingnya
Gpp, mbak, klo jauh mah... asal suami mau, emang :D
Delete
DeleteMinta izin ikutan nimbrung ya Mbak???
Anak saya 3 mbak,dgn jarak masing2 2 thn,suami saya enggan utk nambah lg,karena dia ikut menyaksikan proses kelahiran anak ke-3,nah karena itu saya semakin serius ber KB (sebelumnya suami yg pake), ditambah lagi keadaan dimana kami bertemu seminggu sekali atau 2 minggu sekali, setelah konsultasi dengan Bidan setempat,Ibu Bidan menyarankan memakai KB SEKETIKA,dgn arti dikonsumsi hanya bila berhubungan, PASlah utk pasangan spt saya yg jarang bertemu,sudah hampir setahun saya memakainya, utk efek samping,diawal pemakaian ada perubahan hormon,biasanya siklus haid saya 40hari berubah menjadi sebulan 2 x haid dgn masa haid 3hari-6hari, tp sekarang udah mulai normal kembali...
DeleteMinta izin ikutan nimbrung ya Mbak???
Anak saya 3 mbak,dgn jarak masing2 2 thn,suami saya enggan utk nambah lg,karena dia ikut menyaksikan proses kelahiran anak ke-3,nah karena itu saya semakin serius ber KB (sebelumnya suami yg pake), ditambah lagi keadaan dimana kami bertemu seminggu sekali atau 2 minggu sekali, setelah konsultasi dengan Bidan setempat,Ibu Bidan menyarankan memakai KB SEKETIKA,dgn arti dikonsumsi hanya bila berhubungan, PASlah utk pasangan spt saya yg jarang bertemu,sudah hampir setahun saya memakainya, utk efek samping,diawal pemakaian ada perubahan hormon,biasanya siklus haid saya 40hari berubah menjadi sebulan 2 x haid dgn masa haid 3hari-6hari, tp sekarang udah mulai normal kembali...
KB SEKETIKA apa ya, Mba? Kok saya baru tahu? Dan tidak ada bidan yang menjelaskannya? Tapi saya sudah pakai IUD nih sekarang :)
DeleteSaya terpaksa berKB karena kalo tidak sepertinya bakalan punya anak 6 deh..... Itupun setelah konsultasi dengan suami dan dokter. Tapi.. Sampe sekarang masih deg-degan wae
ReplyDeleteIya, Mba Sari. Saya juga nanti harus KB, soalnya termasuk subur. Makasih ya dah mampir.
Deletewaah.. puanjang banget artikelnya, tapi asyik bacanya.. btw, dua anakmu emang asli kayak kembar ya...
ReplyDeleteMakasih dah mampir, mba adeee
DeleteIya nih, sekarang jg sekolahnya bareeng
suksesss, mba ley ^_*
ReplyDeleteMakasih mba Ichaaa
Deletesemoga sukses KB yang terakhir mbak :D.
ReplyDeletetapi kalau dapat cowok lagi, kayaknya nambah tuh biar dapet cewek ...hihihi
Aaamiiin...
Deletesementara tiga dulu, mba amalia
kecuali klo dipercaya lg, hehe
beda lg dengan di jerman ...banyak yg ber KB ..tp emang dasarnya ga mau punya anak. padahal kan mereka dapat uang tanggungan yah dari negara setiap bulannya...per anak, per kepala.
ReplyDeletebahkan yang punya anak sampai 10, dikasih satu rumah dari pemerintah.
btw ... coba mbak nanti kalau dah mau pakai kb lg...coba kb ring aja. pasangnya gampang, dan ga mengacaukan hormon. aman buat busui juga ;)
Di Rusia dan Jepang jg dikasih insentif ya, mba Icha, klo mau punya anak lg. KB ring apa tuh? Wah, harus cari info dulu, hehe
DeletePanjang banget tulisannya mbak Leyla. Mudah2an tak di kontra-in orang lagi. Ada saja yang kontra dengan materi ini :)
ReplyDeleteHehehe.. iya, mba Niar... terutama yg berprinsip banyak anak, banyak rejeki.. asal jangan disia-siakan saja rejekinya ;p
Deletebelum kepikiran KB, lah punya anak aja belum xixixi
ReplyDeleteIyalah, mba Windiii :D
Deletewah mantabh ulasannya....
ReplyDeletedetail dan pengalaman pribadi....
I apreciate...
:)
Terimakasih atas kunjungan dan komentarnya, ya..
Deletemantab
ReplyDelete