Melihat temanku memasang wallpaper di kamar tempat bermain anak-anaknya, kok aku jadi pengen ya? Ini yang pengen emaknya sih, bukan anaknya, hehehe…. Tapiii… mana ada sih tembok rumahku yang bebas coretan anak-anak? Seluruh tembok rumahku sudah dipasangi wallpaper oleh anak-anakku, asli buatan tangan mereka. Ada gambar gedung, mobil, matahari, rumah, sawah, robot, bahkan angka-angka dan hurup. Hanya tembok bagian atas saja, yang belum terjangkau oleh mereka, yang masih putih mulus. Bahkan, kini mereka sudah tambah akal. Naik ke atas bangku agar bisa mencoreti tembok bagian atas.
Tak hilang akal pula. Tangan dan kaki mereka pun tak luput dari kekreatifan keduanya. Baju? Jangan ditanya. Tentu saja itu karena kertas-kertas dan buku-buku yang sudah disediakan, sudah habis semuanya dicoreti. Bahkan printout naskah novelku pun sudah “dilahap” oleh tangan-tangan mereka. Biarlah, toh novel itu masih harus direvisi lagi, jadi kertas printoutnya sudah tak terpakai. Ajaibnya, kalau ke warung, mereka bukan hanya minta jajan cemilan, tapi juga buku! Bukannya itu bagus? Tanya suamiku. Ya, memang bagus, sih…. Hehehehe.
Dua jagoan berfoto dengan latar tembok yang dipenuhi coretan
Mendadak hujan lebat. Aku yang sedang terkapar di tempat tidur, dikejutkan oleh suara pintu pagar dibanting. Tawa anak-anakku mengundang pertanyaan. Aku segera lari ke luar rumah, dan olalaaa… anak-anakku sedang bermain hujan di depan rumah. Bahkan mereka “nyemplung” ke kolam lumpur di depan rumah, bekas tempat adukan semen. Duh, duh, duuuuuuuuuh….. Badanku yang lemas karena sedang ngidam hamil muda, membuatku “hanya” menaruh mereka di tempat mandi. Mereka pun meneruskan main airnya di sana. Memasukkan tumpukan pakaian kotor yang belum dicuci, lalu berbuat seolah-olah sedang mencuci pakaian. Aku diamkan saja. Kubiarkan ayah mereka saja nanti yang mengurusi mereka. Ayahnya sedang dalam perjalanan pulang, setelah kukabari bahwa aku benar-benar tak enak badan dan harus segera ke dokter.
Anak-anakku anak yang nakal, kah? Tidak mudah menahan mulut untuk tidak menyebut mereka “nakal,” setiap kali mereka berbuat kekreatifan yang bikin geleng-geleng kepala. Agak menyesal yah karena stigma “nakal” itu sudah melekat pada Sidiq, anak keduaku, gara-gara kutitipkan sejenak di rumah neneknya. Di sana, banyak yang menyebutnya “nakal,” saking kreatifnya. Bahkan, pembantuku pun suka menyebutnya, “nakal.” Maka yang kulakukan adalah, setiap kali Sidiq mendapatkan stigma itu, kubisikkan ke telinganya bahwa dia tidak nakal. Dia anak yang pintar dan saleh. Kini, setiap kali berbuat sesuatu yang menurutnya amat membanggakan, dia akan menyebut dirinya, “pintar.” Misalnya, saat dia membuat susu sendiri, padahal susunya jadi berceceran ke lantai, dia bilang, “aku pinter kan, Mah…..” Mamanya hanya meringis…..
Aku yakin, tidak ada anak yang nakal, apalagi untuk ukuran anak balita yang sedang mengembangkan otak kreatif mereka. Keingintahuan yang begitu besar terhadap segala hal, terkadang membuat mereka melakukan sesuatu yang dianggap “nakal,” oleh orang dewasa. Maka, tugas orang tua adalah memberitahu mana yang benar, mana yang salah. Kubiarkan saja tembok rumahku dipenuhi coretan. Nanti bisa dicat lagi kalau mereka sudah mengerti. Berapa harga sekaleng cat dibandingkan kepintaran mereka menggambar? Anak-anakku belum sekolah di mana-mana. Tidak playgroup, tidak TK. Tapi mereka sudah bisa menggambar berbagai macam benda, bahkan tanpa diajari.
Ini justru ayahnya yang mengajari mereka main hujan dan lumpur di depan rumah
Main hujan-hujanan? Alhamdulillah, tidak pernah sakit, sebagaimana yang dikhawatirkan oleh orang-orang zaman dulu. Anak tidak boleh main hujan, nanti sakit. Rupanya tidak terbukti pada anak-anakku. Aku juga heran, ya, tapi kusyukuri saja sebagai anugerah Allah, bahwa anak-anakku tidak sakit karena main hujan. Tapiiii… kalau hujannya disertai petir, harus segera dibawa masuk.
Kini kucoba nikmati saja masa-masa “kekreatifan” mereka. Terserahlah mau dibilang “ibu cuek” atau gimana, hehehehe…..
Buku Antologi "Anak Nakal atau Banyak Akal" sudah beredar di seluruh toko buku Gramedia di Indonesia.
No comments:
Post a Comment
Terima kasih atas komentarnya.
Mohon gunakan kata-kata yang sopan dan santun yaaa.....