Cinta. Ia hadir bagai air. Menyejukkan dan menenangkan. Namun ia bisa datang dengan gemuruh yang riuh. Bagai ombak di laut lepas. Meski di kala lain ia damai bak danau hijau nan memukau.
Siapapun tak ada yang tahu kapan akan dijatuhi cinta. Tiba-tiba ia bisa menimpa tak terduga. Kepada orang yang kadang tak dinyana sebelumnya. Begitu pula yang dialami kedua tokoh dalam novel “Jean Sofia” karya Leyla Imtichanah.
Jean Adrianus Sofia, lelaki berparas tampan dengan hidung mancung bertengger proposional di wajahnya yang putih bersih. Dalam tegap badannya dengan tinggi menjulang sekitar seratus sembuluh centi, darah Tionghoa-Perancis mengalir di dirinya. Ia mahasiswa ekonomi, yang tentu saja memiliki penggemar dari berbagai fakultas.
Sedangkan Sofia, bernama lengkap Sofia Zulaikha, gadis manis berdarah Jawa-Sunda. Ibunya asli Wonogiri, dan ayahnya asli Tasikmalaya. Tampak anggun dan menawan dalam balutan busana muslimah. Ia pun menuntut ilmu di fakultas ekonomi.
Dalam kesempatan kuliah bersama, Jean dan Sofia kerap bertemu. Tak ada yang spesial. Semua berjalan biasa. Namun seiring detik-detik yang berguguran, benih-benih cinta tumbuh di hati kedua insan yang tampak tak pernah bertegur sapa itu.
Mahasiswa ganteng dan mahasiswi cantik saling menaruh hati, apa istimewanya? Tunggu dulu, kawan.. ini kisah yang luar biasa. Sofia dengan atribut muslimah dan latar keluarganya yang sangat Islam berhadapan dengan Jean yang katolik, bahkan adik dari seorang biarawati. Di sinilah penulis meramu konflik dengan apik.
Apakah beda keyakinan mampu membelah cinta? Sanggupkah mereka terus membentengi hati dan menolak cinta dengan kuat? Bilapun masing-masing dari mereka menempuh jalannya sendiri dan menikah dengan pasangan yang seiman, bagaimana bisa mereka menepis keraguan akan keutuhan cintanya?
Leyla Imtichanah, sang penulis dengan deretan karya dan prestasi, menyajikan kisah cinta dua kubu yang bertolak belak belakang ini dengan gayanya yang ringan dan mengena di hati. Tuturannya lembut dan mengandung hikmah yang dalam. Juga sarat dengan nilai spiritual.
Setting kehidupan kampus dan dinamikanya cukup menarik. Lika-liku anak kost serta kegiatan kampus yang khas mewarnai kisah ini. Dialog-dialog antar mahasiswa nampak natural.
Berbicara kekurangan dalam buku ini, tidak banyak. Soal setting waktu, ada baiknya disebutkan tahun berapa. Pembaca nampaknya terbelalak dengan harga murah seporsi makan siang yang masih di bawah lima ribu rupiah. Demikian juga ketika Jean membeli mobil mewah seharga ‘hanya’ tiga ratus juta rupiah. Beberapa adegan juga terasa kurang logis. Ayah Sofia yang sangat kuat memegang nilai-nilai Islam, namun begitu berang menghadapi kemelut rumahtangga anaknya hingga menyuruh bercerai. Pun, saat Sofia bersembunyi di Subang lalu menjalani hidup prihatin. Darimana ia beroleh uang untuk membeli pakaian, sedangkan di awal dikatakan ia hanya membawa pakaian yang melekat di badan saja. Dan hal lain yang terkait adegan kemiskinan ini terasa dipaksakan.
Anyway, meski tidak bertaburan kata-kata puitis, novel ini layak dibaca dan akan menyisakan perenungan tentang hakikat cinta dan kepasrahan kepada Allah, Penggenggam Jiwa. Di dalamnya menggambarkan pergulatan batin dari pencarian jati diri muslim sejati. Dan betapa cinta, seharusnya hanya ditujukan bagi seorang yang cinta kepadaNya. Sehingga jalinan cinta terikat erat dalam cinta kepadaNya, selalu dan selamanya.
Bogor,
Linda Nurhayati
No comments:
Post a Comment
Terima kasih atas komentarnya.
Mohon gunakan kata-kata yang sopan dan santun yaaa.....