Rahasia Pengantin Baru: Catatan Ringan Seputar Pengantin Baru
Alhamdulillah, buku ini terbit juga setelah dua tahun menanti. Diabaikan oleh dua penerbit kecil, eh malah diterbitkan oleh penerbit besar (Elex Media). Coba dari dulu dikirimkan ke Elex Media. Tapi, memang sudah jodohnya. Begitulah. Kita tak tahu kelak buku kita berjodoh dengan penerbit mana, begitu juga dengan jodoh kita. Dengan siapa kita menikah, hanya ketahuan setelah menikah. Iya, kan? Bagaimana kehidupan setelah menikah? Itupun hanya bisa diketahui setelah menikah.
Buku ini saya tulis saat masih hangat-hangatnya menjadi pengantin baru. Begitu banyak kejutan yang semula tak terbayangkan. Terlebih saya tidak pernah berinteraksi dekat dengan laki-laki yang bukan mahram, jadi banyak terkejut dengan sifat dan sikapnya (suami saya, maksudnya) yang berbeda 180 derajat dengan saya. Oh yaaa?
Duh, yang masih lajang pasti langsung kayak udang rebus nih pipinya. Waktu saya belum nikah dulu juga gitu. Setiap membaca buku-buku tentang pernikahan, eh tersenyum-senyum sendiri. Apalagi bila kisah-kisah yang dicontohkan teramat indah yang bikin mau (nikah). Masa kuliah dulu, masa-masa puber mengalami puncaknya. Sampai terpikir mau nikah pas masih di semester tiga kuliah. Hahai… tentu karena yang terbayang indahnya saja.
Laaaah… memangnya saya menderita setelah menikah? Oh, tidak. Alhamdulillah, cukup (menderita), wkwkwk…. Tentunya, saya bahagia sekali usai ijab kabul. Ketika saya sudah boleh memandangi wajah suami saya yang tampan, ada yang bilang mirip Irfan Bachdim. Saya sampai tak percaya, kok bisa ya nikah? Kok bisa dapat dia (suami saya)? Takjub bin norak. Ya, wajar deh, namanya juga pengantin baru. Lama-lama saya temukan bahwa tak semuanya indah. Kerap kali ada persinggungan yang disebabkan oleh perbedaan karakter antara suami istri (saya yakin, suami istri siapa pun pasti memiliki perbedaaan. Anak kembar saja punya perbedaan), salah paham, terlalu sensitive, dan lain-lain.
Saya juga banyak bertukar cerita dengan teman-teman yang nikahannya berdekatan dengan saya. Ternyata sama saja kok. Semua mengalami kejutan-kejutan manis, asam, asin, sampai pahit. Pernikahan seperti hutan rimba, begitu kata istri Ustadz A’am Aminudin, yang pernah menjadi pembicara di dalam launching buku saya, Pranikah Handbook (ketahuan nih spesialis buku-buku pernikahan). Kita membayangkan sebuah hutan yang indah, ada pepohonan nan hijau permai, binatang-binatang lucu, buah-buahan manis, air terjun, dan sebagainya. Tapi, jangan lupa, bahwa sebuah hutan tetap medan juag, karena selain ada binatang jinak, juga banyak binatang buas. Selain ada buah-buahan yang bisa dimakan, juga ada buah-buahan beracun.
Buku ini berisi catatan-catatan ringan dari kasus-kasus yang saya temui di awal pernikahan, juga dari kasus teman-teman saya. Mencoba mengambil hikmah dari kisah-kisah itu, agar menjadi pelajaran sehingga pernikahan dapat mencapai tujuan; keluarga yang sakinah, mawaddah, warrahmah.
No comments:
Post a Comment
Terima kasih atas komentarnya.
Mohon gunakan kata-kata yang sopan dan santun yaaa.....