6
Hubungan Putty dan tiga Ratu Gosip memburuk. Putty benar-benar tak mau memaafkan ketiga gadis itu. Mereka tak mengira akibatnya bakal seburuk ini. Masalah Cira lain lagi. Ia merasa Farhan sedang berusaha menghindarinya. Susah sekali menemui cowok itu kalau nggak di kelas. Itu pun kalau guru sudah masuk. Kalau tidak, entah di mana Farhan berada. Pasti ada apa-apanya nih dengan Farhan.
“Gue mau pakai jilbab.” Kata Putty hari ini, mengejutkan. Cira melotot.
“Yang bener, Put?”
“Iya. Gue udah putuskan.”
“Kenapa?” Cira menatap wajah Putty yang sepertinya sedang marah.
“Gue mau memulihkan nama baik gue.”
“Ha?!” Cira garuk-garuk kepala tak mengerti.
“Gue nggak enak, Ra sama pandangan orang-orang. Gue masih marah sama kata-kata ceweknya Doni waktu itu. Be-te banget kalau inget. Nyakitin banget. Gue sebel. Apalagi kalau gue ketemu mereka di jalan. Tuh cewek bisik-bisik aja sama temennya. Iiih! Gue sebel!” maki Putty bikin Cira tertegun. Nafas Putty menderu.
“Gue nggak terima! Cowok kayak Doni sih nggak perlu gue kejar-kejar. Sorry aja, ya! Banyak tuh yang ngantri pengen dapetin cinta gue.” Lanjutnya, masih marah.
“Iya. Gue tahu, deh. Tapi masa’ sih elu pakai jilbab cuma karena itu? Lu udah pikirin mateng-mateng?” tanya Cira.
“Udah. Udah gosong malah. Pokoknya gue mantep banget deh. Sebenarnya udah dari dulu gue niat pake jilbab, tapi gue masih ragu. Sekarang gue udah mantep banget deh. Kalau gue pakai jilbab kan image gue jadi baik lagi.” Jawab Putty. Cira manggut-manggut.
“Tapi, Put. Pakai jilbab banyak konsekuensinya, lho. Lu kan hobi renang, lu nanti jadi nggak bisa renang lagi, dong.”
“Biarin. Lagian sekarang frekuensi berenang gue udah berkurang, kok.”
“Terus, cita-cita lu yang pingin jadi model itu?”
“Ah, itu sih udah nggak gue pikirin. Habis gue nggak pernah masuk jadi finalis, sih.” Putty angkat bahu. Cira tersenyum. Putty memang sudah lama ingin jadi model. Tapi berkali-kali mengirim formulir, dia nggak pernah berhasil masuk final. Nggak tahu kenapa. Terakhir dia cuma bisa masuk semi final.
“Yah…terserah elu sih. Tapi…inget lho, Put. Pakai jilbab itu bukan main-main. Harus serius.”
“Iya lah. Gue serius!” Putty menjawab mantap.
“Kapan lu mulai?”
“Secepatnya.”
Gue nggak bisa komentar apa-apa dengan apa yang udah diputusin Putty itu. Terserah dia mau pakai jilbab atau enggak. Cuma orang secantik dia apa bisa bertahan pakai jilbab? Godaannya kan banyak. Kalau pakai jilbab kan banyak aturannya. Setahu gue sih begitu. Tapi gue seneng Putty tambah alim. Dari dulu kan dia emang udah lumayan bagus. Sholatnya rajin dan ngajinya bagus. Gue sendiri, kapan ya bisa kayak dia? Ah, nggak kepikiran deh. Putty memang selalu mendapatkan segala yang dia inginkan.
***
Derry terus mencuri pandang ke arah Putty. Hari ini juga dia mau menuntaskan semua isi hatinya. Ia ingin mengatakan pada Putty bahwa ia juga termasuk cowok yang mencintai Putty!!!
“Put.” Panggilnya. Putty menoleh.
“Ada apa?” tanyanya, malas. Soalnya ia sedang mengerjakan tugas Matematika. Jadi, jangan harap bisa mengganggunya.
“Em…bisa ngomong sebentar?” tanya Derry, ragu-ragu. Cira yang baru saja akan memasuki kelas, menghentikan langkahnya. Ia melihat Derry mendekati Putty. Pasti Derry mau mengatakan sesuatu pada Putty. Sesuatu yang disangkanya akan diutarakan Derry kepadanya.
“Ya udah. Ngomong-ngomong aja.” Kata Putty, tak sabar. Derry garuk-garuk kepala.
“Jangan di sini. Di belakang sekolah aja, yuk!” ajaknya. Kening Putty berkerut.
“Di belakang sekolah? Entar disangka orang kita mau macam-macam lagi. Nggak mau, ah. Kalau mau, ngomong aja sekarang. Kalau enggak ya udah.” Katanya, cuek. Derry menghela napas. Susah deh kalau begini. Akhirnya ia pun duduk di bangkunya Cira.
“Cira perginya masih lama, kan?” tanyanya. Putty angkat bahu.
“Tau, tuh. Dari tadi belum balik-balik aja.” Jawabnya, cuek. Derry manggut-manggut.
“Gini, Put. Gue turut bersimpati dengan musibah yang elu dapet kemarin itu.” Katanya. Kening Putty berkerut.
“Musibah apa?”
“Itu…soal Doni.” Jawab Derry, takut-takut. Wajah Putty langsung berubah tak suka mendengarnya.
“Udah. Nggak usah sebut-sebut nama dia lagi.” Katanya, ketus. Derry manggut-manggut.
“Emang sih, Put. Gue setuju sama elu kalau perempuan itu nggak pantes nembak cowok duluan.” Katanya membuat Putty melotot. “Eh! Jangan marah, Put! Gue kan berpihak sama elu.” Katanya, cepat. Putty tersenyum.
“Seharusnya elu bilang begitu tuh sama tiga Ratu Gosip itu.” Sahutnya. Derry nyengir.
“Iya, iya. Maksudnya sih gue mau nunjukin bahwa gue mendukung elu. Gue nggak suka tuh kalau cewek nembak duluan. Harusnya kan cowok yang duluan.” Katanya. Putty tersenyum.
“Ah, gue nggak setuju.”
“Hah?!” Derry bengong.
“Menurut gue sih, sah-sah aja cewek nembak cowok duluan. Cewek kan juga berhak mencintai. Tapi…harus kepada orang yang tepat. Harus diselidiki dulu orang itu bagaimana. Nah, tiga Ratu Gosip itu nggak nyelidikin dulu Doni itu gimana. Main tembak aja. Taunya kan tuh cowok udah punya pacar.” Jelas Putty membuat Derry makin terbengong-bengong.
“Tapi…Put…tetep aja gue nggak setuju. Cewek tuh harus punya harga diri. Cewek murahan tuh namanya kalau nembak cowok duluan.” Sungut Derry. Putty bingung melihat sikap Derry yang tiba-tiba marah padanya.
“Yah…terserah elu. Pendapat orang kan boleh beda-beda. Kita harus bisa menerima pendapat orang lain, dong. Asal lu tau aja, gue sebenarnya lagi ngincer cowok lain. Kemungkinan…gue akan ngomong duluan. Tapi itu kalau bener-bener jelas, dia beum punya pacar. Selama masa penyelidikan ini, gue nggak mau pacaran sama cowok mana pun.” Tegas Putty. Derry melongo mendengarnya. Sekujur tubuhnya kaku. Dia telah ditolak secara halus!!! Tapi…belum tentu.
“Cowok itu…siapa?” tanyanya.
“Yah…lu nggak boleh tahu, dong. Ntar rahasia gue bocor.”
“Cowok itu…satu kelas sama kita?” tanya Derry lagi. Putty tertawa.
“Sorry, ya, Der. Bukannya gue menghina elu, tapi setelah gue teliti, di kelas ini emang nggak ada yang menarik hati gue.” Jawabnya membuat Derry tertunduk lemas. Habislah sudah semua harapannya.
“Udah, dong. Gue mau nerusin ngerjain tugas, nih.” Kata Putty, mengusir. Derry menghela napas.
“Ya udah deh, Put.” Katanya, pelan.
Cira menahan tawanya melihat ekspresi wajah Derry yang malu banget itu. Kasihan…deh. Dia tahu, Putty pasti nolak Derry. Putty tuh nggak gampang ditaklukkan. Emang enak! Rasain deh gimana rasanya sakit hati seperti apa yang dialaminya dulu. Bagus, Putty. You are really my best friend!
***
Sekarang gue bener-bener nggak bisa benci sama Putty karena dia nggak menghianati gue. Gue lihat dan denger sendiri omongan Putty sama Derry tadi siang. Emang enak, Der! He he he. But, gue jadi penasaran. Sebenarnya siapa sih cowok yang disukai Putty? Sehebat apa cowok itu sampai cowok sekeren dan sepinter Derry ditolak! Ck. Putty emang nggak disangka-sangka. Sama gue aja masih rahasia-rahasiaan. Gue akan menyelidiki rahasia. Kalau dia bilang teman sekelas nggak ada yang menarik di mata dia, berarti Farhan juga bukan cowok yang disukainya. Thanks, Putty. semoga omongan lu itu benar.
***
Semua orang terkejut melihat wajah baru Putty. Putty pakai jilbab! Incredible! But, memang inilah yang terjadi. Wajah Putty yang cantik jadi makin bersinar. Jilbab memang bikin pemakainya jadi lebih cantik. Bener, lho!
“Subnahallah! Selamat ya, Put. Semoga Allah memberkahimu dan semoga kamu selalu tetap istikomah.” Kata Farhan yang pertama kali mengucapkan selamat. Cira bengong juga. Suer, lho. Baru sekarang ia lihat Farhan mau menyapa anak cewek lagi. Biasanya kan dia ngumpet entah di mana.
“Amiin!” jawab Putty sambil tersenyum. Senyumnya kini makin memikat.
“Put, lu ngikutin saran gue juga!” Juli berseru, girang.
“Iya nih. Dari dulu kan gue emang pengen.”
“Jadi bener elu udah dari dulu pengen pakai jilbab?” tanya Milly. Putty mengangguk. Hubungannya dengan tiga Ratu Gosip sekarang juga sudah mulai membaik. Cira hanya menghela napas melihat Putty dikerumuni teman-teman sekelasnya. Putty memang beruntung. Sekarang dia jadi makin disayang.
“Elu nggak sayang, Put?” tanya Fera.
“Sayang kenapa?” Putty tak mengerti. Milly, Fera dan June bertatapan.
“Yah…selama ini, kan elu disukain cowok-cowok. Penggemar lu banyak. Ntar kalo elu pakai jilbab, penggemar lu berkurang.” Jawab June. Putty tertawa mendengarnya.
“Nggak pa-pa.” jawabnya, ringan.
“NGAK PA-PA?!” teriak semuanya, heran. Putty tersenyum.
“Yah, nggak pa-pa. kalo mau ambil aja tuh semua cowok yang suka sama gue soalnya gue nggak suka sama mereka.” Katanya, cuek. Semua bertatapan lalu menggelengkan kepala.
“Eh, Put, tapi pakai jilbab itu konsekuensinya besar, lho.”kata Milly. Semua menatap Milly.
“Iya. Kalau udah pake jilbab itu harus bisa jaga sikap. Jaga image, deh! Malu kan kalo jilbab-jilbab ngegosip.” Milly menjelaskan. Putty tertawa.
“Bukannya selama ini yang suka ngegosip itu…kalian!” seru sambil menatap Milly, Fera dan June bergantian. Semua menertawakan tiga Ratu Gosip itu. Milly, Fera dan June mendengus kesal.
“Yah…oke, deh. Terserah Putty kalo dia mau pakai jilbab.” Kata June. Putty manggut-manggut.
“Iya. Jadi kalian nggak usah ikut campur lagi.”
“Tapi, Put, elu mau selamanya pakai jilbab?” tanya Fera. Kali ini pertanyaan itu membuat Putty terdiam. Jujur, ia tak tahu harus menjawab apa.
“Nggak tahu.”
“Nggak tahu?!!!” semua yang masih mengerumuni Putty berseru hebat. Putty mengangguk.
“Nggak tahu.” Ia angkat bahu.
“Kok nggak tahu? Emangnya lu cuma sementara pake jilbabnya?” tanya Juli, bingung. Putty hanya menggeleng.
“Gue masih nggak tahu.”
“Gue ngerti. Putty cuma mau coba-coba dulu. Nanti kalau dia benar-benar merasa nyaman pake jilbab, baru diterusin.” Jelas Milly. Semua menatap Putty. Putty mengangguk.
“Iya. Gue cuma mau coba-coba dulu.” Jawabnya, ringan. Semua bertatapan.
“Kalo elu…nggak merasa nyaman? Elu akan lepas?” tanya June. Putty berpikir sejenak.
“Ya…iya.”
“Elu nggak malu?” tanya Juli. Putty tersenyum.
“Ngapain malu. Suka-suka kita dong mau pakai jilbab atau enggak. Ini kan cuma penutup kepala. Lagian kalau pun gue lepas, ya nggak sekarang lah. Nanti kalau udah lulus.” Jelasnya. Semua manggut-manggut. Cira yang tentunya ikut mendengar hanya bisa menghela napas dengan uraian Putty barusan. Katanya Putty bilang dia serius ingin pakai jilbab, tapi kok….
“Eh, Put! Lu culun lagi pakai jilbab!” seru Tomi, tiba-tiba.
“Ye! Sirik!!” seru teman-teman Putty. Putty hanya tersenyum menanggapi. Tomi memang membencinya karena ia pernah menolak cintanya dulu. Mau bagaimana lagi? Orang nggak suka. Ya, kan?!
“Yah…Putty udah pakai jilbab, Han.” Robert menggumam lemah. Kening Farhan berkerut.
“Memangnya kenapa?”
“Yah, peluang gue makin tertutup. Itu kan tandanya dia udah jadi muslimah sejati. Makin susah dong deketinnya.” Jelas Robert. Farhan tersenyum.
“Lho, bukannya kamu juga sudah ditolak?”
“Iya sih. Tapi siapa tahu kalau dicoba lagi bisa.” Jawab Robert. Farhan geleng-geleng kepala.
“Udahlah. Mendingan kamu cari yang seagama saja.” Katanya sambil menepuk-nepuk bahu Robert.
“Farhan.” Kata Putty tiba-tiba. Entah bagaimana tahu-tahu gadis itu telah berada di hadapan Farhan. Robert jadi tak enak. Jangan-jangan Putty mendengar apa yang dibicarakannya barusan.
“Ada apa?” tanya Farhan.
“Lu ikut Rohis, ya?” tanya Putty. Farhan tak mengerti, kenapa tiba-tiba Putty bertanya tentang Rohis?
“Iya. Memangnya kenapa?”
“Gue mau ikut. Daftarin, ya.” Kata Putty sambil tersenyum. Farhan terkejut.
“Subhanallah! Allah memang Mahabaik. Dia telah memberikan hidayahNya padamu.” Ucapnya, takjub. Putty tersenyum lagi.
“Yah…gitu deh. Jangan lupa, ya. Daftarin!” katanya sebelum meninggalkan Farhan. Robert yang mendengarnya jadi makin cemberut.
“Tuh, kan. Dia makin jauh dari jangkauan.” Gerutunya. Farhan menepuk-nepuk bahunya sekali lagi.
“Sudahlah.”
***
Gue benar-benar nggak nyangka dengan apa yang terjadi pada Putty hari ini. Keputusannya memakai jilbab aja udah bikin gue kaget, apalagi keputusannya ikut Rohis?! Putty emang lumayan sih. Seperti yang pernah gue bilang, dia rajin sholat dan ngaji. Nggak kayak gue. Tapi kalau sampai ikut Rohis, gue nggak pernah nyangka. Masalahnya, Putty tuh anti banget sama Rohis. Dia sendiri yang pernah bilang kalau anak-anak Rohis tuh kelewat ekstrim dan eksklusif. Cewek-ceweknya jarang yang bergaul sama kita-kita. Cowok-cowoknya ya kayak Farhan itu. Agak lumayan sih. Tapi liat aja, Farhan sendiri sekarang udah jarang keliatan lagi kalau nggak pas pelajaran. Gue nggak ngerti, tapi yang pasti gue sangat sedih kehilangan Farhan. Gue pikir gue dan Farhan bakal jadian. Ternyata enggak. Gue nggak ngerti deh apalagi yang akan terjadi nanti.
“Farhan!” panggil Cira saat bel pulang berbunyi.
“Apa?” tanya Farhan.
“Gue pengen pulang bareng elu. Gue pengen ngomong.” Jawab Cira yang membuat keringat dingin Farhan langsung mengucur.
“Ada apa sih? Kenapa nggak ngomong sekarang aja?”
“Ya emang mau ngomong sekarang. Tapi kan nggak mungkin di sini. Ini kan udah bubaran. Emangnya mau diusir penjaga?” tanya Cira, kesal. Ia tahu Farhan mulai menghindar lagi. Farhan menghela napas.
“Iya deh. Kita bicara di luar.” Katanya sambil meninggalkan Cira yang memonyongkan mulutnya sepuluh senti. Huh!
“Kenapa sih elu kayaknya ngindarin gue terus? Elu marah sama gue? Apa? Jelasin dong?!” tanyanya berapi-api setelah Farhan menyilahkannya bicara. Farhan terkejut mendengarnya. Ia sudah menyangka. Cira pasti curiga dengan sikapnya selama ini.
“Maaf, Cira kalau selama ini saya sudah membuat kamu bertanya-tanya. Ini semua demi kebaikan kita.”
“Kebaikan kita?” Cira tak mengerti.
“Tolong didengarkan dulu. Saya tidak mau orang-orang berpikir yang bukan-bukan tentang kita karena kita sering pulang bareng.” Jelas Farhan.
“Tuh, kan! Elu sama aja sama cowok lain! Jujur aja deh. Lu nggak suka gue, kan? Elu risih deket-deket sama gue. Semua cowok sama aja. Menilai orang cuma dari fisiknya. Elu bilang elu menilai cewek dari hatinya. Bohong! Terus, cewek-cewek kayak gue yang nggak cantik, gimana dong?!” tanya Cira, berapi-api. Tanpa sadar airmatanya menetes.
“Astaghfirullah, Cira! Bukan begitu!” sanggah Farhan.
“Ya, emang begitu. Kalian bisanya cuma memanfaatkan cewek kayak gue. Elu sama saja sama Derry!” maki Cira.
“Enggak, Cira! Saya nggak sama seperti Derry. Alasan saya bukan karena itu!”
“Alah! Sama aja! Tuhan emang enggak adil! Kalau cewek seperti gue enggak pantas dicintai, terus buat apa gue diciptain?” tanya Cira sambil tersedu. Ia benar-benar tak bisa menahan tangisnya.
“Astaghfirullah! Istighfar, Cira! Jangan berprasangka buruk kepada Allah. Allah selalu mempunyai maksud ketika menciptakan hambaNya. Setiap orang mempunyai pasangannya masing-masing. Begitu juga kamu. Alasan saya menjauhi kamu adalah agar tidak terjadi fitnah di antara kita. Allah kan melarang makhluk berlainan jenis berduaan. Saya berusaha mentaati perintahNya itu.” Jelas Farhan.
“Jangan sok alim! Cowok emang punya banyak alasan. Gue nggak perlu alasan lu lagi. Yang penting gue udah tahu kalau lu sama aja sama cowok-cowok lain!” bentak Cira sambil meninggalkan Farhan yang termangu. Farhan tak bisa berbuat apa-apa.
***
Cira masih menangis. Kamarnya yang besar menjadi saksi bahwa ia sudah seharian menangis. Apa yang ia sangka menjadi kenyataan. Tak ada cowok yang mau dengannya. Tak ada. Ia memang tak berharga. Ia tak menarik. Dan ia benci Tuhan menciptakannya seperti ini. Kenapa sih tak ada satu…saja kelebihan yang dia miliki sebagai daya tarik? Kenapa sih ia diciptakan sangat hancur begini? Kenapa?
Farhan masih merenungi kejadian tadi siang. Ia tak menyangka Cira bakal berpikir demikian. Padahal maksudnya baik. Ia tak mau ada fitnah di antara mereka. Dia tak mau orang-orang menyangka mereka pacaran. Bukan. Bukan karena Cira tak menarik. Ia yakin, setiap orang diciptakan Allah dengan kelebihan dan kelemahan sendiri-sendiri. Begitu juga Cira. Ia menjauhi gadis itu karena ia memang tak mau dianggap punya pacar. Ia memang tak mau pacaran.
“Kenapa, Farhan?” tanya Naila sambil meletakkan sepiring kue kering di atas meja. Farhan menghela napas.
“Cira….”
“Cira? Gadis yang pernah deket sama kamu itu?” Naila mengedipkan mata.
“Jangan gitu deh, Mbak. Cira tadi marah-marah sama Farhan.”
“Lho, kenapa? Karena kamu menjauhi dia?” tanya Naila sambil memakan kue keringnya. Farhan mengangguk. Selanjutnya ia menjelaskan semua yang dikatakan Cira tadi siang. Naila terpaku mendengarnya.
“Ya Allah! Cira sampai ngomong begitu?” tanyanya tak percaya.
“Iya, Mbak. Cira itu rasa percaya dirinya rendah. Dia selalu bilang sama Farhan kalau Allah itu nggak adil. Ada orang yang diciptakan memiliki banyak kelebihan, tapi sebaliknya. Ada juga yang diciptakan bener-bener hancur seperti dia. Makanya Farhan selalu menasehatinya agar dia selalu berprasangka baik sama Allah. Waktu itu Farhan nggak sadar cara Farhan memberikan nasehat mengundang fitnah. Temen-temen Mbak dan Mbak sendiri yang melihat berpikir macam-macam, padahal Farhan nggak macam-macam.” Jelas Farhan. Naila manggut-manggut.
“Yah…iya, yah. Habis, kan Mbak pikir…meskipun awalnya maksud kamu baik, tapi kalau bareng-bareng terus, bukan cuma fitnah yang menimpa, tapi kalian bener-bener jadian. Cinta kan datangnya kalau sering bertemu.”
“Iya, Mbak. Sekarang gimana, dong?” Farhan menghela napas. “Nggak enak rasanya membiarkan Cira dalam pikiran buruk.”
“Iya. Mbak ngerti. Kalau gitu biar Mbak aja yang deketin Cira.” Naila tersenyum. Kening Farhan berkerut. “Ajak dia ikut Rohis.” Lanjut Naila.
***
Klik di sini untuk baca kelanjutannya yaaa
No comments:
Post a Comment
Terima kasih atas komentarnya.
Mohon gunakan kata-kata yang sopan dan santun yaaa.....