Sudah lama saya berkeinginan menerbitkan buku-buku saya sendiri. Keinginan paling besar tentunya memiliki penerbitan sendiri. Tapi, sepertinya itu masih jauh untuk sekarang ini. Bahkan, obsesi untuk menerbitkan buku sendiri pun terbentur pada biaya. Berhubung saya pernah bekerja di sebuah penerbit, saya tahu kisaran biaya untuk menerbitkan buku secara nasional. Sekadar mencetak 2000 eksemplar saja membutuhkan kurang lebih 10 juta rupiah. Hmmm….
Mungkin, bisa saja saya mencari uang sejumlah itu. Tapi, bagaimana mengurusi produksi dan distribusi buku-buku saya kelak? Ribet juga kalau harus mengurusi kover, layout, ISBN, dll. Belum distribusi bukunya. Itu membuat saya kembali mundur untuk mulai terjun ke industri buku.
Akhirnya, saya seperti halnya kebanyakan penulis, hanya bisa mencoba mengirim naskah ke penerbit dan berharap naskah saya lolos seleksi dan diterbitkan. Sekadar untuk tahu, proses terbit sebuah buku itu memakan waktu yang cukup lama. Paling cepat tiga bulan, bagi seorang penulis pemula. Kalau ada yang lebih cepat dari itu, perlu tahu dulu siapa penulisnya. Biasanya, hanya penulis buku-buku best seller (bukunya selalu best seller) yang buku-bukunya tidak makan waktu lama untuk diterbitkan. Atau, penulis yang sudah menjadi langganan penerbit yang bersangkutan.
Bagaimana proses sebuah naskah hingga menjadi buku? Setelah naskah sampai ke tangan penerbit, naskah akan dibaca dulu. Prosesnya tidak sebentar. Terlebih bila naskah sampai ke tangan penerbit yang sudah punya nama. Pasti naskah itu memiliki saingan yang banyak. Paling cepat satu bulan, naskah mendapat keputusan lolos seleksi. Ada juga yang tiga bulan, enam bulan, bahkan tanpa kabar berita. Lalu, kalau tidak layak terbit, penulis harus mencari penerbit lain. Tentunya ini akan memakan waktu berbulan-bulan lagi. Kalau penulis itu bukan penulis yang produktif, dia akan cukup lama berproses menjadi penulis. Penulis dalam arti bukunya diterbitkan.
Naskah saya ada yang cepat diterbitkan, ada juga yang butuh waktu bertahun-tahun, baru ketemu penerbit yang tepat. Naskah yang belum diterbitkan bukan berarti tidak layak terbit, tetapi bisa saja ada penyebab-penyebab lain. Belum tentu buku yang diterbitkan sendiri itu tidak bagus. Maklum, namanya juga buku tanpa proses seleksi. Masih ingat penulis novel Rahmania Arunita? Novel pertamanya, Eiffel I’m in Love, mulanya diperbanyak dengan cara difotokopi lalu dijual ke teman-teman sekolahnya. Ternyata mereka suka, sehingga Nia berani mencetak bukunya dan dijual ke toko-toko buku. Buku itu dilirik oleh seorang produser film, difilmkan, dan akhirnya dicetak oleh penerbit besar.
Bagaimana dengan Supernova, Dewi Lestari? Buku itu pun diterbitkan sendiri oleh penulisnya, karena Dee, begitu panggilannya, tidak ingin naskahnya diedit oleh editor. Ternyata buku itu juga laris manis. Sementara itu, penulis-penulis FLP juga sudah banyak yang menerbitkan bukunya sendiri. Ayat-Ayat Cinta, diterbitkan oleh Kang Abik bekerjasama dengan Republika. Izzatul Jannah juga pernah menerbitkan bukunya sendiri. Afifah Afra, rasanya yang paling banyak melakukan self publishing.
Dan… inilah dia, novel pertama saya yang ditulis bersama Dhinny El Fazila, yang akhirnya saya terbitkan sendiri bekerjasama dengan Penerbit Leutika Prio. Alhamdulillah, saya dijodohkan dengan penerbit tersebut melalui facebook. Inilah dia penerbit yang sedikit banyak mewujudkan mimpi saya untuk tidak hanya menjadi penulis, tapi juga penerbit, sekaligus marketing. Dana yang dibutuhkan tidak sampai setengah juta, karena buku baru dicetak kalau ada pesanan. Jadi, tidak ada biaya cetak buku. Hanya biaya produksi berupa kover, layout, ISBN. Sedangkan editing saya kerjakan sendiri. Lumayan, sudah pernah jadi editor selama tiga tahun.
Novel PILIHLAH AKU JADI ISTRIMU ini termasuk novel yang harus menunggu lama untuk diterbitkan. Ditulis oleh saya dan Dhinny El Fazila sudah sejak empat tahun yang lalu. Pertama kali ditawarkan ke penerbit, penerbit itu langsung setuju untuk menerbitkan. Setahun saya tunggu, bukunya tidak terbit-terbit. Begitu saya ingin mengajukannya ke penerbit lain, eh penerbit itu menelepon dan mengatakan akan mengirimkan Surat Kontrak Perjanjian Penerbitan. Hati saya sudah senang sekali. Terlebih buku itu kabarnya sudah diedit. Ternyata, harapan tinggal harapan, penerbitnya gulung tikar dan buku ini tidak jadi diterbitkan.
Lalu, saya tawarkan ke penerbit lain. Penerbit itu pun menerima, bahkan editornya menelepon saya, katanya dia sangat suka naskah itu. Sayang oh sayang, keputusan dewan redaksi tidak meluluskan naskah itu untuk diterbitkan, karena pertimbangan segmen pasar yang agaknya tidak mendukung. Memang, untuk menerbitkan sebuah buku, penerbit perlu menimbangnya dalam berbagai segi, tapi belum tentu keputusan penerbit itu tepat. Kadang, buku yang lolos terbit, ternyata gagal juga di pasaran. Atau, buku yang ditolak, ternyata begitu diterbitkan oleh penerbit lain, laris manis.
Dan begitulah. Novel ini akhirnya tidak lolos seleksi penerbit lain, dua penerbit menolak. Alasannya tidak jelas. Saya pun letih menunggu, padahal saya sangat ingin novel ini terbit. Kalau terlalu lama, semangat saya untuk menerbitkan akan semakin punah. Padahal, novel ini insya Allah layak dibaca, terutama bagi ikhwan akhwat yang hendak menikah.
Bagi para penulis yang tidak ingin kalah langkah dengan penulis lainnya, sebaiknya mulai mempertimbangkan untuk menerbitkan bukunya sendiri atau bekerjasama dengan penerbit yang bisa membantu menerbitkan dengan biaya investasi ringan. Setiap penulis pasti punya mimpi, idealisme, dan harapan terhadap tulisannya. Maka, jangan biarkan semuanya musnah di tangan editor penerbit yang tidak satu pemikiran denganmu.
Bagi Sahabat yang ingin membaca buku saya atau mengetahui hasil terbitan indie ini, silakan langsung pesan ke facebook Penerbit Leutika Prio , karena novel ini hanya dijual online. Maklum, novel baru dicetak kalau ada pesanan. Caranya, add FB Leutika Prio, kemudian pesan melalui inbox. Harga Rp 44.000 + Ongkos kirim. Ongkos kirim pulau Jawa Rp 10.000, Luar Jawa Rp 15.000. Insya Allah, Sahabat tidak akan menyesal membaca buku kami.
Berarti dulu self publishing juga, Mbak? Mohon maaf, ini yang novel ke berapa. Salam kenal, saya baru belajar menulis ...
ReplyDelete